Catatan Ketujuh

995 99 18
                                    

Hubungi aku.

Jeno merasa kewarasannya telah hilang. Ucapan Nara terakhir kali terngiang di kepala, bahkan sejak kepergian gadis itu beberapa saat yang lalu ia masih saja tersenyum.

Mungkin jika Jaehyun melihatnya, ayahnya itu akan meledeknya. Seperti tempo hari ketika Jeno ketahuan senyum-senyum sendiri sembari memandangi earbuds-nya di ruang tengah. "Gigimu bisa kering jika terus menerus tersenyum seperti itu, Jen. Apakah karena gadis yang bernama Nara itu hingga anak ayah terlihat seperti orang gila?"

Jeno mengambil kertas yang Nara tinggalkan di meja, ia memandangi kertas itu sebelum akhirnya ia kembali tersenyum. "Ya. Aku akan menghubungimu."

Jeno menarik piring berniat menghabiskan cheesecake, ia memandangi garpu yang pernah dengan krim kocok. "Bagaimana mungkin aku makan dengan piring dan sendok yang sama dengannya? Astaga Seo Nara, kau membuatku benar-benar gila."

Demi apa pun, Jeno merasa keputusannya untuk mencari udara segar malam ini adalah keputusan yang sangat tepat. Meskipun setelah ini ia semakin tak bisa tidur lantaran memikirkan kejadian yang baru saja ia alami. Seo Nara benar-benar membuat kewarasan seorang Jung Jeno hilang!

Satu potongan kecil cheesecake Jeno masukkan ke dalam mulut, "sepertinya memang indra perasaku bermasalah." Jeno bergumam, saat ia kembali tak bisa merasakan cheesecake yang Jaemin bilang rasanya sangat manis.

Potongan terakhir cheesecake habis tepat saat jarum jam menunjuk angka dua belas, ia menyesap americano-nya dan bergegas pulang tak ingin Jaehyun menunggu terlalu lama. Jeno berdiri dari tempat duduk, baru saja dua langkah ia berjalan tiba-tiba kakinya tak bisa di gerakkan. "Oh ayolah."

Jeno mencoba berjalan namun kedua kakinya tak ingin bergerak, ia terus mencoba sampai akhirnya ia kembali terjatuh.

Naas, lagi-lagi wajahnya menjadi sasarannya. Kali ini dahinya membentur meja yang ada di hadapannya, suara benturan yang cukup keras mampu membuat beberapa pengunjung café terkejut. Semua pasang mata menatap ke arah Jeno kemudian seorang pelayan membantu Jeno bangun, "apa kau baik-baik saja?" Tanya pelayan itu dan diangguki oleh Jeno. "Darah!" Pelayanan itu terkejut melihat darah mengalir di pelipis Jeno lantas mengambil sebuah tisu kemudian memberikannya pada Jeno.

Jeno memegangi pelipisnya, ia menutupi pelipisnya dengan tisu untuk menghentikan darah yang keluar. "Aku baik-saja, terima kasih banyak." Jeno tersenyum santun. Ia kembali duduk di kursi sementara pelayan itu kembali bekerja.

Tangan kanan Jeno tergerak untuk merogoh saku dan mengambil ponsel, mencoba menghubungi Jaehyun untuk membantunya pulang.

"Ayah, apakah Jeno bisa minta tolong?"

"..."

"Bisakah ayah kemari menjemput Jeno?"

"..."

"Aku tak tahu, tapi kaki Jeno tak bisa di gerakkan."

"..."

"Café langganan Jeno di dekat persimpangan."

"..."

"Iya yah, terima kasih banyak. Jeno tunggu."

Setelah panggilan Jaehyun terputus Jeno terdiam memandangi kedua kakinya. Ia semakin tak mengerti mengapa badannya tak mau bergerak seperti keinginannya dan refleks tubuhnya semakin buruk.

Tak berapa lama ayahnya datang, Jaehyun melihat sekeliling mencari keberadaan Jeno. Melihatnya, lantas Jeno melambaikan tangan. Saat Jaehyun tepat berdiri di depannya, Jeno tahu jika ayahnya itu berlari terlihat dari nafasnya yang memburu ada raut kekhawatiran di wajahnya.

Dad, I'm Dying | JENO ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang