Step 27 : Kembali

94 17 0
                                    

Pagi buta di tanggal 30 Desember rasanya duniaku runtuh. Suara dering ponsel berkali-kali membuatku terbangun saat jam baru menunjukan pukul 02.00 WIB, bukan dari seseorang yang tunggu-tunggu melainkan dari Nara. Aku menatap layar ponselku memastikan saat yang kudengar justru suara Bang Ade alih-alih sahabatku.

"Alden kecelakaan, sedang dirujuk kesini masih di dalam perjalanan."

Aku mematung sesaat, nyawaku belum sepenuhnya terkumpul dan berita seperti itu justru datang. Namun tak bisa berlama-lama, aku bahkan melempar ponselku sembarang berlari menuju kamar mandi untuk membasuh wajah yang layu. Aku bahkan tak sempat bertanya akan apa yang terjadi.

Pria itu tak memberiku kabar lagi, setelah mengatakan tengah di Purwakarta kemarin. Menunggu dan yang memberiku kabar justru Bang Ade, kabar yang sialnya sangat buruk. Bersama kalimat Bang Ade terdengar juga suara ribut dan cemas.

Aku berlari tak teratur memasuki IGD rumah sakit yang telah kutinggalkan. Menemukan Bang Ade dan beberapa orang yang kukenali sebagai rekan Tim Alden.

Ketika aku datang mereka menatapku dengan terkejut, aku mengahampiri Bang Ade.

"Apa yang-- Bang?" Aku kesulitan menyusun kalimatku, semua isi kepalaku kacau.

"Tenang Alda, sebentar lagi Alden sampai."

Aku linglung, benar-benar bingung sendiri. "Kenapa Bang?" Kuharap dia mengerti pertanyaanku.

Aku menatapnya tanpa daya.

Dia menghela napas sebelum menjawabku. "Kecelakaan saat penyergapan."

Rasanya aku kini sudah tak mampu menahan beban tubuhku, aku hampir limbung jika Bang Ade tak menahan bahuku. Dia kemudian mendudukanku di kursi.

"Tenang Alda, berdoa untuk Alden."

Aku kaku, aku kesulitan untuk berbicara. Aku bingung bagaimana menyusun kalimat doa.

Kerongkonganku terasa sakit, seseorang datang membawakan sebotol air mineral. Bang Ade menyongsongkannya untukku. Baru akan kuteguk, namun aku meletakkanya sembarang hingga tumpah ketika suara sirine mobil ambulans dan polisi mendekat. Seseorang berseru mengatakan mereka datang.

Aku lekas berlari untuk mendekat, mengabaikan suara Bang Ade yang memanggilku. Satu brangkar lewat dihadapanku, seorang pria dengan luka ditangan dan beberapa memar mengerang kesakitan. Aku berdiri semakin mendekat tak peduli beberapa orang menyeru. Tiga pasien dengan berangkar, namun aku tak kunjung menemukan Alden, menatap wajah-wajah yang didorong di atas kursi roda pun bukan pria yang kucari.

Aku masih berdiri tanpa tahu harus melakukan apa hingga satu lagi ambulan datang, aku nyaris jatuh ketika seseorang berlari mendekati ambulan itu dan menabrakku. Berusaha berdiri lebih kuat, berjalan lebih dekat.

Mataku yang layu menatap tak percaya pada sosok yang baru turun dari sana. Cervikal collar terpasang di lehernya, wajahnya penuh darah. Aku menjerit, berlari ikut mendorong brangkarnya. Air mataku jatuh tanpa isak. Aku semakin tak bisa berkata ketika melihat kaosnya yang basah dan celananya penuh darah.

"Mas..." aku menyentuh tangannya.

"Mas Alden..." matanya terpejam bahkan tak sudi melihatku.

Aku dipaksa berhenti untuk ikut.

Kenapa hal seperti ini bisa terjadi, aku tahu pekerjaannya memang punuh resiko tapi haruskah semengerikan ini. Sesuatu yang tak terbayang dan terjadi tanpa pantang.

Aku terduduk diam di lantai, hingga wajah Nara tepat di depanku menyadarkan. Membawaku untuk bangun dan beralih pada tempat yang layak.

"Bangun, Da..." dia membimbingku.

"Ra, Alden Ra." Suaraku bergetar.

"Iya Da, ayo berdoa semoga dia baik-baik."

Tangan Nara mengusap wajahku, mengusap air mata yang muncul tanpa permisi. Dia membawaku ke dalam pelukannya, berusaha membuatku tenang. Tapi, aku benar-banar bingung akan hal yang terjadi.

Bukankah dia bilang akan lebih berhati-hati. Apakah dia lupa ada banyak orang yang menunggunya untuk kembali dengan selamat. Ada aku yang senantiasa berdoa untuknya, tapi kenapa dia kembali dalam keadaan seperti ini.

♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡

Dipublish di Brebes (Jatibarang) Rabu, 28 Juli 2021.

A Step With You (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang