17- SECARIK KERTAS

63 21 9
                                    

Upacara telah selesai, seluruh siswa dan siswi telah memasuki kelasnya masing-masing. Sandi, Noval, dan Eki merasa kesepian mengingat tak ada Vano di dekatnya.

Belajar pun tak fokus, karena terus memikirkan keadaan cowok itu. Bukan hanya teman-temannya saja, Shela juga merasakan kesepian akhir-akhir ini. Walaupun ia belum menjalin hubungan apa-apa dengan Vano, namun rasa khawatirnya lebih dari sekedar teman biasa.

Derap langkah sepatu guru terdengar dari luar kelas, hingga tampak seorang wanita paruh baya memasuki kelas tersebut untuk melaksanakan tugasnya memberi ilmu pengetahuan.

Jam pelajaran akan  berlangsung seperti hari-hari biasanya namun dengan ketenangan hati yang berbeda bagi orang terdekat Vano.

"Keluarkan buku latihan matematika kalian!" ujar sang guru tegas, mau tak mau mereka semua menuruti apa yang guru itu katakan.

"Bu, maaf, saya nggak membawa bukunya." ucap Alya sibuk mengobrak-abrik isi tas miliknya.

"KE SEKOLAH UNTUK APA? KENAPA TIDAK MEMBAWA BUKU? KELUAR SEKARANG!"

Alya tersenyum tipis mengejek, ia hanya berpura-pura saja seolah tidak membawa buku, padahal ia tidak ingin mengikuti jam pelajaran guru galak yang kebetulan sekarang adalah jadwalnya.

Alya bangun dari duduknya lalu berjalan santai menuju pintu kelas, ketika sampai di depan meja guru ia berhenti dan menoleh, "Saya permisi, Bu."

Guru itu tak menjawab melainkan beralih membuka buku tebal khusus miliknya. "Oke kita mulai pelajaran sekarang."

Shela diam-diam melirik pintu kelas yang terbuka, terdapat Alya disana sedang menunjuk ponselnya bermaksud agar Shela mengecek chat yang ia kirim.

Dengan malas, Shela membuka roomchatnya dengan Alya, ada pesan yang mengajaknya untuk keluar kelas agar tidak mengikuti jam pelajaran membosankan ini.

Shela mengacungkan jari jempol terarah pada Alya, lalu ia berkata. "Bu, saya pusing banget. Izin ke UKS, ya?" alibinya mendramatis.

Sang guru menghela nafas kemudian mengangguk, Shela langsung berdiri dan keluar kelas sembari memegang kepalanya guna melengkapi drama yang ia buat.

"Gue juga pengen keluar, njir! Gimana caranya, ya?" Eki berbisik pada Noval di sampingnya.

"Pura-pura pingsan buru! Gue yang hebohin nanti." se enak kata Noval membalas seperti itu. Namun tak disangka Eki malah menjatuhkan dirinya ke samping hingga tubuhnya tergeletak di lantai dengan mata terpejam.

"WOI! EKI PINGSAN, WOI!" Noval dengan sigap langsung melaksanakan aksinya. Seketika kelas pun mendadak ramai mengerubungi Eki yang masih tergeletak di lantai.

Sang guru pun ikut panik, melihat situasi riuh seperti ini Sandi mendekatkan wajahnya pada telinga Noval, "Jangan telmi. Buru bantu gue!"

"BU, KASIHAN TEMAN SAYA! IZIN BAWA DIA KE UKS, BU!" Sandi mengangkat tubuh Eki dibantu oleh Noval. Laki-laki kelas tersebut yang tampak ingin membantu pun tak bisa karena Sandi meyakinkan semuanya bahwa ia bisa menangani ini berdua dengan Noval.

Dua cowok itu mengangkat Eki sampai keluar dan sedikit menjauh dari pintu kelas agar tak terlihat bahwa mereka hanya pura-pura. Setelah dirasa cukup, Sandi dan Noval kompak menjatuhkan Eki hingga cowok itu terjatuh mengenaskan di lantai koridor.

"Anjing! Sialan!" Eki mencoba bangkit sambil memegangi punggungnya yang terasa sedikit ngilu.

"Kemana kita?" Sandi celingak-celinguk melihat keadaan, beruntung seluruh pintu kelas di tutup untuk lebih memfokuskan jam pengajaran.

"Kantin!" bertingkah seperti mendapati ide berlian, Noval bertepuk tangan pelan untuk mengakui seberapa pintarnya ia memberi usulan tempat bolos.

Dua temannya menyetujui, akhirnya mereka bertiga berjalan mengendap menuju kantin. Setelah sampai disana, terlihat Shela dan Alya juga sedang menikmati enaknya mie ayam lengkap dengan segelas es teh di meja kantinnya.

HAZEL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang