02- SIAPA DIA?

280 118 272
                                    

Pada jam 07.00, Vano dkk datang ke kelas setelah dari kantin. Keadaan kelas sudah ramai, semua siswa kelas tersebut sudah datang.

Shela dan teman-temannya masih bercanda ria dan sesekali tertawa di kursi belakang, tempat duduk mereka.

"Assalamualaikum," salam Vano dkk.

"Waalaikumsalam,"

Vano berjalan mendahului para sohibnya, berjalan menuju tempat duduk lalu duduk di atas meja. Sandi, Noval dan Eki pun sama melakukan apa yang Vano lakukan, duduk di atas meja.

Vano berdehem memperoleh tatapan seakan bertanya dari penghuni kelas. "Udah rame aja nih kelas. Tadi kita dateng kayak kuburan, sepi banget. Eh, bener aja gak lama lagi dedemit nya dateng." sindir Vano tersenyum miring walau sedikit, dan tak ada yang menyadari hal itu.

Mendengar sindiran Vano yang ia rasa itu ditujukan untuknya, Shela melirik tajam cowok itu. "Dedemit? Yang ngomong kaya demit,"

Vano terkekeh mendengar itu, "Demit ganteng," kini matanya menatap malas Shela.

Shela menghela nafas sabar, tangannya mengepal menahan kekesalan yang kian bergejolak dalam hatinya.

"Ekhem," Noval berdehem, seluruh mata menoleh ke arahnya. "Iya tau gue ganteng, tapi jangan di liatin gitu dong. Gue lagi sayang sama satu orang," setelah mengucapkan itu, pandangan mata Noval terhenti pada Alya membuat gadis itu dengan cepat membuang muka.

Eki yang menyadari Noval melirik Alya dan gadis itu langsung membuang muka pun mempunyai suatu rasa ingin mengejek Noval, "Gue mau pantun, denger, ya!"

"Sebelum senang pasti ada duka,"

"Cakep!"

"Eh yang di sayang malah buang muka." seluruh siswa tertawa, sedangkan Noval yang menyadari itu sindiran untuknya langsung menoyor kepala Eki.

"Asek, asek. Kena banget, tuh. Ya, nggak, Val?" goda Eki.

"Sabar mulu gue ngadepin manusia kayak lo."

"Yang penting ganteng,"

Shela terkekeh mendengar pantun dari Eki, ia melirik Alya yang sedang membaca novel miliknya. "Peka napa, Al." ia menaik turunkan alisnya.

Alya yang menyender di tembok langsung menegapkan tubuhnya, "Pacar gue ada disini semua." tunjuknya pada buku novel yang sedang dibacanya.

"Dia fiksi dan lo nyata, nggak akan pernah nyatu,"

"Jangan haluin yang nggak pasti, Al."

"Nggak papa haluin fiksi karena di fiksi gue dapet kebahagiaan, seenggaknya fiksi lebih baik dari real life." Alya membela dirinya sendiri.

"Terserah, deh," setelah mendengar itu, Alya kembali fokus terhadap buku novelnya.

"Gue juga ada pantun, nih. Tapi yang kena sasaran nggak boleh marah, ya!"

"Pantun buat aku aja, Van."

"Pasti buat gue, nih, pantunnya,"

"Dede nggak akan marah, Bang."

"Iya, Sayang. Sok atuh pantun."

Shela bergidik ngeri mendengar celotehan sebagian siswi di kelas tersebut saat Vano Berujar.

"Pak Dena bawah tongkat sihir,"

"Cakep!"

"Buset tongkat sihir." Noval tertawa disambar juga oleh Eki, humor mereka paling rendah di antara circle pertemanannya. Tawa mereka menular hingga sebagian penguni kelas terkekeh.

HAZEL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang