Aini dan santriwati lain terbangun dari tidur nyenyaknya. Mereka segera mengambil air wudhu dan berjalan menuju masjid.
Seperti biasa, mereka sampai ke masjid sebelum adzan berkumandang, dan menyempatkan waktu untuk membaca dan menghafal Al-Qur'an.
Aini dan Cahaya duduk di shaf paling depan pojok kanan. Mereka berdua Istiqomah duduk bagian itu.
Ketika sedang fokus menghafal, adzan pun berkumandang, dan para santri pun mulai duduk dengan rapi di setiap shaf.
Kali ini sholat berjamaah di imami oleh anak dari pimpinan pondok. Beliau adalah anak pertama dari abah, namanya ustadz Al-Ghifari.
Setelah melaksanakan sholat ashar berjamaah, santri duduk rapi untuk melaksanakan kegiatan. Yaitu, menghafal Al-Qur'an.
Setiap santriwati duduk berjarak 4 langkah. Agar tidak merasa terganggu, dan hafalannya cepat masuk. Begitupun santriwan di depan.
Santriwan dijaga oleh usatdz Al-Ghifari, sedangkan santriwati dijaga oleh senior yang mengabdi di Pondok Pesantren.
Aini fokus menghafal juz satu. Baginya menghafal juz satu lumayan sulit. Tapi ia tetap berusaha menghafal ayat per ayat.
"Hahahaha." Suara tertawa yang membuat Aini merasa sangat terganggu dan sulit untuk fokus menghafal.
Suara tertawa tersebut terdengar tidak hanya sekali. Melainkan, beberapa kali.
Suara itu berasal dibelakang Aini duduk. Ternyata itu adalah tiga santriwati yang di nasehati oleh Cahaya kemarin. Ia ingat betul wajahnya.
Ia menoleh ke belakang. "Maaf, Kak, jika Aini lancang. Tapi, bisa tidak jangan dulu bercerita jika sedang dalam kegiatan," ujar Aini pelan. Setelah berkata, Aini langsung menghadap ke depan dan langsung melanjutkan hafalannya.
Tiga santriwati tadi menatap Aini dengan sinis.
"Eh, Lu!" seru Rini.
Aini yang mendengar pun langsung menoleh kebelakang. "Iya, Kak, Ada apa?" jawabnya.
Sebenarnya Aini, Rini, suci, dan Cici seangkatan. Hanya saja, Aini mengira kalau mereka adalah kakak kelasnya. Karena itulah ia memanggil mereka bertiga dengan sebutan kakak.
"Lu siapa sih urusin hidup kita? Ustadzah lu di sini? Mending lu diam aja deh," ucap Rini, dan dibalas anggukan oleh Suci dan Cici.
"Maaf, Kak! Bukan maksudnya Aini mau urusin kehidupan kakak. Hanya saja Aini merasa terganggu dengan suara ketawa kakak tadi. Jadi sulit bagi Aini menghafal jika ada suara yang mengganggu," jelas Aini.
Ketika orang tersebut tersenyum miring. "Sok banget sih ni anak. Baru juga masuk di Pondok ini, udah berani tegur kita aja," celetuk Cici sembari menatap bergantian dua temannya, Ani dan Suci.
Aisyah, salah satu santriwati yang mengabdi di Pondok mendengar suara debat, langsung berjalan menuju tempat suara berasal.
Rini, Suci, dan Cici duduknya tak berjauhan. Mereka duduk berdekatan, beda dengan santri lain. Mereka dari dulu memang sering seperti itu, agar bisa sambil cerita ketika rasa bosan menghafal datang.
"Ada apa ini?" tanya Aisyah dengan tangan yang memegang kayu. Aisyah memandangi Aini, dan tiga santriwati itu.
Aini duduk menghadap kebelakang. Dengan tatapan menunduk.
Santriwati yang lain mengarahkan pandangannya ke arah Aini, dan tiga santriwati itu.
Aisyah sadar, bahwa pandangan para santriwati menghadap ke arahnya. "Kalian, lanjutkan hafalan kalian. Setor di senior-senior kalian yang kelas tiga," perintah Aisyah dengan menatap para santri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aini Mengejar Impian✔️
SpiritualBlurb: Kisah seorang gadis remaja, pintar, baik, polos, lulusan terbaik pertama di MTs nya. Ketika ingin melanjutkan pendidikan menengah atasnya, ia sangat ingin melanjutkannya di pondok pesantren, dan memiliki impian menjadi hafidzoh Al-Qur'an. Den...