Buku-buku tebal yang tergeletak tak beraturan memenuhi atas kasurnya. Selama satu minggu full, rutinitas malamnya adalah belajar dan mempersiapkan materi untuk menghadapi Try Out di hari esok. Sudah 5 hari Try Out dilaksanakan, yang artinya besok adalah hari terakhir dari simulasi ujian tersebut.
Sekitar satu setengah jam ia berkutat dengan buku-buku itu, membaca materi, memahaminya, dan terakhir mengerjakan soal.
Rasa lelahnya tak sepadan dengan rasa semangatnya yang membara dalam dada. Ia sangat antusias untuk menjadikan dirinya sebagai salah satu peraih dalam peringkat tiga besar Ujian Nasional di tahun ini. Faktor eksternal yang membuat dirinya seperti ini. Bukan karena kemauan diri sendiri, melainkan untuk meraih sesuatu yang membutuhkan 'kunci'.
"Sebenarnya bisa saja saya berhenti melakukan ini, tapi ada syaratnya."
"Saya harap kamu tidak terlalu seperti Kakak mu itu."
"'Kunci' nya ada di kamu. Selama ini, saya belum pernah dengar kamu dapat peringkat. So, minimal tiga besar di Ujian Nasional, kamu dan Kakakmu 'bebas'."
Gadis dengan rambut yang ia ikat satu itu mengambil nafas panjang, mendesah lelah ketika otaknya kembali mengingat ucapan orang tuanya tempo hari.
"C'mon, Fio! Lo pasti bisa!" ucapnya guna menyemangati diri sendiri.
"Tiga besar Ujian Nasional, gue bisa dapetin itu." matanya yang terpejam dan tangannya yang mengepal kuat menunjukkan betapa berharap dan berantusiasnya ia dalam tekadnya ini.
Pikiran tak diharapkan itu datang lagi, ia teringat bahwa dari semester 1 sampai semester 5 yang mendapatkan peringkat paralel 1, 2 dan 3 adalah orang yang lumayan dekat dengannya. Termasuk juga gadis yang menjadi saingannya dalam sudut lain. Shela. Shela Anara Aurelya.
Adek dari Leon itu merogoh anak panah di nakas samping tempat tidurnya. Memfokuskan pandangan dan ujung anak panah pada satu foto dengan matanya yang tajam, melempar anak panah itu, dan---
Takk!
Sebuah foto gadis cantik yang ia sasarkan berhasil tertancap anak panah yang baru saja ia lesatkan.
Ia membatin penuh tekad. "Posisi nama lo di peringkat paralel dua bakal terganti sama nama gue. Dan itu harus." seringai tajam membentuk sempurna di bibirnya yang cantik. So pretty, but dangerous.
*****
Kebiasaan dua tahun lalu yang sering dilakukan bersama kini bisa dirasakan kembali, membayar segala kerinduan yang sempat hadir dengan mengulang lagi moment indah yang dulu sering dinikmati. Walaupun waktu tak lagi sama, bukan berarti harus dengan orang yang berbeda.
Jalan-jalan malam mengelilingi kota yang indah bersama wanita cantik diboncengannya. Makan malam di tempat favorit yang dulu sering dia kunjungi berdua. Sampai naik salah satu wahana pasar malam yang juga menjadi wahana favoritnya. Malam ini, dengan perempuan yang sama, Dion bisa merasakan itu semua.
"Masih mau main lagi?" tanya Dion kepada Nara yang berada disampingnya.
Mereka duduk di salah satu bangku sambil menyantap sempol ayam. Agaknya Nara tak mendengar karena matanya terfokus pada wahana bianglala yang menjadi wahana kesukaannya.
Dion mengikuti arah pandang Nara, lalu mendekatkan wajahnya pada telinga perempuan itu. "Aku atau bianglala yang lebih menarik?" godanya.
Nara tersadar, ia tertawa kecil sembari memukul pelan lengan kekar Dion. "Bianglala emang menarik, tapi kamu selalu membuat aku tertarik." balasnya.
Wajah Dion bersemu merah, ia mengalihkan wajah saltingnya ke arah lain agat tak dilihat oleh Nara.
Walaupun begitu, Nara tahu bahwa Dion salah tingkah. "Dih, Dion salah tingkah, dih." ejeknya sambil tertawa jenaka.

KAMU SEDANG MEMBACA
HAZEL
Novela JuvenilAlvano Hazel Rasendra, seorang cowok berparas tampan membuat siapa saja terpanah dengan ketampanannya. Dia menjabat sebagai ketua geng yang bernama Lirex. Semboyan prinsip yang mereka pegang "Tak akan pernah melawan sebelum ditantang untuk melawan"...