Catatan Kelima

1.1K 105 17
                                    

Malam ini udara terasa sangat dingin, kendati demikian Jeno enggan menutup jendela membiarkan angin malam berhembus masuk ke dalam kamarnya. Cahaya temaram dari lampu belajar menjadi satu-satunya penerangan, sudah tiga puluh menit berlalu namun ia masih diam memandangi buku hariannya yang ia biarkan terbuka. Banyak hal yang sebenarnya ingin ia tuliskan, namun ia tak tahu harus mulai dari mana.

Jeno meraih sebuah foto yang terletak di sudut meja kemudian memandanginya, itu adalah fotonya bersama dengan Jaehyun beberapa tahun lalu ketika ia menjuarai lomba lari. Mata Jeno terpaku pada foto tersebut, rasanya dirinya seperti ditarik kembali ke hari dimana foto tersebut diambil.

Hari itu, Jeno masih duduk di bangku kelas satu sekolah menengah pertama. Ia terpilih mewakili sekolah nya untuk berkompetisi dalam olimpiade olahraga dan bukan hal yang sulit baginya untuk menyabet medali emas. Jeno masih ingat betul betapa Jaehyun bangga padanya, bahkan ia diberikan hadiah oleh Jaehyun.

"Kau boleh meminta apapun, nanti akan ayah kabulkan."

Jaehyun menawari Jeno banyak hal termasuk liburan salah satunya, Jeno sempat tertarik pada tawaran Jaehyun karena memang ia menginginkan berlibur ke Jepang apalagi jika itu berdua dengan Jaehyun artinya Jeno bisa menghabiskan banyak waktu berdua dengan ayahnya.

"Kenapa Jen? Kenapa kau menekuk wajahmu seperti itu?"

"Jeno mau disini saja yah, kalau ke Jepang jauh."

"Kalau begitu, bagaimana kalau kita ke Jeju atau Busan?"

"Daegu, Jeno ingin ke Daegu."

"Daegu?"

"Iya. Jeno mau ke tempat bunda, Jeno ingin memberikan medali pertama Jeno untuk bunda."

"..."

"Meskipun bunda sudah tidak disini bersama Jeno sama ayah, tapi kita tidak boleh lupa sama bunda. Kalau ke Jepang hanya berdua, bunda tidak bisa ikut. Makanya mau ke Daegu aja, jadi bisa bertiga sama bunda. Lagipula sudah lama Jeno tidak menjenguk bunda."

"..."

"Tidak masalah kan, yah?"

Setelahnya tubuh Jeno di dekap oleh Jaehyun, ayahnya itu hanya diam sementara pelukan nya semakin erat. Dilanjutkan dengan sore di hari yang sama keduanya bertolak menuju Daegu.

"Bunda..." Jeno memberikan salam pada ibunya. "Jeno datang. Bagaimana kabar bunda? Maaf butuh waktu lama untuk Jeno berkunjung."

Jaehyun yang berdiri di belakang Jeno hanya diam menyaksikan anaknya yang mulai bercerita dengan istrinya.

"Jeno tidak punya sesuatu yang bisa dibanggakan makanya Jeno malu datang menemui bunda. Jeno takut bunda kecewa." Jeno meletakkan medali di sebelah foto mendiang ibunya. "Kemenangan pertama Jeno untuk bunda, Jeno menunggu momen seperti ini sehingga Jeno bisa kesini."

Jaehyun memberikan waktu untuk Jeno bisa bercerita, ia meninggalkan Jeno seorang diri.

"Ayah menjaga Jeno dengan sangat baik, ayah adalah ayah yang hebat dan ayah terbaik. Jadi bunda tidak perlu khawatir. Hanya saja Jeno belum bisa hibur ayah kalau ayah lagi sedih, diam-diam Jeno kadang lihat ayah menangis di depan foto bunda. Dan Jeno hanya bisa diam, Jeno tahu kalau ayah rindu sama bunda."

Jeno mengusap air mata nya yang menetes. "Tapi Jeno janji, kedepannya akan berusaha buat hibur ayah dan selalu ada untuk ayah. Jeno juga janji bakal jadi anak yang baik jadi tidak membuat bunda dan ayah kecewa."

"Jeno pulang dulu ya bunda, nanti Jeno bakal sering-sering kesini jadi bunda tidak kesepian. Jeno sayang bunda."

Tanpa Jeno ketahui, Jaehyun terisak dari balik dinding. Dadanya berdenyut nyeri, ia tak bisa menahan air mata yang tumpah. Entah harus sedih atau bangga dalam waktu bersamaan, yang jelas ia tak pernah menyangka akan mengetahui isi hati putera nya seperti itu. Mengusap air mata yang tertinggal di pipi, lantas Jaehyun kembali mendekati Jeno.

Dad, I'm Dying | JENO ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang