Di sekolah sudah jam istirahat, suasana hening tak seperti biasanya yang selalu ramai karena ada Shela. Tapi sekarang tidak, ia tidak masuk ke sekolah karena Mama nya di perbolehkan pulang nanti sore dari rumah sakit.
Siska terlalu capek mengerjakan pekerjaan rumah tanpa di bantu asistennya yang sedang pulang kampung, hingga makan saja ia tak rutin.
Vano dan ketiga temannya sedang berada di kantin menyantap makanan di mejanya. Sedangkan Naila, Alya dan Ratna uring-uringan sendiri tak mendapat kabar dari Shela.
Naila, Alya dan Ratna berjalan menuju kantin sembari mengetikkan pesan di ponselnya masing-masing.
"Shela kemana, sih, lo?" Naila bergumam dengan jari terus menari di atas layar ponselnya.
Sedari tadi mereka terus mengirim pesan pada Shela namun tak ada satu pun pesan mereka di balas.
Karena meja kantin penuh hanya tersisa di meja Vano dkk saja, alhasil mereka bertiga langsung duduk di kursi yang ada di sana tanpa memberi izin terlebih dahulu.
"Wah, wah. Apa-apaan, nih?" Eki menggeser kursinya agar tak terlalu dekat dengan Alya di sebelahnya.
"Kenapa kalian? Lomba ngetik?" tanya Noval lalu memasukkan mie ayam kedalam mulutnya.
"Shela nggak ada kabar!" seru ketiganya kompak dan sedikit keras hingga seluruh mata menoleh ke meja mereka.
Naila merasa banyak mata yang memperhatikannya, lantas ia menoleh kebelakang dan betul saja seluruh mata terfokus ke arah mejanya, "Ngapain ngeliatin kita? Mau gue colok mata lo semua make sumpit, hah?!"
Siswa-siswi yang tadi memperhatikan Naila dkk dan Vano dkk langsung mengarahkan pandangannya ke arah lain setelah Naila mengucapkan itu.
"Nggak ada kabar gimana?" tanya Sandi tak faham.
Kompak Naila, Alya dan Ratna berdecak kesal tertuju pada Sandi. "Dia nggak masuk hari ini, di chat juga nggak dibalas." kata Naila menghempas ponselnya ke atas meja.
"Sabar, mungkin ada acara keluarga," ucap Vano berfikir positif, sebenarnya ia juga kesepian karena hari ini tak ada orang yang bisa diajak bercanda seperti hari-hari biasanya.
"Lo nggak kangen gitu, Van?" tanya Sandi membuat semua heran, terutama Vano.
"Maksudnya?" tanya Vano balik.
"Nggak kangen Shela? Tuh cewek biasa lo gangguin, hari ini nggak masuk, lo nggak kesepian?" tanya Sandi semakin membuat ke enam orang di meja itu cengo.
Satu detik...
Dua detik...
Tiga detik...Tawa mereka menggema di sudut kantin tersebut, kecuali teman-teman Shela. Menjadi sorotan mata dari penghuni kantin? Oh, tentu.
"Ngapain kangen? Gue bukan siapa-siapa dia," Vano terkekeh menjawabnya.
"Yakin? Nggak ada rasa gitu?" goda Noval menyenggol lengan kekar Vano yang ada di sampingnya.
"Nggak ada," jawabnya dari mulut, tapi lain dari hati.
"Serasa jatuh cinta kalo deket Shela, asal lo semua tau." batinnya menggerutu. Ia ingin mengatakannya sekarang, tapi takut hanya disimpulkan sedang bercanda.
Handphone Vano berdering, cowok itu langsung mengambil dari saku celananya. Ia mengeryit melihat nama Shela disana.
"Kok Shela telfon gue?" gumamnya lalu menggeser tombol hijau dari layar ponselnya.
"Halo,"
"Halo, Vano. Bilangin ke temen-temen gue, kalo gue nggak bisa kabarin mereka semalam, nyokap gue masuk rumah sakit."
KAMU SEDANG MEMBACA
HAZEL
Ficção AdolescenteAlvano Hazel Rasendra, seorang cowok berparas tampan membuat siapa saja terpanah dengan ketampanannya. Dia menjabat sebagai ketua geng yang bernama Lirex. Semboyan prinsip yang mereka pegang "Tak akan pernah melawan sebelum ditantang untuk melawan"...