Chapter 22

52 7 4
                                    

Kring kring kring

Jam sudah menunjukkan pukul 14:00. Bel pertanda bahwa waktunya pulang sekolah pun berdering. Para santri berhamburan keluar dari kelas, dan berjalan kembali menuju ke asrama.

Kita diarahkan ke Aini dan Cahaya. Di dalam kelas hanya tersisa mereka berdua saja, karena siswi lain telah kembali ke asrama. Meraka sedang sibuk merapihkan kembali buku dan pulpen yang telah mereka gunakan. Mereka juga mengumpulkan buku paket fiqih, sisa kegiatan KBM yang telah mereka laksanakan sebelum pulang sekolah.

"Cay, ini bukunya kita bawa ke perpus, ya? tanya Aini dengan tangan dan badan yang masih bergerak untuk mengumpulkan buku itu.

"Na'am, Aini," jawab Cahaya.

Setelah selesai merapihkan buku paket itu, Cahaya menghampiri Aini. "Anti sudah selesai merapihkan nya?" tanya Cahaya.

Aini menoleh kearah Cahaya. "Sudah, Cay!' jawabnya.

"Ya, sudah, kalau begitu sekarang kita ke perpus, ya!" ajak Cahaya. Mereka pun berjalan keluar dari kelas dengan buku yang mereka peluk.

Langkah mereka berhenti di depan kelas. "Aini, tolong, ya, anti tarik pintu yang kanan, dan ana pintu yang kirim. Sebelum kita pergi, kita tutup terlebih dahulu pintu kelasnya," jelas Cahaya.

Aini mengangguk pelan. "Siap, Cay!" kemudian mereka menarik pintu itu menggunakan tangan kiri, dan tangan kanan yang memeluk buku.

Cahaya bernafas lega. "Alhamdulillah, untung bukunya nggak jatuh."

"Iya, Cay." Aini tersenyum.

Cahaya menatap Aini. "Kalau begitu, ayo kita ke perpus," ajak Cahaya.

"T-tapi, Cay, Aini malu!" ungkap Aini dengan perasaan grogi.

Cahaya merasa kebingungan. "Malu kenapa?" tanyanya.

"Harus melewati asrama santriwan," jelas Aini dengan wajah cemas.

Cahaya tersenyum. "Tenang, Aini. Ingat 1 hal, jaga pandangan!"

Aini menarik nafas, kemudian mengembuskan nya. " Iya, Cay. Bismillah." Mereka pun melangkahkan kakinya.

Jarak antara perpus dan kelas mereka sebenarnya tidak jauh. Hanya saja, tantangan sulit yang membuat santriwati menantang adrenalin yaitu, harus melewati asrama santri putra.

Hati Aini sudah dag-dig-dug ser, padahal belum juga sampai di depan asrama santriwan. Tinggal tersisa beberapa langkah lagi baru bisa tepat di depan asrama santriwan.

Aini memberhentikan langkahnya dengan wajah cemas. "Cay, Aini takut."

Cahaya juga memberhentikan langkahnya, dan menatap Aini yang posisinya ada dibelakang dia. "Em, bagaimana, ya?!" pikir Cahaya.

Cahaya melirik sekitaran area. Tak sengaja ia menemuka Doni, Rendy, dan Tomi yang sedang lewat di depan kelas MTs.

Pasti kalian tidak asing, kan, dengan mereka? Pembaca setia AMI pasti tahu mereka bertiga.

Cahaya dengan keras memanggil mereka. "Hei, Anta!"

Langkah kaki 3 santriwan itu pun terhenti, dan menghadap kearah Aini dan Cahaya. "Ada apa?" tanya Tomi.

Aini terkaget mendengarkan Cahaya memanggil santriwan itu. Ia tak bisa menahan rasa malunya. Dengan cepat ia kembali menundukkan pandangannya.

3 santriwan itu berjalan maju menuju kearah Aini dan Cahaya. Dengan cepat Cahaya menghentikan langkah mereka.

"Anta diam saja di situ. Kita boleh minta tolong, tidak? Tolong bawakan buku ini ke perpus. Soalnya kami ngga berani melewati asrama putra," jelas Cahaya dengan mata dan kepala yang menunduk ke bawah.

Aini Mengejar Impian✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang