💜 Kejadian

2.8K 174 7
                                    

Alana tersadar, mengerjapkan matanya perlahan, menyadari dirinya berada diruangan gelap dan minim cahaya. Alana mencoba menggerakan tangan dan kakinya. Namun, tidak bisa. Kaki dan tangannya diikat kuat, serta lakban hitam menutupi mulutnya sehingga membuatnya kesulitan bicara saat ini.

Alana mengedarkan pandangannya, mendengar suara ketukan heels memasuki ruangan itu.

"Selamat datang putri kecilku, aku sudah lama menantikan dirimu." sambutnya dengan wajah bahagia.

Alana mendelik menatap wanita dihadapannya dengan tatapan sinis. Dia adalah ibu tirinya, wanita yang menghancurkan keluarganya.

"Apa kau tidak bisa bicara sayang?"

Wanita itu membuka lakban yang menutupi mulut Alana.

"Tolong lepaskan aku!" teriak Alana terengah- engah menatap tajam wanita dihadapannya.

Wanita itu mendekat, "Lepaskan?" Sarah terkekeh mendengarnya. "Dengan susah payah aku menangkapmu, dan kau ingin aku lepaskan? Itu tidak mungkin!"

"Dasar wanita sialan! Kenapa kau menganggu hidupku hah?! Apa kau belum puas melihat aku dan ayahku menderita?" teriak Alana kesal.

"Aku akan puas setelah melihat kematianmu ALANA!" pekik wanita itu menekankan kalimatnya.

"Apa salahku hah?! Dasar jalang tidak tahu diri!"

"Salahmu? Apa kau tidak ingat? Kau yang menjebloskanku ke penjara. Kau merenggut perusahan, hartaku, dan semuanya!" teriak Sarah penuh kemarahan.

Memang, setelah ayah Alana bercerai dengan wanita itu. Alana diam- diam kembali merebut harta milik ayahnya yang diambil oleh ibu tirinya itu.

"Untung saja aku mempunyai anak- anak kecil itu, aku menjual mereka agar aku bisa bebas dari tempat terkutuk itu."

"Dasar wanita gila! Kau menjual anakmu?!" ucap Alana tak percaya.
"Kau memang tidak waras!"

"Tentu, aku sudah gila. Sampai aku juga ingin mengakhiri nyawamu!"

Sarah mengambil pisau kecil di nakas. Dia mengukir sesuatu di tangannya sendiri. Alana mendelik melihatnya, wanita psychopath itu memang tidak waras.

MATI!

Kalimat yang terukir di tangannya. Dia tersenyum kearah Alana.

"Aku juga ingin mengukir namaku di wajahmu." ucapnya mendekat kearah Alana.

"Tidak! Jangan lakukan itu! Kau memang tidak waras!" teriak Alana berusaha melepaskan dirinya.

Sarah semakin mendekat, namun terlihat kakinya tersandung sesuatu. Tampaknya sebuah pistol hitam juga ada di sana.

Wanita itu langsung mengambilnya, "Aku rasa benda ini akan lebih cepat membunuhmu."

Dor!

Satu tembakan melesat begitu saja.
"Ternyata benda ini masih berfungsi. Aku akan mengisi pelurunya."

Sarah berjalan ke arah nakas, mengisi kembali perlu pistol itu. Dia langsung mengarahkan pistolnya membidik kearah Alana.

Dor!

Satu tembakan kembali melambung begitu saja. Alana berhasil menghindarinya, dengan cara menguling-gulingkan tubuhnya yang masih terikat di lantai ruangan kotor itu.

"Tolong, jangan bunuh aku!" ucap Alana memohon.

"Tidak sayang, jangan memohon begitu. Bukankah kau ingin menyusul ibumu?"

Sarah semakin menyudutkan Alana, dia mengarahkan pistolnya tepat di kening Alana.

"Selamat tinggal sayang." ucap wanita itu tersenyum.

Gress!

Tak terdengar suara tembakan. Namun, pisau kecil itu berhasil menembus perut Alana. Terlihat darah kental mulai bercucuran di lantai. Alana meringis kesakitan memejamkan matanya.

"Arkh! Sakit!" ringis wanita itu kesakitan.

"Selamat tinggal sayang, sampaikan salamku kepada ibumu."

Dor!

Sebuah tembakan melesat begitu saja, menembus punggung ibu tirinya itu. Sarah langsung ambruk, jatuh kelantai berlumuran darah segar. Alana melihat samar- samar sekumpulan polisi masuk ke dalam ruangan itu. Namun, terlihat juga seorang pria yang sangat dikenalnya masuk kedalam ruangan itu.

"Adnan," ucap Alana melihat pria yang berlari kearahnya.

Adnan segera membuka tali yang mengikat wanita itu. Alana memejamkan matanya, mulai memegang perutnya yang kesakitan.

"Alana bertahanlah, kita akan kerumah sakit sekarang."

"Adnan..." dengan gemetar, tangan Alana yang berlumuran darah itu mengelus lembut wajah suaminya. Alana sangat senang melihat Adnan baik- baik saja.

"Ad-nan ka-u baik- baik sa-ja," ucap wanita itu dengan napas terengah-engah.

"Alana, maafkan aku, aku telah berbohong kepadamu. Tolong maafkan aku." ucap Adnan penuh penyesalan.

"Argh! Sa-kit!" rintih Alana kesakitan.

"Bertahanlah, kita akan kerumah sakit sekarang."

Alana menggeleng, memegang tangan pria dihadapannya.

"A-ku, men- cintai-mu Ad-nan..." kalimat terakhir yang di ucapkan wanita itu. Alana lemas tak sadarkan diri.

Bersambung...

ADLANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang