💜 Maaf

4K 257 1
                                    

Alana melihat sekeliling pemandangan saat perjalanan. Dia tidak tahu, kemana pria ini akan membawanya pergi? Alana sangat percaya kepada Adnan, dia adalah pria yang sangat baik, tidak mungkinkan? pria itu mengeluarkan banyak uangnya untuk membebaskannya dari penjara.

"Kita sudah sampai."

"Kita dimana Adnan?"

"Ini apartemenku, kau akan tinggal disini."

"Maksudmu, kita tinggal bersama?"

Adnan mengangguk, "Tidak ada pilihan lain lagi Alana. Awalnya aku ingin menyewa apartemen lagi untukmu, tapi--"

"Jangan Adnan, kau terlalu baik kepadaku. Ini saja sudah cukup." sahut Alana tidak ingin merepotkan pria itu.

"Mari, kita akan melihat kamarmu."

Alana mengangguk memasuki apartemen itu. Dia mengekori Adnan memasuki sebuah ruangan.

"Ini kamarmu."

Wanita itu melihat sekeliling, ternyata kamarnya cukup luas.

"Wah, benarkah? Aku tidak pernah memiliki kamar yang luas seperti ini."

Adnan tersenyum senang.

"Sudahlah, cepat ganti bajumu. Nanti kita akan makan bersama."

Alana hanya mengangguk sambil tersenyum. Dia tidak menyangka jika bertemu dengan pria baik seperti Adnan.

💜💜💜

Wanita itu menatap dirinya di cermin. Alana memandang wajahnya yang tampak pucat tak terurus. Alana kembali menatap cermin itu. Kenapa dia melihat bayangan ayah dan ibu tirinya?

"Kamu itu wanita bodoh Alana!"

"Dasar anak pembawa sial!"

"Dia pembunuh!"

"Dirimu tidak pantas hidup Alana!"

Suara itu terngiang- ngiang ditelinganya.

"Arkhh!" Alana mengacak rambutnya panjangnya, "Memang, aku pembawa sial!" ucapnya sambil menangis.

Alana mengedarkan pandangannya, melihat sebuah gunting dihadapannya. Dia langsung mengambil benda itu dan memotong rambutnya sembarangan, sehingga berserakan di lantai.

Alana melihat rambutnya kini sangat pendek. Dia melempar guntingnya sembarangan, menangis terisak memeluk lututnya.

"Maafkan aku, hiks..hikss" isak wanita itu, sembari menatap foto ibunya.

Prang!

Tanpa disadari Alana menyenggol gelas disampingnya. Gelas jatuh begitu saja dilantai. Alana langsung memungut pecahan gelas itu. Kini pikirannya dipenuhi hal yang tidak- tidak.

"Memang, aku tidak pantas hidup!"
Dia memegang pecahan gelas itu, mendekatkan di pergelangan tangannya.

"Maafkan aku, hiks..hikss"

"Pembunuh sepertiku harus mati!"

Gress!

Alana menyayat pergelangan tangannya menggunakan pecahan gelas itu. Terlihat darahnya mengalir begitu saja, menetes ke lantai.

"Hiks...hikss., kenapa aku belum mati?!" ucapnya pasrah. Alana kembali berniat menyayat tangannya. Namun, seseorang mencegahnya.

"Alana apa yang kau lakukan?!" tanya Adnan memasuki kamarnya.

"Lepaskan Adnan! aku tidak--"

"Jangan gila Alana, buang pecahan gelas itu!"

"Biarkan saja aku mati! Aku tidak ingin menjadi bebanmu."

"Alana apa yang kau katakan? Kau bukanlah beban."

"Tidak, lepaskan Adnan!"

Adnan merebut pecahan gelas yang Alana bawa sampai tangannya terluka.

"Awh!" ringis pria itu kesakitan.

"Adnan.."

Tangan pria itu terluka, akibat merebut pecahan gelas itu.

"Adnan kau tidak papa?" tanya wanita itu khawatir, dia terlihat bersalah.

Adnan langsung memunguti gelas itu. Dia tidak ingin Alana bertindak bodoh lagi.

"Tetap diam disini! Aku akan mengobati lukamu."

"Tapi Adnan."

"Aku bilang diam, ya diam!" bentak Adnan keras.

"Kenapa kau ingin bunuh diri lagi hah?! Apa kau tidak tahu? Berapa uang yang aku keluarkan untuk membebaskanmu? Sungguh kau tidak akan bisa membayarnya!" ketus pria itu.

Alana menunduk setelah mendengar hal itu. Dia melihat pria itu pergi ke luar kamarnya.

"Hiks, hiks,..." wanita itu kembali menangis terisak.

"Apa aku salah menilai Adnan? Kenapa dia sangat kasar kepadaku?" isak wanita itu sambil memeluk lututnya.

🔹🔹🔹

Adnan memasuki kamar itu, sambil membawa kotak P3K. Dia melihat wanita itu menangis, 'Apa aku terlalu kasar kepada Alana?' batinnya.

Dia langsung mendekatkan dirinya kepada wanita itu.

"Berikan tanganmu."

Alana terdiam, dia tidak menyahuti pria itu. Adnan langsung memegang tangan wanita itu, mengobati tangan Alana yang terluka.

"Untung saja lukanya hanya sedikit."

"Kenapa kau masih peduli Adnan?"

Terlihat Adnan terdiam tidak menyahuti wanita itu, fokus mengobati luka di tangan Alana.

"Seharusnya kau membiarkan aku penjara, agar aku tidak berhutang kepada siapapun."

"Alana maafkan jika aku membentakmu tadi. Aku tidak bisa mengontrol emosiku tadi, maafkan aku."

Terlihat Alana terdiam tidak menyahuti pria itu.

"Aku hanya khawatir, aku tidak ingin kehilanganmu lagi, maafkan aku" ucapnya sendu.

Bersambung...

ADLANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang