Tanggal 27 Desember, pukul 22.16 WIB dan waktuku untuk memeluk Alden hanya tersisa empat hari.
Aku baru sampai di apartemen usai shift soreku, baru akan membuka pintu apartemen ketika melihat Alden keluar dari lift dan berjalan mendekat. Dia kembali singgah ke tempat ini sangat tak biasa, namun aku begitu senang. Terakhir kami bertemu adalah ketika dia pamit ikut apel pagi setelah menginap 3 malam di apartemen ini, tentu saja karena aku yang tak membiarkannya kembali ke messnya. Baru beberapa jam dan rasanya aku sudah begitu merindukannya.
Dia menurutiku untuk kembali datang ke tempat ini. Dia tak curiga, katanya justru aku kian manis. Dia sangat menyukai Alda yang manis dan manja, meski katanya dia sangat dimudahkan juga dengan Alda yang mandiri dan tangkas.
Aku urung membuka pintu, saat dia mendekat aku memeluknya begitu erat. Alden bahkan terkekeh sekaligus kebingungan melihat tingkahku.
"Saya kangen sekali sama Mas Alden." Ucapku tanpa malu, menumoukan daguku di pundaknya.
"Ini Alda?" Tanya Alden.
"Iya, siapa lagi kalau bukan Alda?" Balasku sengit.
Kurasakan usapan lembut tangan Alden di punggungku yang rasanya menenangkan. "Maaf tadi tidak bisa menjemput kamu, saya datang dari Bekasi tadi."
"Jangan berbicara seolah sesering itu kamu mengantar saya." Aku masih bersungut.
Alden yang tenang menjawabku, "iya cantik. Tapi kamu harus ingat, jika saya ada waktu saya selalu menyempatkan banyak-banyak untuk kamu."
"Terima kasih." Aku tak tahu lagi harus menambahkan apa, aku benar bersyukur.
"Kembali kasih."
"Kamu menginap disini lagi 'kan malam ini?" Sebenarnya aku ingin meminta.
"Kenapa?"
Aku melepas pelukanku, memberi sedikit jarak di antara kami. "Tidak, saya hanya merasa akan baik-baik saja jika kamu ada disini."
"Maaf, mungkin nanti. Malam ini saya tidak bisa menemani kamu, mungkin juga beberapa hari ke depan saya tidak bisa menemui kamu. Saya datang untuk pamit dan mengantar ini..." dia mengangkat plastik besar untuk menunjukannya padaku. "Ini obat-obatan untuk kamu, perut kamu masih sakit? Saya bawakan kiranthi juga."
Rasanya sakit perutku kian tak berujung, tubuhku mendadak lemas. "Ini sudah hari kelima, tapi entah kenapa masih sakit padahal biasanya tidak. Apa kamu bisa tetap disini Mas?"
"Saya pergi ngga akan lama."
Tapi dia tak akan bisa menjabin apakah bisa pulang sebelum oergantian tahun, di sedikitnya waktu yang ada. "Kamu mau ke luar kota..." aku masih tak terima sekaligus bingung.
Dia mengangguk pelan, "ya..."
Aku merasa kacau, kenapa dia harus pergi di saat waktu kami hampir habis.
"Tapi ini tanggal 27, 28?"
"Alda, kamu cukup tahu bagaimana pekerjaan saya." Jelasnya pelan.
Namun yang kumaksud bukan demikian.
"Kapan kamu akan pulang, lusa?"
"Saya belum tahu, kemungkinan sekitar 3-4 hari. Bisa jadi pergantian tahun saya belum pulang."
"Mas..."
Tangannya bergerak mengusap pipiku. "Bukannya ini lebih dari sering, kata kamu?"
"Tapi kenapa harus sekarang. Apa tidak bisa orang lain saja yang pergi, jangan Mas Alden." Aku benar-benar ingin menangis.
"Saya suka sekali saat kamu panggi begitu."
Aku mendengus kesal.
Dia tergelak, "seperti yang sudah-sudah, saya akan pulang kepada kamu."
Tapi belum tentu akan tetap sama. Belum tentu aku akan tetap menjadi tempatnya untuk pulang.
"Boleh saya ikut?"
"Kalau kamu muat di dalam dompet saya, saya akan coba untuk mempertimbangkannya."
"Mas..." aku kembali memeluknya erat-erat. "Pulang secepat apapun yang kamu bisa."
"Doakan semua berjalan lancar, supaya semuanya cepat selesai."
Aku mengangguk, aku akan mendoakannya. "Hati-hati."
Dia mengecup puncak kepalaku.
Tak lama panggilan masuk ke ponselnya, namun aku tak melepaskan pelukanku pada tubuh kokohnya.
Waktunya benar-benar tak banyak tersisa. Dan tampaknya Tuhan ingin memisahkan lebih cepat.
Aku masih terus memeluk Alden erat, bahkan kian erat meski dia telah melangkah menjauh dari unit apartemenku. Aku menahannya di depan pintu. Kuminta dia untuk masuk sebentar barang meminum segelas air, tapi dia tak punya waktu.
Kuminta dia mengecup puncak kepalaku, dia menurut. Tanpa kuperintah lagi Alden mengecup kedua pelupuk mata dan pipiku, kening, hidung dan bibirku. Namun, rasanya masih sulit melepaskannya.
"Alda, saya harus berangkat sekarang."
Membuang napas keras, dengan berat kupelas pelukanku pada tubuhnya. "Biar saya antar."
Tapi Alden menggeleng, "sudah malam. Saya parkir di depan, kamu bisa lihat dari balkon." Dia merogoh saku celananya, memberikan kunci mobilnya padaku.
"Apa..."
"Saya punya sesuatu untuk kamu di dalam mobil. Maaf saya tidak punya waktu, kamu bisa ambil sendiri."
"Mas jangan pergi yah, kali ini saya mohon." Aku memohon.
Alden menggeleng tegas, dia nampak tak bisa dibantah. Di dorongnya tubuhku masuk ke dalam apartemen dan menutup pintu dari luar.
Aku menurut, menunggu dia turun dari atas dan melihatnya di bawah dari balkon. Aku menelfonya saat dia berjalan menuju mobil rekan setimnya yang baru terparkir di depan lobi. Dia berhenti berjalan menerima telfonku.
"Saya sudah rindu dengan kamu. Mas Alden rindu dengan saya?" Ucapku bertanya.
Kulihat dia menggeleng, masih mendongak ke atas. "Saya tidak rindu."
"Saya kecewa,"
"Tapi saya sangat-sangat rindu sekali dengan kamu.
"Satu sampai sepuluh?"
"Satu desiliun."
"Ada 33 angka nol?" Memastikan ingatanku.
Dia mengangguk, "sebenarnya lebih, tapi saya tidak tahu lagi angka di atasnya."
Aku tersenyum kali ini. "Oke, i love you Aldeno."
"I love you too Esmeralda."
"Saya sangat mencintai kamu."
"Saya sangat-sangat mencintai kamu."
Kurasa ini bukan akhirnya. Melihat Alden masuk ke dalam mobilnya, lalu hilang dari pandanganku. Aku akan berdoa supaya lusa pria itu kembali, dan kami masih bisa merasakan akhir tahun bersama. Tapi, jika pria itu belum juga kembali hingga pergantian tahun, ini bukanlah akhir yang terlalu buruk selain terlalu cepat.
♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡
Dipublish di Brebes (Jatibarang) Rabu, 28 Juli 2021.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Step With You (SELESAI)
RomanceTulisanku ini mengisahkan sebuah tahapan hidup yang pernah terlewati. Bagaimana kenangan terbentuk di dalamnya. Bagaimana hari-hari indah yang pernah ada. Bagaimana bisa hubungan berjalan pada kenyataanya. Bagaimana aku mencintai pria itu, dan bagai...