Chapter 31

51 3 1
                                    

***

"Lensi, kita balik dulu, ya. Salam buat mamah sama papah kamu nanti!" pamit Aini dan dibalas anggukan oleh Lidya.

"Iya. Hati-hati di jalan, ya!" pesan Lensi.

Sekarang pukul 09:00. Aini dan Lidya memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing, setelah membantu Lensi menyelesaikan pekerjaan rumahnya.

Karena rumah Lidya dan Aini berlawanan arah, jadi mereka menggunakan taksi yang berbeda.

***

Aini telan sampai di rumahnya. Ia mendapatkan pesan dari ummi-Nya tadi pagi, bahwasanya Abi dan ummi-Nya harus pergi bekerja. Dan kunci rumahnya di simpan di pot bunga dekat pintu masuk. Ia pun mencari kunci itu, dan langsung menemukannya.

Gadis itu membuka pintu rumah, dan melirik lirik setiap sudut rumah. Karena merasa bosan tak tahu harus apa, ia pun berinisiatif untuk membersihkan rumah saja. Ia memulai dengan membersihkan lantai di tingkat atas, dan kemudian dilanjutkan ke lantai bawah. Lalu, ia mengepelnya, dan merapihkan barang-barang yang menurut ia posisinya kurang bagus.

Setelah membersihkan rumah, Aini  menyenderkan badannya di kursi kamar tamu. Menarik nafas dalam, lalu membuangnya. Karena ia merasa sedikit kelelahan.

Gadis itu menatap jam dindingnya. Jam sudah menunjukkan pukul 10:30. Ia bangun dari sandarannya, kemudian berjalan menuju kamarnya.

Saat sampai di kamarnya, gadis itu berjalan menuju meja belajarnya, dan mengambil kekasihnya. Ya, Al-Qur'an. Kemudian ia langsung melanjutkan hafalannya di dalam kamar.

***

Begitu panas Aini rasakan sekarang, karena jam sudah menunjukkan pukul 13:30. Ia menyalakan AC kamarnya, karena sudah merasa tak tahan dengan panasnya Jakarta.

Ketika sedang asyik membaca novel, ia mendengarkan suara gerbang. Dengan cepat ia melangkahkan kakinya menuju ke teras rumah.

Saat sampai di sana, ia menemukan Abi, ummi, dan Humaira yang datang.

Gadis itu mencium tangan orang tuanya. "Kok Humaira bisa pulang bareng Abi sama Ummi?" tanya Aini penasaran.

"Iya. Humaira tadi abi titipkan sama tante kamu," jawab ummi.

"Aini kira, Humaira pergi bermain sana teman-temannya."

"Ya sudah, ayo masuk. Ada yang Abi sama Ummi ingin katakan kepada kalian berdua," kata Abi Aini. Lalu, merekapun melangkahkan kakinya menuju ruang tamu.

Sesampainya di ruang tamu, Aini langsung bertanya apa yang Abi-Nya ingin katakan kepada ia dan Humaira. "Memangnya abi ingin mengatakan hal apa?" tanya Aini penasaran.

"Iya, Bi. Humaira jadi penasaran," sambung gadis kecil itu.

"Jadi, teman Abi yang belajar dan tinggal di Mesir itu, ingin mengajak keluarga kita untuk makan malam bersama nanti malam di rumahnya beliau. Sebelum beliau dan keluarganya kembali ke Mesir." jelasnya.

"Aini ikut Abi sama Ummi saja," jawab gadis itu.

"Humaira juga," sambung Humaira.

"Kalau begitu, nanti kita berangkat setelah selesai mengerjakan sholat ashar. Rumah beliau juga tidak begitu jauh dari rumah kita."

"Baik, Abi, Ummi!" jawab Aini dan Humaira bersamaan.

Abi, ummi, dan Humaira memutuskan untuk beristirahat karena merasa letih. Dan Aini, ia memutuskan untuk melanjutkan membaca novel favoritnya.

***

"Kira-kira, berapa jam lagi, Abi, baru sampai?" tanya Humaira.

Ya, keluarga itu sekarang sedang berada di dalam mobil, untuk melakukan perjalan menuju rumah teman Abi-Nya.

"10 menit lagi kita sampai," jawab Abi.

Humaira mengangguk pelan.

Aini mengalihkan pandangannya, dan merubah posisi duduknya menjadi menatap Humaira. "Dek, tolong simak hafalan kakak, ya!"

Humaira membalas tatapan sang kakak. "Juz berapa, Kak?" tanya Humaira mamastikan.

"Juz 30, kok!" jawab Aini. "Nih, simak di ponsel kakak," ujar Aini sembari memberikan ponselnya kepada Humaira.

"Maasyaa Allah, senang ummi lihatnya," puji ummi Aini, dan dijawab anggukan dan senyuman oleh Aini dan Humaira.

Gadis itu pun mulai melantunkan ayat-ayat Al-Qur'an juz 30, mulai dari halaman paling belakang.

***

Sesampainya di rumah itu, mereka disambut hangat oleh kelurga ustadz Hussein. Ya, teman Abi bernama Hussein. Beliau adalah orang yang terpandang.

Ustadz Hussein hanya memiliki 1 anak. Dan dia adalah laki-laki. Umurnya sama seperti Aini.

Abi dan ummi Aini terlihat begitu akrab dengan ustadz Hussein dan istirnya.

Ummi dan istri ustadz Hussein mempersiapkan segala makanan yang akan dinikmati setelah sholat Maghrib. Semua masakan telah selesai dimasak oleh istri ustadz Hussein. Dan ummi membantunya untuk membawakan segala makanan itu ke meja makan.

Sebenarnya Aini ingin membantunya. Hanya saja, Abi Aini meminta Aini untuk duduk saja di dekatnya.

Aini begitu malu berada di dalam rumah itu. Sedari tadi, ia hanya menundukkan pandangannya. Karena, ia baru pertama kali bertemu dengan keluarga ustadz Hussein dan keluarga.

"Jadi, ini anak antum yang sekolah di pondok?" tanya ustadz Hussein kepada Abi Aini.

"Iya. Ini anak ana yang sekolah di pondok. Kalau yang ini, masih sekolah dasar," jawab Abi Aini sembari menunjuk Aini dan Humaira.

"Maasyaa Allah. Umurnya berapa, Nak?" tanya ustadz Hussein sembari mengalihkan pandangannya menatap Aini dan Humaira.

Aini berusaha menegakkan kepalanya ketika mendengarkan pertanyaan tersebut.

"Umur Humaira 11 tahun, Ustadz," jawab Humaira dengan senyuman lebar yang muncul di wajahnya.

"Saya 16 tahun, Ustadz," jawab Aini sembari tersenyum tipis.

"Maasyaa Allah, tabarakallah."

Ustadz Hussein mengalihkan pandangannya, menatap tangga yang berada di sebelah kanan dirinya. Entah apa yang beliau sedang cari. "Alwi!" teriak ustadz Hussein. Ternyata, ia sedang mencari anak tunggalnya itu.

Suara langkah kaki terdengar dari tangga rumah. "Iya, Abi!" jawabnya. Laki-laki itu pun berjalan menuju ruang tamu. Dan memberikan penghormatan kepada Abi Aini.

Setelah itu, ia pun duduk di dekat ayahnya.

"Maasyaa Allah. Alwi tumbuh dengan sehat, ya," ujar Abi Aini. Ia baru melihat kembali anak tunggal sohib nya itu. Sebab, sejak Alwi naik ke jenjang sekolah menengah pertama, ia telah disekolahkan di Mesir, dan baru menginjakkan kakinya kembali di Indonesia sekarang.

"Iya, Om!" jawab laki-laki itu sembari tersenyum lebar.

Aini yang pemalu pun, kembali menundukkan pandangannya ketika melihat sosok laki-laki itu. Ia tak bisa menahan rasa malunya.

Mereka pun lanjut berbincang. Saat ketika asyik berbincang, sholawat tarhim pun terdengar. Mereka semua bergegas untuk melaksanakan sholat magrib berjamaah. Mukenah di rumah ustadz Hussein ada lebih dari empat. Jadi, mereka tidak perlu khawatir dengan perlengkapan sholat.

Setelah selesai melaksanakan sholat dan berdoa, dua keluarga kecil itu pun menikmati santapan makan malam di meja makan. Begitu nikmat dan lezat rasanya.

***

Keluarga Abi Aini berpamitan kepada keluarga ustadz Hussein. Serta mengucapkan terima kasih atas santapan makan malam yang begitu lezat. Begitupun, sebaliknya. Keluarga ustadz Hussein juga berterima kasih, karena sudah datang untuk mengunjungi keluarganya sebelum kembali ke Mesir.

Dua keluarga kecil itu pun akhirnya berpisah.

Abi, ummi, Aini, dan Humaira kembali ke rumah dengan perasaan yang bahagia. Di perjalanan pun, keluarga itu membahas tentang agama. Sedangkan Humaira, ia langsung tertidur nyenyak.

Aini Mengejar Impian✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang