Aku menatap pantulan diriku dari toilet, aku benar-benar terlihat menyedihkan. Dengan setelah baju tidur dan kerudung yang menutup kepala namun banyak rambutku keluar. Tanganku terangkat untuk membenarkannya, lalu kusadari telapak itu penuh darah. Ikut kuangkat tangan kiriku, serupa penuh darah milik Alden yang tercecer.
Kakiku kembali melangkah pada tempatku semula, ruang tunggu operasi tempat Alden berada. Sudah sejak enam jam lalu pria itu berada disana namun lampu itu tak kunjung padam.
Aku duduk sendiri terpisah dari rekan-rekannya yang sedikit jauh.
Terduduk penuh segala pikiran yang menyesatkan, namun doaku tak akan surut untuknya. Aku meminta pada Tuhanku, memberikan dia hidup lagi yang selalu baik-baik saja. Aku ingin dia menatapku sebelum esuk aku pergi dan kami mungkin berjumpa kembali. Tiga jam kembali berlalu, lalu Alden kembali dipindahkan ke ICU.
Aku masih diam-diam dan diam terduduk bahkan hingga Tante Rianti datang bersama Mas Brian. Aku tak mampu lagi menangis, mataku sudah terlalu perih, hanya mampu melihatnya terbaring lemah di balik kaca. Tak bisa lagi berbicara saat perempuan itu memelukku.
Atasan Alden datang dan Bang Ade turut mendampingi. Menjelaskan semua yang terjadi pada Tante Rianti, lali kulihat wanita itu menangis dalam pelukkan sulungnya.
Aku masih penuh kecemasan, bahkan meski dokter mengatakan bahwa kondisinya sudah stabil usai operasi yang berlangsung selama sembilan jam.
Tante Rianti mengajakku sedikit menjauh dari dinding kaca. Duduk di kursi yang lebih jauh. Menyodoriku air dan kuterima dengan sungkan, namun terlalu tak kuasa untuk meminumnya.
"Sudah tanggal 31," ucap Tante Rianti. Jelas tak ada toleransi meski bagaimanapun keadaannya.
Aku tersingkap, hampir tak menyadari waktu. Kulirik jam di dinding, kurang dari dua puluh empat jam. "Bolehkan saya menawar Tante?"
Dia menggeleng.
"Maaf..."Aku mulai menghitung mundur, entah sudah berapa jam aku disini, menyaksikan Alden yang tak kunjung sadar.
"Alda kamu perlu istirahat, kamu bisa pulang dulu dan Tante akan menjaga Alden disini." Ucap Tante Rianti halus.
"waktu saya tidak banyak, tujuh belas jam. Saya tidak ingin membuang-buangnya."
"Kamu tidak bekerja?" Tanya Tante Rianti.
"Saya sudah berhenti, pertengahan bulan saya sudah harus berangkat." Jawabku.
Kembali kulanjutkan menghitung detik, menit, jam tak sampi hari.
♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡
Dipublish di Brebes (Jatibarang) Rabu, 28 Juli 2021.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Step With You (SELESAI)
RomanceTulisanku ini mengisahkan sebuah tahapan hidup yang pernah terlewati. Bagaimana kenangan terbentuk di dalamnya. Bagaimana hari-hari indah yang pernah ada. Bagaimana bisa hubungan berjalan pada kenyataanya. Bagaimana aku mencintai pria itu, dan bagai...