Chapter 32

63 4 0
                                    

***

Semua barang-barang yang akan ia bawa kembali di pondok pesantren telah ia simpan di koper. Ia hanya membawa perlengkapannya dengan koper. Tas besar yang ia bawa pulang kemarin, ia simpan. Dan sebagian pakaiannya pun ia simpan di rumah.

Aini pun diselimuti rasa sedih karena berpisah kembali dengan keluarga dan sahabatnya. Sekarang, yang mengantarkan ia menuju ke pondok pesantren hanyalah Abi-Nya. Sedangkan ummi harus menjaga Humaira yang sudah mulai masuk sekolah.

Setelah sampai di pondok pesantren, ia berpamitan kepada Abi-Nya, meminta restu dan doa kepada beliau. Supaya ia bisa semangat belajar di pondok pesantren. Dan mendapatkan ridho Allah.

***

Aini berjalan ke kamar Az-Zahra dengan membawa kopernya. Ia sangat merindukan suasana pondok pesantren.

Sesampainya di sana, ia disambut hangat oleh teman-temannya. Ternyata sudah banyak yang sampai duluan di pondok.

Terlihat gadis-gadis penghuni asrama sedang menikmati beberapa cemilan yang mereka bawa dari rumah masing-masing.

Aini pun ikut bergabung dengan mereka. Sekarang, gadis itu merenungi tentang dirinya. Ia bisa merasakan sedikit demi sedikit perubahan dalam dirinya. Yang dulunya ia manja, sekarang tidak terlalu. Karena, pekerjaan yang tak biasa ia lakukan dulu, sudah bisa ia kerjakan dengan lincah. Dia merasa senang dengan hal ini.

"Kalian kemana saja waktu liburan kemarin? Ana sama keluarga ana pergi ke kota tua, terus makan-makan sambil cerita. Ah, seru banget," jelas salah satu santri yang memakai kacamata bulat berwarna hitam. Ia menceritakan keseruannya selama berlibur di rumah.

"Aku kumpul di rumah bibi aku. Makan-makan di sana. Karena aku sama anaknya bibi aku sama-sama libur pondok," sahut santriwati yang disampingnya.

"Kalau kamu, Aini?" tanya Fitri kepada Aini.

"Aini enggak kemana-kemana. Cuman temu kangen saja dengan sahabat Aini waktu MTs," jelas Aini.

"Wah, pasti seru sekali," jawab gadis yang duduk di samping Fitri.

"Jadi kangen Cahaya!" ungkap Fitri.

Ketika Fitri menyebutkan nama Cahaya. Seketika ruangan yang awalnya penuh dengan suara yang rusuh, tiba-tiba menjadi sepi.

"Na'am, Kak. Kita hanya bisa mendoakan keluarganya Cahaya. Semoga saja bapaknya Cahaya bisa cepat sembuh," ungkap Aini.

Santriwati di dalam ruangan mengangguk sembari mengucapkan Aamiin. Berharap apa yang dikatakan Aini terkabul.

Ketika dalam keheningan, Anggun tiba-tiba masuk ke dalam kamar, mengajak para penghuni kamar untuk memasak mie. Karena ia membawa mie indomia dari rumahnya 1 kardus. Dan para santriwati pun setuju, dan mereka langsung menuju ke dapur, untuk memasak mie yang Anggun bawa dari rumah.

***

Tak terasa, waktu demi waktu berlalu. Sekarang, genap 1 tahun Aini dan kawan-kawannya bersekolah di pondok pesantren.

Di kelas 2 ini, santriwati kelas 11 mulai aktif masuk ke organisasi sekolah. Terkecuali, Aini. Gadis itu memutuskan untuk melanjutkan menghafal Al-Qur'an, dan tidak bersekolah.

Pondok pesantren El-Huffazh memiliki 2 pilihan pondok. Yang pertama, mondok sambil sekolah. Dan yang kedua, hanya mondok, dan tidak bersekolah. Untuk yang hanya mondok, mereka fokus menghafal dan mengkaji kitab suci Al-Qur'an. Dan Aini, di kelas 2 ini, ia memutuskan untuk pindah pondok saja. Sekarang, ia harus fokus mengejar impiannya.

***

"Aini, jadi, kapan anti ke pondok baru?" tanya Fitri sembari merapihkan pakaian yang ia bawa dari rumah, untuk di simpan di lemari.

"Kata Ustadzah, sih, nanti sore, Kak. Jadi, pakaiannya enggak aku keluarkan dari koper," jawab Aini sembari membantu membereskan pakaian Fitri.

"Kenapa anti tidak mondok sambil sekolah saja? Kan bisa, menghafal sembari belajar. Agar ilmu dunia dan akhirat seimbang," tanya Fitri. Ia menanyakan hal itu kepada Aini, karena dengan mondok sambil sekolah, ia bisa mendapatkan dua hal tersebut sekaligus. Pikir Fitri.

Aini tersenyum tipis. "Aini mau fokus sama hafalan Aini, Kak. Aini akan lebih fokus mencari ilmu akhirat. " jawab gadis itu. Sekarang yang ada dipikiran Aini, ia hanya ingin menggapai impiannya. Mendapatkan ridho Allah, dan juga membanggakan orang tuanya.

"Maasyaa Allah, tabarakallah. Semoga dipermudah segala urusannya sama Allah, ya!" Fitri berdoa untuk Aini. Ia memandang kagum gadis imut yang ada di depannya. Aini adalah sosok yang tidak hanya berangan-angan dalam impiannya. Ia benar-benar semangat dalam menggapai impiannya.

"Aamiin. Kakak juga, ya!" Aini membalas doa Fitri dengan kembali mendoakan kakak kelasnya itu.

Setelah selesai menyimpan semua pakaian Fitri di dalam lemarinya. Aini dan Fitri memutuskan untuk mengisi waktu luangnya dengan menghafal Al-Qur'an. Sembari menunggu waktu Dzuhur tiba.

Aini Mengejar Impian✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang