Chapter 11

153 14 11
                                    

Alhamdulillah akhirnya bisa up lagi hehe.
Doain saya ya, semoga bisa terus berkarya, Aamiin.

***

Aisyah membalikkan badannya, dan menghadap kepada empat santri di depannya, termasuk Aini. "Kalian ikut kakak sekarang," ajak Aisyah sembari berjalan dengan membawa kayu yang selalu menemaninya, diikuti oleh lima santri itu de belakang..

Rodiah dan Ratih sibuk mengurusi santri lain, agar mereka tidak melakukan hal yang tak berfaedah dan langsung tidur.

Sedangkan Aisyah mengurusi Aini dan teman-temannya yang tak mengikuti program pondok.

Aisyah, Aini, dan teman-temannya berhenti di depan Hamam.

Aisyah membalikkan badannya, dan menatap lima santri itu. "Duduk," perintah Aisyah.

Lima gadis itu pun langsung duduk, dengan mata dan kepala yang menunduk ke bawah.

Aisyah memasuki hamam dan mengambil selang yang ada di dalam, untuk disirami kepada Aini dan kawan-kawannya.

Ia mulai menyiram satu persatu para santri hingga basah kuyup.

"Ini adalah balasan untuk kalian yang tidak mengikuti program. Jangan mengulanginya kesalahan yang sama. Jika tidak, kalian akan mendapatkan hukuman lebih dan surat peringatan," jelas Aisyah.

"Na'am, Kak," jawab serentak mereka.

"Kalian bisa kembali ke kamar masing-masing," peringahnya, kemudian ia pergi meninggalkan Aini dan teman-temannya.

Aini dan temannya itupun berdiri dan memeluk badannya masing-masing. Badannya terasa dingin sekali, ditambah lagi dengan angin malam yang dingin.

Merekapun bubar, dan kembali ke kamar masing-masing.

Toktoktok

Aini membuka pintu kamar dengan pelan, dan menyalakan lampu kamar. Kelihatannya semua orang telah tidur.

Ia berjalan menuju tempat gantungan pakaian, dan langsung mengambil handuknya, kemudian memasang handuk itu di badannya.

Fitri yang mendengar suara ketukan pintu pun terbangun. Ia melihat Aini yang sedang berdiri di depan lemarinya. "Aini," seru Fitri.

Aini membalikkan badannya dan berjalan menuju Fitri. "Kak, Aini  nggak kuat dengan kehidupan pondok, Aini ingin pindah, Kak," jelas Aini dengan air mata yang mengalir.

Fitri mengambil kepala Aini, dan membiarkan Aini menyender di pundaknya. "Aini, nggak boleh gitu, kamu nggak boleh menyerah dengan secepat ini. Kamu kan baru 1 bulan mondok, masa sudah mau menyerah saja? Kamu harus semangat dong, harus kuat," ucap Fitri menyemangati Aini sembari mengelus pelan jilbab Aini yang basah.

"Tapi Aini sudah tidak kuat lagi, Kak. Banyak sekali masalah yang Aini dapat di pondok. Aini ingin pindah," keluh Aini.

"Aini, dengarkan kata kakak. Orang tua kamu sudah berusaha banyak buat kamu. Sudah membiayai kamu, sudah memberikan apa yang kamu mau. Ingat impian kamu, ingat orang tua kamu dan keluarga kamu. Kamu nggak boleh cepat menyerah, kamu harus tetap semangat buat mondok. Allah akan membayarnya semua usaha kita ini. Rasullullah Saw pernah bersabda “Barangsiapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu, Allah Ta’ala akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)," jelas Fitri.

Aini bangun dari sandaran, kemudian ia menghadapkan matanya ke Fitri. "Kak Fitri," ujar Aini sembari memeluk Fitri.

Fitri pun membalas pelukan Aini. "Udah dong, jangan nangis lagi. SEMANGAT!" Fitri memeluk Aini dengan senyum di bibirnya.

Aini kemudian melepaskan pelukan, dan mengusap air matanya. "Iya, Kak, terimakasih sudah menyemangati Aini. Terimakasih sudah menjadi kakak pondok sekaligus guru buat Aini," ucap Aini sembari mengusap air matanya dan tersenyum menghadap Fitri.

Aini Mengejar Impian✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang