YOUR HEARTBEAT : BAB 42

1.5K 181 11
                                    

Arya masih berusaha melancarkan serangannya padaku. Dengan sekuat tenaga aku menghindar karena aku takut ketahuan. Akhirnya aku mampu menghidar dan segera masuk ke dalam kamar.

Arya mengikutiku masuk dan langsung mengunci pintu kamar. "Mas kenapa kamu kunci pintunya ?" Tanyaku setengah berbisik.

"Aku mau nyuntik kamu bentar" jawabnya serasa menarik tubuhku ke dalam pelukannya. Aku melepaskan pelukannya. "Ini masih sore loh" jawabku.

"Pelan-pelan aja baby" bisiknya yang kini duduk di tepi ranjang bersamaku. "Ayoo dong baby. Secelup aja please..." pintanya padaku. Apa dia pikir aku tak tahu isi otaknya. Secelup secelup tapi berkali-kali.

Akhirnya hati ini luluh juga. "Iyaudah tapi sebentar aja yaa Mas.." dia mengangguk dan tersenyum dengan penuh kemenangan.

Arya membaringkan aku diatas ranjang. Bibirnya yang merah kecokelatan itu sudah melumat habis bibirku. Tangan kanannya sudah bergerilya meremas payudaraku. Sementara yang satunya mengelus pipiku.

Tok tok tok

Ketukan pintu membuat wajahnya berubah masam. "Aryaaa..." teriak papa. Arya berdecak kesal. Beberapa kali papa memanggilnya dia sama sekali tidak menjawabnya. Aku sedikit lega dan merapikan rambutku. Untung saja belum terjadi gesekan dan hujaman didalam sana.

Arya beranjak dari tampat tidur dan membuka pintu kamar. "Apasih paah ?"

"Kamu telpon Gavin sekarang" perintah papa.

"Emang papa gak punya nomor telponnya ?"

"Punya. Tapi gak diangkat. Kalo kamu yang telpon kan pasti diangkat."

Arya merengut berbalik mengambil ponselnya di meja riasku. Dia menelpon Gavin.

"Halo..kamu tuh punya ponsel kalo ada yang telpon angkaat dong" teriak Arya memarahi Gavin.

"Maaf Tuan muda. Ada apa tuan ?"

"Bentar. Nih Pah.." ucap Arya dengan kesal sambil memberikan ponselnya pada papa.

"Halo Vin.. laporkan tentang kejadian Willy di hotel tadi siang" kata papa. Wajah papa terlihat tegang dan sedikit menahan emosi. Mendengar papa berkata demikian Arya membelalakan matanya lalu mendekati papa.

"Iya Tuan. Pak Willy tanpa persetujuan kita telah menjual aset kita di Bali Tuan."

"APAAA..ADAKAN RAPAT BESOK PAGI" teriak papa. Aku terlonjak dan sedikit takut. Wajah papa berubah menyeramkan sama seperti saat papa menghajar Arya.

Papa menutup ponselnya lalu memberikan pada Arya. "Pah pah ada apa ini Pah ?" Tanya Arya.

"Willy , dia berulah lagi. Beraninya dia menjual aset kita di Bali." Kata papa.

"Willy lagi Willy lagi. Besok papa adakan rapat kan. Aku besok ikut"

"Iya. Setelah makan malam kita semua pulang. Papa gak mau kamu tinggalkan istrimu disini sendiri" Arya mengangguk mendengar ucapan papa.

"Kamu jangan cerita sama mama masalah Willy. Papa gak mau mama kepikiran"

"Iya Pah"

*****

POV Arya.

Ini sudah waktunya makan malam. Kami makan di sebuah resto dekat kampung nenek. Semua barang bawaanku dan Manda sudah dibawa sekalian. Manda juga sudah berpamitan kepada mbak Tatik tetangganya yang baik juga menitipkan rumah nenek padanya.

Aku tidak sabar untuk menunggu hari esok sejak papa berbicara masalah Willy padaku. Sepertinya mama menyadari sikapku dan papa yang banyak diam dan menunduk memikirkan masalah ini.

Your Heartbeat (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang