23- NARA & DION?

52 16 8
                                    

Kesunyian menyelimuti ruangan kamar. Dion tak bisa memejamkan mata, fikirannya melayang mengingat kembali kisah nostalgia.

Melamun dengan lintas kenangan terpancar jelas dalam memori. Dia, wanita yang sampai saat ini Dion cinta berhasil membuatnya tak bisa memejamkan mata.

Dion kembali menghela nafas, ia ingin tidur tapi susah. Mengapa lintasan kenangan ini seolah tak mampu lenyap begitu saja dari memori? Susah dihapuskan atau memang ditakdirkan abadi dalam fikiran?

"Gue nggak bisa lupain lo, Nara." gumam Dion dalam kesunyian. Menyebut nama wanita yang sering membuatnya merasa terpenjara dalam kenangan nostalgia.

"Gue nyesel karena gagal lindungin lo." ucapnya lagi.

"Harusnya lo bahagia, Ra."

Dion menjatuhkan tubuhnya di kasur, ia kembali menghela nafas gusar. "Sumpah, Ra. Gue nggak bisa lupain lo."

"Bisa-bisanya lo rusak ditangan sahabat gue sendiri, Ra. Gue emang bodoh, Ra. Gue bodoh. Gue gagal lindungin lo." Dion mengusap wajahnya kasar.

Dion benci dengan keadaan ini. Dimana ia mengingat hal yang mengundang kekecewaan terhadap diri sendiri atas perilaku yang sama sekali tidak ia perbuat. Hanya kecewa tak bisa menjaganya. Ingin melupakannya namun sulit.

"Gue gagal jaga lo, Ra."

Cklek

"Anak setan!" batin Dion mengumpat.

Pintu terbuka menampilkan seorang remaja laki-laki yang kini dengan santainya bersedekap dada sambil menyender. "Ngapain lo jam segini belum tidur? Jaga lilin?" tanya nya.

"Ada juga lo yang ngapain?! Ganggu gue mulu lo, ah," Dion langsung duduk lalu melempar bantal dan tepat mengenai wajah tampan milik Vano, adiknya. Sudahlah, vibes galau ala Dion rusak.

"Nara lagi, Nara lagi. Mungkin Nara udah nikah, udah punya anak lagi, udah bahagia. Lah terus lo disini galau buat apa, Yon?" mulut Vano emang minta digeplak.

"Eh, bocah. Lo ga ngerti, udah sana lo balik ke habitat lo." usir Dion. Vano tak menanggapinya, ia justru terkekeh.

"Denger ya, nggak ada gunanya lo galau kayak begini, Dion. Lagian siapa tau Leon udah insap dan diem-diem si bajingan Leon udah tanggung jawab." ucap Vano dibalas tatapan nyalang dari Dion.

"Gue rela mati besok kalo emang si Leon berani tanggung jawab buat Nara." ujar Dion, sebetulnya ia geram mendengar nama 'Leon'.

"Kurang lebih dua tahun lalu Nara hamil anak Leon disaat kalian semua sahabatan, bukan? Nara hamil, Yon. Nara hamil." tekan Vano.

"Gak usah diperjelas juga gue tau!" Dion berusaha meredam emosinya. Ditambah lagi sekarang melihat Vano dengan santainya duduk di kursi belajar yang ada disamping pintu.

"Gini ya, sekarang tentuin apa yang lo mau-"

"Gue mau Nara."

"Gue belum selesai ngomong, bego."

"Sekarang lo tentuin apa yang lo mau, dan lakuin. Kebetulan gue masih inget masalahnya, makanya gue ngingetin lagi ke lo. Siapa tau lo otaknya tua. Pikun." kata Vano lagi. Bagi Dion, kata demi kata yang keluar dari mulut Vano jika tertuju padanya, mengandung tingkat tekanan emosi.

HAZEL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang