Chapter 26

44 5 0
                                    

***

Setelah melalui hari yang panjang, menghadapi ulangan semester 1 yang begitu sulit. Para santri merasa lega dan bahagia. Karena, mereka bisa menyelesaikan ulangan semester dengan lancar.

Mereka, kelas 10 PI merayakan kebahagiaan mereka dengan berkumpul, dan makan pop mie bersama di kamar Az-Zahra setelah pulang sekolah. Mumpung para kakak kelas masih bermain di sekolah.

"Duh, kalian merasa lega, tidak? Akhirnya ulangan selesai juga!" ujar gadis yang memakai kacamata bulat berwarna hitam.

"Iya, Alhamdulillah wasyukurillah," sahut para santri bersamaan.

"Berarti, kita tinggal menunggu waktu libur tiba. Aini senang banget!" kata Aini sembari tersenyum bahagia.

"Na'am, kita tinggal menunggu waktu libur kita. Huh, ana tidak  sabar, deh!" jawab Anggun.

"Ya sudah, ayo lanjut makan. Kita habisi pop mie kita dulu. Nanti, kita lanjut cerita-cerita lagi," peringatan Cahaya.

Gadis-gadis itu pun menyeruput mie nya dengan sangat nikmat.

***

Setelah selesai mengisi perutnya dengan beberapa suap, para santriwati dikumpulkan di aula oleh kakak pembina.

Tiga kakak pembina itu, Aisyah, Rodiah, dan Ratih mengumumkan kepada para santriwati, bahwasanya hari Ahad, atau tepatnya 3 hari lagi, Pondok Pesantren Darul Huffazh memberikan libur selama 7 hari kepada para santri. Baik santriwati jenjang MTs dan MA, serta santriwan jenjang MTs dan MA.

Terpancar senyum kebahagiaan di wajah para santri ketika mendengarkan kabar bahagia itu. Rasa rindu mereka terhadap keluarga, dan sahabat mereka di kampung akan segera terobati.

Mereka semua saling berpelukan sembari mengucapkan Alhamdulillah, karena mereka bisa balik ke rumah masing-masing.

"Aini senang sekali!" ujar Aini yang duduk di dekat Fitri dan Cahaya.

"Na'am. Jadi tidak sabar untuk menemui bapak sama ibu," sahut Fitri.

Cahaya hanya bisa tersenyum ketika mendengarkan dialog antara dua teman kamarnya itu.

Setelah selesai mengumumkan hal penting itu, kakak pembina menegaskan kepada para santri untuk kembali ke kamar masing-masing, dan langsung tidur. Tanpa ada yang bermain-main lagi.

Dengan patuh, semua santri kembali ke kamar masing-masing dengan bahagia.

"Alhamdulillah, 3 hari lagi kita balik kampung!" ujar Anggun kepada teman-teman yang sedang jalan bersamanya.

"Na'am, Alhamdulillah" sahut para santri.

"Kalian sudah merapihkan barang kalian?" tanya Ratu.

"Sudah!"

"Belum."

Ada yang menjawab sudah, dan ada yang menjawab belum.

"Kalau Aini, sih, sudah. Tinggal beberapa pakaian saja yang tersisa di lemari. Untuk dipakai besok."

Mereka semua terus berbincang-bincang. Hingga tak terasa, satu persatu dari mereka telah sampai di kamarnya, dan mewajibkan mereka untuk berpisah.

***

Sebentar lagi adzan Dzuhur akan berkumandang. Seperti biasa, para santri harus sampai di masjid 10 menit sebelum adzan berkumandang.

"Aini, sedang apa anti? Lama sekali," tanya Cahaya sembari menatap Aini dari pintu kamar.

"Tunggu sebentar, Cay," jawabnya. Kemudian, setelah selesai dengan urusannya, gadis itu menyimpan kunci lemarinya di atas lemari, dan ditutupi oleh bantal dan selimut. Ia kemudian berjalan menghampiri Cahaya.

"Sudah?" tanya Cahaya.

Aini mengangguk. Kemudian mereka berjalan bersama menuju tempat berwudhu.

"Cay, Aini masuk hamam dulu, ya. Soalnya dari tadi Aini merasa tidak nyaman. Tunggu, ya!" jelas Aini.

Cahaya membalas dengan anggukan. "Na'am."

Aini pun masuk ke dalam hamam. Tak butuh waktu lama, akhirnya ia keluar dari dalam hamam tersebut.

"Yah, Aini datang bu--." Aini terkaget, ia tidak menemukan Cahaya di tempat ini sekarang. Ke mana dia? Mungkin dia sudah menuju ke mesjid. Pikir Aini.

Tanpa berpikir panjang pun, Aini langsung pergi ke kamarnya, dan duduk santai sembari muroja'ah hafalannya.

Tak terasa, langkah kaki para santri sudah terdengar di kuping Aini. Berarti, mereka telah selesai melaksanakan ibadah sholat Dzuhur

"Assalamu'alaykum," salam para penghuni kamar Az-Zahra.

"Waalaykumussalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab Aini sembari berjalan ke lemarinya untuk menyimpan Al-Qur'an.

Setelah selesai menyimpan kembali barangnya, Rini dan Suci mengajak penghuni kamar Az-Zahra untuk pergi ke kantin. Membeli lauk tambahan untuk menikmati makan siang.

"Kalian mau ikut gue sama suci, nggak?" tawar Rini.

Fitri menggeleng. "Ana tidak makan siang. Soalnya masih kenyang," jawab Fitri.

"Aini ikut, ya. Bentar, Aini ambil uang Aini dulu di lemari," ucap Aini. Kemudian ia berdiri dan berjalan ke lemarinya.

Ia memeriksa dari atas sampai bawah. Tapi, ia tidak menemukan lembaran uangnya sama sekali.

Melihat Aini yang kebingungan. Lantas, Fitri langsung bertanya. "Kenapa, Aini?" tanyanya dengan kaki yang berjalan menghampiri Aini.

"Ini, Kak, uang Aini 20.000 kenapa tidak ada?! Padahal Aini yakin, tadi Aini menyimpannya di sini," jelas Aini sembari melihat isi lemari dan kopernya yang sudah ia rapihkan untuk ia bawa balik ke rumahnya besok.

"Anti lupa mungkin, simpan di mana." Fitri berusaha meyakinkan Aini.

"Tapi, Kak, Aini yakin, Aini menyimpannya di dalam lemari paling atas ini. Padahal lemarinya sudah Aini kunci. Tapi, kenapa uangnya tidak ada?"

Cahaya, Rini, Suci, yang memperhatikan itupun, mereka langsung menghampiri Aini dan Fitri.

"Ada apa, Kak?" tanya Suci.

"Uangnya Aini tidak ada di dalam lemarinya."

"Uang lo diambil orang, mungkin," lirih suci. Perkataan suci, lantas membuat yang lain kaget.

"Astagfirullahal adzim, jangan bicara seperti itu jika belum ada bukti!" tegas Fitri dengan tatapan tajam menatap Suci.

Suci membungkus mulutnya dengan tangan. "Ups, maaf, Kak!" Kemudian ia menurunkan tangannya.

"Seingat anti, terakhir kali anti melihat uang anti, kapan?" tanya Fitri memastikan.

"Tadi, Kak, sebelum Dzuhur. Aini menyimpannya di lemari Aini paling atas. Tadi, ketika Aini menyimpannya pun, ada Cahaya yang melihatnya," jelas Aini.

"Apa betul itu, Cahaya?" tanya Fitri kepada Cahaya.

"N-na'am, Kak," jawab Cahaya.

"Ya sudah, lah, Kak, tidak apa-apa kalaupun uang Aini hilang. Aini ikhlas."

"20.000 itu nominalnya tinggi, Aini. Anti tidak boleh menyepelekannya," tegas Fitri.

"T-tapi, Kak...."

"Untuk memastikan, bagaimana kalau kita mencari dulu dilingkungan asrama. Nanti, jika belum menemukan uangnya, kita lapor ke kakak pembina," ajak Fitri, dan disetujui oleh para penghuni kamar.

Mereka kemudian berjalan mengelilingi asrama putri. Berharap, uang itu dapat mereka temukan.

Aini Mengejar Impian✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang