Chapter 7

187 21 16
                                    

Kring kring kring
Daring bel setelah. Itu menandakan, jam pelajaran pertama akan segara dimulai. Semua santri berlarian ke kelasnya masing-masing.

Pagi ini kelas sepuluh akan ada jam pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, yang akan diajarkan oleh Ustadzah Rani.

Aini dan Cahaya menuju ke kelas dengan memeluk buku dan juga pulpen. Mereka tidak menggunakan tas, karena, kata Ustadz pimpinan pondoknya, buku itu sumber ilmu, dan tidak boleh mengenai pantat.

Semua santriwati telah duduk rapih di setiap bangkunya. "Ihtiram!" kata Cahaya. Dengan serentak semua santri berdiri dari tempat duduknya. "Assalamu'alaykum warrahmatullahi wabarakatuh," salam santriwati yang ada di kelas ketika ketika melihat sosok gurunya datang dan membuka pintu.

"Waalaykumussalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab Ustadzah Rani pelan. Kemudian, ketika Ustadzah Rani duduk, semua santriwati pun juga ikut duduk di bangkunya masing-masing.

Setelah menyimpan spidol dan beberapa buku yang dibawa, Ustadzah Rani kembali berdiri untuk menyapa muridnya. "Shobahul Khoir, Santriwati kelas sepuluh. Bagaimana kabarnya?" tanya Ustadzah Rani.

"Alhamdulillah baik, Ustadzah," jawab santri serentak.

"Syukurlah kalau begitu. Ini adalah pertemuan pertama kalian dengan ibu. Disini ada yang sudah kenal dengan ibu?"

"Na'am ustadzah."

"Belum ustadzah."

Ada yang mengucapkan iya, dan ada juga yang mengucap tidak. Yang mengucapkan iya adalah para santriwati yang sudah mondok di Darul Huffazh sejak MTs. Sedangkan yang mengucapkan tidak, adalah santriwati baru di pondok Darul Huffazh.

"Kalau begitu ibu akan perkenalkan diri dulu, ya!" Ustadzah Rani mulai memperkenalkan dirinya kepada para santriwati.

Setelah memperkenalkan dirinya. Ia menyampaikan sesuatu. "Karena ini adalah pertemuan pertama kita, jadi pagi ini kita akan memperkenalkan diri dulu, agar ibu bisa mengenal kalian," sambung ustadzah Rani.

"Na'am Ustadzah."

Satu per satu santri mulai memperkenalkan diri mereka, dengan cara berdiri di tempat duduknya masing-masing.

***

Aini menghampiri Ustadzah Rani yang baru saja menyelesaikan jam pelajarannya. "Ustadzah, bisa tidak Aini membantu Ustadzah membawa buku menuju ruang guru?" tawar  gadis itu. Sejak SD dan MTs, Aini memang suka sekali membantu guru-gurunya membawakan buku atau apapun yang bisa ia bantu. Karena bagi ia, ini adalah hal yang sangat menyenangkan.

Tentu ustadzah Rani sangat senang dengan tawaran dari muridnya. "Alhamdulillah, tafadhol, Nak," ucapnya sembari menyodorkan buku kepada Aini dan tersenyum menatapnya.

Ani, Suci, dan Cici yang melihat kelakuan Aini tidak hanya diam saja. Ada aja yang mereka bicarakan tentang Aini. Padahal, gadis itu berniat baik.

"Caper banget tuh anak sama Ustadzah. Pake mau bantuin Ustadzah segala, padahal kenal Ustadzah Rani aja nggak," cibir Suci.

"Sumpah gue nggak suka sama tuh anak, jijik gue lihatnya. Sok polos," sambung Ani.

"Gue juga kayak gituu. Sumpek gue lihat muka dia yang sok polos, sok baik, dih. Kita harus kasih pelajaran sama tuh anak," ketus Cici.

"Yaps, gue setuju," jawab Suci dan Ani bersamaan.

Entah apa yang ada dipikiran tiga gadis itu. Mereka bertiga menatap Aini dengan tatapan yang  tak suka. Padahal Ainj berniat baik ingin membantu gurunya.

Aini Mengejar Impian✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang