Catatan Kesepuluh

1.1K 98 9
                                    

"...kita baru saja akan melewati akhir bulan Juli, namun rasanya sudah sangat panas, hal ini sudah terjadi setidaknya selama tujuh hari terakhir. Terpantau suhu sudah melewati tiga puluh derajat Celsius---"

Sayup-sayup Jeno bisa mendengar suara seorang wanita membawakan berita, meskipun tak terlalu yakin mungkin itu adalah Jaehyun yang sedang menonton televisi. Membuka kedua matanya perlahan, Jeno merasakan kepalanya berputar. Setitik cahaya terlihat begitu samar, ia mengerjap perlahan mencoba menyesuaikan diri. Semakin lama cahaya itu semakin terlihat terang, pandangan yang sebelumnya mengabur perlahan mulai terlihat jelas.

Bola lampu. Meskipun belum terlalu jelas namun ia bisa melihat benda itu terpasang tepat berada di atasnya. Tangan Jeno terayun, mencoba menghalau sinar yang dipancarkan sehingga tak terlalu silau.

Kemudian suara pembawa berita tak terdengar lagi, di gantikan dengan suara Jaehyun yang memanggil namanya, "Jen, kau sudah bangun." Jeno bisa merasakan kehadiran Jaehyun di sekitarnya. Tangan Jaehyun terulur untuk menyentuh dahi Jeno, demam nya sudah turun. "kau sudah bangun? Apa yang kau rasakan sekarang?"

"Yah, silau..." Jeno tidak kembali melanjutkan ucapannya karena beberapa detik setelahnya Jaehyun kembali menginterupsi. "Sebentar, ayah akan memanggil dokter."

Ah, rupanya aku masih di rumah sakit.

Jeno memandang ke sekeliling ruangan, ia mengamati satu per satu benda yang ada di sana sementara Jaehyun berbicara dengan petugas melalui intercom. "Yah..." Jeno kembali memanggil Jaehyun, sementara ayahnya itu mendekat. Jeno kembali mengerjapkan matanya, kemudian menyentuh pipi Jaehyun dengan menggunakan tangan kiri. "Ini benar ayah?"

Jaehyun tersenyum, "iya Jen, ini ayah." Menganggukkan kepala beberapa kali, "kau bisa melihat wajah ayah?"

Bukannya menjawab pertanyaan Jaehyun, Jeno justru mengulang pertanyaannya kembali untuk memastikan, "ini benar ayah?" Jeno tertawa disertai lelehan air mata yang menetes, "aku bisa melihat wajah ayah."

Jeno menyentuh lesung pipi yang tercetak di pipi Jaehyun, kemudian menekannya dengan telunjuk. "Aku bisa melihat lesung pipi ayah dan merasakan dengan jariku." Tak ada respons yang di berikan Jaehyun, ia hanya tersenyum dan masih memandangi wajah Jeno, benar-benar terasa melegakan.

Maka Jeno tak lagi menyentuh pipi Jaehyun ketika seorang dokter telah tiba dan berdiri  bersebelahan dengan Jaehyun. Dokter laki-laki yang terlihat seumuran dengan ayahnya itu melempar senyum pada Jeno, "dokter periksa dulu ya Jen." Jeno mengingat suara ini, suara yang ia dengar terakhir kali sebelum ia tertidur.

Bergantian dokter itu memeriksa kedua mata Jeno kemudian melakukan tes sederhana, "Jeno bisa melihat dokter?" Tanya dokter, sembari mengangkat kelima jarinya. "Jeno bisa lihat ini berapa?"

"Tentu saja dok! Aku bisa melihat dokter." Jeno menjawab dengan antusias. "Lima." Ibu jari dan kelingking dokter terlipat, menyisakan tiga jari. "Kalau ini?"

"Tiga."

"Kalau di bandingkan dengan sebelumnya, bagaimana penglihatanmu? Apakah sama, semakin jelas atau justru mengabur?" Jeno mengedipkan mata, "kali ini sedikit buram."

Dokter itu beralih, ia membuka selimut yang menutupi kaki Jeno kemudian menyentuh kaki kiri Jeno. "Apakah kau bisa menggerakkan kaki mu?"

Maka Jeno berusaha menggerakkan kakinya setelah mendengar penuturan sang dokter. Air muka Jeno berubah, meskipun ia sudah berusaha nyatanya kedua kakinya tak bisa ia gerakkan.

Mengerti dengan perubahan wajah Jeno, dokter itu tak melanjutkan pertanyaannya. "Jeno belum makan kan? Kalau begitu Jeno makan dulu, ya. Setelah itu kau bisa minum obat, dokter ingin berbicara dengan ayah Jeno sebentar."

Jaehyun mengusap dahi Jeno, "Jeno mau makan sekarang? Ayah siapkan—"

"Jeno belum lapar yah."

"Tapi kau harus meminum obatmu, agar cepat sembuh."

"Kenapa kakiku belum bisa bergerak, yah?" Jeno menatap Jaehyun dengan tatapan sendu, bulir-bulir air mata menumpuk di pelupuk mata hampir tertumpah. "Ayah..."

Jeno tak bisa mengerti dengan keadaannya kini, seberapa keras pun ia mencoba ia masih saja tak paham. Bagaimana bisa tak ada angin tak ada hujan, dalam sekejap ia kehilangan kemampuan untuk berjalan bahkan menggerakkannya saja ia tak mampu.

"Jeno, ini hanya sementara. Jeno tak perlu khawatir, nanti kau bisa menggerakkan kedua kakimu kembali, kau bisa berjalan bahkan berlari seperti sebelumnya. Maka dari itu, Jeno harus mendengarkan apa kata dokter, dokter sedang berusaha membantu Jeno agar Jeno bisa sembuh." Dokter itu kembali berujar, terus tersenyum ramah berusaha menjelaskan situasi dan terus menenangkan Jeno. "Jeno mau kan?"

Dokter itu paham. Ini pasti sangat sulit bagi Jeno. Selama beberapa tahun terakhir bekerja sebagai seorang dokter, ia bertemu dengan banyak sekali pasien hal semacam ini lumrah terjadi meskipun jika boleh jujur ini kali pertama ia menangani pasien seperti Jeno. Jeno masih sangat muda, namun harus berjuang menghadapi penyakit langka semacam ini.

Jeno hanya diam, bukan karena ia tak mengindahkan ucapan sang dokter namun semua ini membingungkan baginya. Jeno memalingkan pandangan, ia mendengar helaan napas di ikuti dengan kalimat permintaan maaf yang keluar dari lisan Jaehyun.

Jeno melihat ke arah jendela, di luar begitu terang langit terlihat membiru beberapa gedung pencakar langit menghiasi pemandangan kota di siang hari. Musim panas adalah waktu terbaik untuk berlibur. Jeno berbicara dalam benak, padahal ia telah menyusun banyak sekali rencana yang akan dilakukan ketika musim panas tiba. Namun, ekspektasi memang terkadang tak sesuai realitas. Bukannya pergi berlibur, Jeno justru harus menginap di rumah sakit.

Padahal Jeno sudah membayangkan akan berkemah, bersepeda, memancing dan tentu saja mendaki sebuah bukit di akhir pekan bersama dengan Jaehyun. Atau pergi memakan seafood di pinggiran, pasti pantai akan dipenuhi pengunjung yang sedang berlibur.

Lalu, ia teringat sebuah nama.

Seo Nara.

Benar. Ia belum menghubungi gadis itu sampai saat ini. Pasti gadis itu menunggu pesan dari Jeno.

Kemudian Jeno mencari ponselnya, menggunakan kedua matanya ia menyisir seluruh penjuru ruangan dan mendapati ponselnya berada di atas nakas bersebelahan dengan buku harian nya. Jeno yakin, pasti Jaehyun sengaja membawa buku hariannya ke rumah sakit.

Sedikit menggeser tubuhnya ke kiri, tangan Jeno terulur untuk meraih ponsel. Jemari tangan Jeno menyentuh ponsel tersebut namun ia belum bisa menggenggamnya. Jeno kembali memajukan tubuhnya, dengan bersusah payah ia mencoba namun jemarinya justru mendorong ponsel menjauh.

Jeno masih berusaha meraihnya, namun ia tak sadar jika separuh tubuhnya sudah melewati ranjang maka yang terjadi setelahnya adalah Jeno terjatuh tanpa bisa mendapatkan ponselnya. Jeno berpegangan pada ranjang mencoba berdiri, namun saat ia mencoba justru ia kembali terjatuh karena kedua kakinya tak bisa di gerakkan sama sekali.

Berkali-kali Jeno mencoba, namun hasilnya selalu sama.

Pegangan tangan di ranjang semakin melemah, tubuh Jeno semakin turun. Bahunya bergetar, padahal aku hanya ingin berdiri namun kenapa sesulit ini. Kemudian Jeno menyerah.

Jeno terduduk di lantai, memasrahkan dirinya sampai ada orang yang datang untuk membantu nya bangun.

Ya, hanya berdiri.

Namun, kenyataannya sesulit itu.

———-

Dad, I'm Dying | JENO ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang