Alana mengerjapkan matanya melihat sekelilingnya, terlihat ruangan bernuansa putih yang sangat asing baginya.
"Dimana aku?" tanyanya kepada dirinya sendiri.
Alana mendapati tangannya sudah dipasang selang infus sekarang. Dia segera melepaskannya, namun tidak sengaja dia menjatuhkan gelas disampingnya. Wanita itu merogoh sakunya, melihat surat yang ditulisnya kemarin.
"Bunda, aku ingin ikut denganmu." ucapnya tersenyum, segera beranjak turun dari bankar itu.
Alana secepat mungkin pergi dari tempat itu. Wanita itu berjalan sempoyongan merasa kepalanya masih sakit. Dia melewati lorong rumah sakit, dan banyak orang yang memperhatikannya. Alana tidak memperdulikannya, tetap melanjutkan perjalanannya.
🔹🔹🔹
Disisi lain, terlihat seorang dokter berparas tampan, kini sedang memeriksa pasiennya. Dokter itu bernama Adnan Prameswara yang kerap disapa dokter Adnan. Banyak orang yang menyegani dokter Adnan, karena dia adalah dokter lulusan termuda yang dikenal dengan keramah tamahannya dalam menangani pasien.
"Anda sudah diperbolehkan pulang nyonya" ucap dokter Adnan ramah.
"Terimakasih dokter." sahut wanita itu paruh baya itu tersenyum.
"Ingat, jangan lupa meminum obatmu lagi."
"Baik dokter, terimakasih."
Adnan beranjak pergi dari ruangan itu, lalu melanjutkan memeriksa pasien lainnya.
"Pasien mana yang belum diperiksa?" tanya Adnan kepada suster yang mendampinginya.
Suster itu memeriksa daftar pasiennya. Terlihat masih ada satu lagi pasien yang belum diperiksa.
"Pasien di kamar 206, dengan nama Alana Bryandri belum diperiksa dokter" ucap suster yang mengikutinya.
"Baiklah, aku akan memeriksanya sekarang" sahut Adnan menuju ke kamar pasien 206.
Pria itu membuka pintu ruangan pasien 206, namun tidak ada seorang pun disana.
"Dimana pasiennya?"
"Pagi tadi, pasien ini belum sadar dok, dia baru kemarin menempati ruangan ini" jelas suster itu.
Adnan mencari pasiennya di setiap ruangan itu. Namun, alhasil dia tidak menemukannya.
"Kemana perginya dia?" tanya Adnan tampak pasrah, tidak menemukan wanita itu.
Adnan menemukan pecahan gelas dilantai, mungkin dia tergesa-gesa kabur dari ruangan itu.
Pria itu juga melihat sebuah surat yang terjatuh disamping pecahan gelas, "Bunda, aku akan menyusulmu, kita akan hidup bersama di surga." Adnan membaca tulisan itu.
"Cepat! Cari dia ke seluruh rumah sakit! Jangan biarkan terjadi apa- apa kepadanya!" perintah Adnan kepada susternya.
Adnan merasa tidak beres dengan pasien itu, dia tidak pernah mempunyai pasien seperti ini, Kenapa dia merasa sesuatu yang buruk akan terjadi?
Pria itu mencari bersama semua suster disetiap ruangan rumah sakit, namun hasilnya nihil, tidak ada wanita itu sama sekali.
"Apa kau menemukannya?" tanya pria itu khawatir.
"Belum dok." sahut suster yang membantunya.
"Cepat! temukan wanita itu!" perintah Adnan kepada semua suster itu.
Semua suster berpencar mencari wanita itu. Namun, Adnan teringat dengan surat yang ditemukannya di ruangan pasien itu.
"Bunda, aku akan menyusulmu, kita akan hidup bersama di surga."
"Apa maksud wanita itu?" Adnan berpikir keras tentang apa yang ditulis oleh wanita itu.
"Jangan-jangan dia..."
Adnan terlihat khawatir. Pria itu segera berlari menuju lantai lima rumah sakit. Dia berlari secepat mungkin, semoga saja tidak terjadi apa-apa dengan wanita itu.
Adnan mengedarkan pandangannya, matanya mencari keberadaan wanita itu, Akhirnya dia menemukannya, terlihat wanita yang masih menggunakan baju pasiennya, terdiam di tepi balkon memandang ke arah taman.
"Huh! Akhirnya aku menemukannya." ucap Adnan merasa lega. Namun, terlihat wanita itu sedang menangis sekarang.
"Hiks.., hiks, seorang pembunuh sepertiku tidak pantas hidup!" ucap wanita itu menangis.
Adnan mencoba mendekati wanita itu tanpa bersuara. Mungkin, wanita itu tidak menyadari keberadaannya saat ini.
"Percayalah, bukan aku pembunuhnya, apa bunda percaya? putrimu ini membunuh ibunya sendiri?"
Adnan menghentikan langkahnya, mendengar wanita itu mengatakan dirinya pembunuh.
"Ada seseorang yang menjebakku, dia tidak ingin melihat kita bahagia bersama." kata wanita itu sesengukan menagis.
"Maafkan aku, hiks... hiks.." ucapnya sambil menangis terisak.
"Benar apa yang mereka katakan, memang aku anak pembawa sial!"
"Lebih baik aku mengakhiri semuanya! Aku tidak bisa hidup tanpa bunda." ucap wanita itu menghapus air matanya.
Alana naik ke tepi balkon itu, sekilas memandang kebawah, terlihat gedung yang sangat tinggi. Mungkin beberapa menit lagi jasadnya akan ditemukan dalam keadaan yang mengenaskan.
"Selamat tinggal dunia." itulah kalimat terakhirnya.
Wanita itu mulai melangkah kakinya, memejamkan matanya.
Brak!
Seakan- akan dunia telah berhenti seketika, jantungnya berhenti berdetak, deru nafasnya tidak lagi terdengar.
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
Namun, kenapa dia merasa dirinya masih sadar? Wanita itu mengerjapkan matanya perlahan, terlihat seorang pria tampan sedang memeluknya sekarang.
"Apa kau ingin mati hah?!" tanya pria itu tampak khawatir.
"Lepaskan aku! Pembunuh sepertiku tidak pantas hidup!" ucap Alana, meronta-ronta mencoba melepaskan dirinya dari pria itu.
"Tidak! Aku tidak akan melepaskanmu!" ucap pria itu tetap memeluknya.
"Lepaskan aku! Bunda sudah menungguku disana! Jangan halangi jalanku!"
"Tidak! Kau tidak boleh mati!" ucap Adnan kembali memeluk wanita itu erat.
"Kenapa kau melarangku hah?! Siapa kau sebenarnya? bahkan kita tidak mempunyai hubungan sama sekali!" kata wanita itu terdengar marah.
"Kau tidak boleh mati, karena dirimu adalah masa depanku." sahut pria itu terdengar yakin.
Alana terdiam mematung mendengar apa yang dikatakan pria itu. Apa maksud ucapannya itu?
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
ADLANA
Romance[Completed] Alana ingin mengakhiri hidupnya, semua orang selalu menyalahkannya. Wanita itu berniat terjun dari gedung rumah sakit berlantai lima. Namun, seorang dokter berparas tampan berhasil menyelamatkannya hidupnya. "Apa kau ingin mati hah?!" "...