Catatan Ketiga puluh dua

676 35 8
                                    

Sebelum baca yuk follow dulu akun trulyzen kalo udah pencet bintangnya terus spam komen yaa~

Siap? Tarik napas dulu dan happy reading!

▪︎▪︎◇▪︎▪

Siang itu langit nampak cerah, matahari sangat terik berada di atas kepala membuat suhu lebih tinggi dari hari sebelumnya. Tubuh semampai seorang gadis dengan rambut di gelung asal terlihat begitu apik dengan wajah manisnya, Nara berkunjung ke rumah sakit seperti yang selalu ia lakukan akhir-akhir ini untuk mengantarkan beberapa keperluan paman Seo atau hanya sebatas berkunjung tanpa tujuan yang berati. Terkandang, tanpa sadar gadis itu akan melangkahkan kakinya menuju ke ruangan paling ujung di bangsal khusus penyakit saraf—tempat dimana Jeno di rawat sebelumnya. Namun kini, laki-laki itu sudah tidak ada disana.

Duduk di bangku sembari menatap kosong ke arah pintu terus Nara lakukan sampai tiga puluh menit ke depan, banyak kata yang ingin ia sampaikan pada Jeno. Satu diantaranya adalah kata maaf, meskipun Nara tidak pernah tahu kesalahan apa yang ia perbuat yang membuat Jeno menutup komunikasi dengannya. Seluruh pesan yang ia kirim pada Jeno tak ada yang dibaca, lalu ketika ia coba untuk menelepon panggilannya masuk ke kotak pesan yang berati Jeno telah menonaktifkan ponselnya.

Perlakuan semacam ini bukan hanya ia yang mendapatkannya, Jaemin yang notabene adalah sahabat terdekat Jeno juga turut diperlakukan demikian. Menurut cerita Jaemin semalam, laki-laki bermarga Na itu mencoba menghubungi paman Jaehyun namun Jeno menolak berbicara dengannya. Sebenarnya apa yang terjadi, kesalahan apa yang aku perbuat sampai kau menghindariku juga Jaemin, Jen?

Adegan serupa masih berjalan, gadis itu kini terlihat semakin sendu lantaran ia mengingat peristiwa yang pernah terjadi di ruangan itu bersama dengan Jeno. Meskipun tak banyak kenangan bersama dengan Jeno, namun momen ketika bersama dengan Jeno adalah salah satu waktu terbaik baginya. Dari Jeno, Nara bisa belajar banyak hal. Sesuatu yang tidak ia dapatkan ketika bersama dengan orang lain, termasuk Jaemin.

Mungkin banyak orang yang bertanya, bagaimana bisa gadis itu mengenal Jaemin padahal tak banyak interaksi yang terjadi di antara mereka.

Setidaknya itu adalah anggapan orang-orang.

Padahal sebenarnya banyak interaksi yang terjadi diantara keduanya yang tidak diketahui orang-orang, dibanding dengan Jeno justru Jaemin yang mengenal Nara terlebih dulu. Waktu itu mereka masih duduk di bangku sekolah dasar, saat ada pertemuan keluarga antara keluarga Seo dan keluarga Na.

Keluarga Na menjalin kerjasama dengan bibi Seo, membuat kedua keluarga semakin dekat. Nara dan Jaemin kecil yang saat itu diajak kemudian saling mengenal satu sama lain. Sebab keduanya berada disekolah yang berbeda dan kerjasama bisnis diantara kedua keluarga telah selesai, membuat mereka berdua tidak pernah bertemu.

Lalu, baik Jaemin maupun Nara sama terkejutnya ketika mereka berada di sekolah yang sama. Lalu, interaksi antara keduanya terjadi. Jaemin memang tidak pernah menceritakan tentang hubungannya dengan Nara, bahwa mereka sudah mengenal sejak lama. Kemudian Jaemin semakin mengurungkan niatnya saat ia tahu jika Jeno menaruh hati pada gadis Seo.

Ponsel Nara berdering, ia mengangkat panggilan masuk yang ternyata dari Jaemin.

"Aku sedang di rumah sakit, tadi paman memanggilku."

"..."

"Baiklah, aku segera kesana."

Nara menutup panggilan setelah mendengar ucapan Jaemin, gadis itu kemudian beranjak pergi menuju tempat yang Jaemin sebutkan. Butuh lima belas menit lamanya bagi Nara untuk sampai di sebuah kedai kopi di pinggiran taman kota dengan menggunakan bus. Gadis Seo itu mencari keberadaan Jaemin di seluruh penjuru kedai dan mendapati Jaemin duduk di pojok ruangan sembari menyesap kopi kesukaannya—Ice Americano triple shot.

Nara meletakkan sling bag di meja lalu menarik kursi di hadapan Jaemin. Dihadapannya sudah ada segelas ice americano double shot, sekilas terlihat mengejutkan jika keduanya mempunyai selera yang hampir sama namun memang seperti adanya.

"Jeno mendengar percakapan kita tempo hari." Suara rendah Jaemin mengalun merdu di telinga Nara, laki-laki itu menatap Nara dengan tatapan yang tidak bisa di mengerti oleh Nara. "Itulah sebabnya dia mendiamkan kita seperti ini."

Nara menghela napas, "sudah aku katakan sejak awal kalau ini bukan rencana yang baik, Na."

Jaemin menggeleng tak setuju dengan ungkapan Nara, "hanya ini satu-satunya cara yang bisa kita lakukan untuk membantunya."

"Dengan cara membohongi Jeno? Menyakitinya?" Manik mata Nara menatap tajam Jaemin, namun sesaat setelahnya hawa panas terasa di matanya. "Kita harus menghentikan ini semua, sebelum semakin jauh."

"Satu-satunya gadis yang Jeno inginkan itu kau, Ra." Jaemin menatap Nara memohon. "Aku bisa melihat jelas dari matanya, jika Jeno benar-benar jatuh cinta padamu dan menginginkanmu."

Nara menggeleng, "tapi caranya salah, Na!"

"Sekali saja, Ra. Bantu aku."

Nara memejamkan mata sekian detik, "lalu bagaimana denganku? Aku membohonginya terus menerus, aku juga membohongi hatiku."

"Kali ini saja Ra, aku janji. Setelahnya tidak lagi."

"Aku sudah tidak bisa bersandiwara lagi, aku benar-benar merasa bersalah padanya." Nara mengungkapkan sesuatu yang menganjal dalam dada, sesuatu yang membuatnya tak tenang belakangan ini. "Ayo Na, hentikan semua ini sekarang juga sebelum kita semakin menyakiti Jeno."

Jaemin tak bersuara sama sekali. Laki-laki itu merasa dilemma, di satu sisi ia ingin melihat Jeno bahagia bersama dengan gadis yang dicintainya namun di sisi lain ia menyadari cara yang ia lakukan salah seperti ucapan Nara. Ia adalah pihak yang paling bersalah disini karena telah mengatur segala sesuatu sesuai dengan skenario yang telah ia buat sebelumnya.

Melihat Jaemin yang masih diam dan berkutat dengan pikirannya sendiri, Nara tergerak untuk menyentuh jemari Jaemin, "kenyataannya adalah yang aku cintai itu kau, Na. Bukan Jeno."

Jaemin memejamkan mata, kemudian menarik tangannya dari genggaman Nara. "Kau hanya tidak menyadarinya, Ra. Kau itu mencintai Jeno, meskipun bibirmu berkata sebaliknya." Tatapan Jaemin berubah menjadi dingin, "jika kau tak mencintainya kau tidak mungkin akan mendatanginya setiap hari di rumah sakit. Kau tidak akan capek-capek membuatkan makanan kesukaannya, kau tidak akan berdandan sampai seperti itu menggunakan pakaian terbaikmu setiap kali bertemu dengannya. Padahal selama aku mengenalmu, kau adalah gadis yang tidak terlalu peduli dengan penampilan. Kau tidak akan menunggu di depan pintu ruang rawatnya selama itu meskipun kau tahu jika Jeno tak ada disana dan entah kapan akan kembali."

Nara hendak membuka suara namun Jaemin lebih dulu berbicara untuk melanjutkan kalimatnya, "kau tidak akan menunggu di kafe itu selama berhari-hari berharap dia akan menghubungimu. Kau tidak akan duduk di bangku yang sama dengan yang Jeno duduki setiap hari semenjak dia tak bisa datang ke sekolah." Jaemin menatap Nara. "Kau bilang kau tidak mencintainya? Lalu semua itu apa, Ra?"

Bahkan Nara tidak menyadari jika ia melakukan semua hal yang Jaemin sebutkan tadi. Apakah memang seperti itu dan ia hanya tidak menyadari perasaannya sendiri?

"Ra, kau harus membuka mata dan bisa membedakan siapa sebenarnya yang kau cintai antara aku atau Jeno." Kata Jaemin. "Sebelum kau menyesal karena tak bisa mendapatkan salah satu dari aku atau Jeno."

Jaeminmenegakkan punggungnya, "karena sejak awal dan bahkan sampai detik ini, aku tidak pernah sedikitpun menaruh rasa padamu."

▪︎▪︎◇▪︎▪

Dad, I'm Dying | JENO ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang