3. Izin

42 15 0
                                    

Adin masih memikirkan soal kata-kata tamparan dari kedua pemuda asing yang dia temui saat akan membeli boba. Disatu sisi dia sedang gagal move on dalam artian belum bisa melupakan mantannya yang bernama Yudhit. Alasan Adin belum melupakan Yudhit karena saat mereka menjalin hubungan, begitu bucin nya Adin terhadap lelaki tersebut. Hubungan mereka berakhir tidak jelas, juga Yudhit yang masih oleng sana-sini.

Sempat terpikir ingin kembali kepada Yudhit, namun sekarang pemikiran Adin berubah. Dia tiba-tiba tersadar bahwa untuk apa buang-buang waktu memikirkan mantan.

Entah ada maksud apa aplikasi yang sedang dia buka saat ini langsung menyuguhkan video ceramah tentang gagal move on dan tentang berharap lebih kepada mahkluk. Di video tersebut seorang ustadz berkata, kalau kita tidak boleh berharap lebih kepada makhluk selain kepada Sang Pencipta, lalu kalau seseorang gagal move on berarti dalam artian dia sangat mencintai orang tersebut melebihi cintanya kepada Allah dan selalu mengharapkan orang itu kembali.

"Gak mungkin kalian akan bahagia, gak mungkin kalian akan mendapatkan apa yang kalian inginkan kalau kalian mencintai seseorang atau sesuatu melebihi cinta kalian kepada Allah dan Rasul. Itu bukan hanya gak mungkin, bahkan Allah mengancam dengan sebuah ancaman 'fatarabbasu' hati-hati kalian kata Allah, artinya tidak boleh hamba-Nya menduakan cinta Allah dengan cintanya kepada makhluk," ujar seorang ustadz di video yang Adin tonton.

Artinya, gagal move on itu salah dan tidak baik. Kejar cinta Allah, kalau cinta Allah sudah kita dapatkan maka cinta makhluk pun akan mudah didapatkan jika menurut Allah itu yang terbaik.

"Ya Allah, hilangkanlah rasa ini dari dia. Beri Adin seseorang yang layak ya Allah..." lirih Adin sambil memejamkan matanya.

Adin merasa sangat tertampar kedua kalinya. Pertama dia merasa tertampar soal aurat, lalu sekarang dia tertampar soal kesalahan menaruh hatinya. Seketika Adin langsung teringat kepada 2 orang yang Adin temui tidak sengaja waktu itu, tetapi pikiran Adin lebih tertuju kepada pemuda yang memakai sarung dan kaos hitam, rasanya berbeda.

"Apaan, deh? Kok jadi mikirin cowok itu? Tapi, apa seharusnya gue hijrah aja gitu, ya? Gue merasa dosa banget nangisin Kak Yudhit tiap malem, apaan coba?" ucap Adin kepada dirinya sendiri.

"Tapi gue belom siap pake ciput-ciput kalo soal aurat, pening pala gue apalagi kalo di tambah helm, duh gimana ya? Panas terus gerah juga, deh, nanti,"

"Gue mikir gini dablek gak, sih? Merasa bener-bener pendosa. Ya Allah maafin Adin ya..." lirih Adin sambil menengadahkan kepalanya dengan wajah menyesal.

"Anyway, gue nyesel banget, deh, buang-buang air mata gue buat si Kak Yudhit. Plis ya kalo air mata gue abis gimana? Mata gue kekeringan nanti, kan kalo kekeringan bahaya nanti mata gue kebakaran keluar api, kan gak lucu!"

"Apaan, sih, Din? Belibet." Adin menatap dirinya di depan cermin, mengarahkan jari telunjuk ke bayangannya di cermin. "Adinda, pokoknya lo harus lupain si beruk blangsak itu!"

Wajah Adin seketika ditekuk. "Tapi soal aurat gimana? Kata cowok itu pake ciput, kan, biar rapih? Ish, tapi pusing, ah! Atau mungkin gak pake ciput gapapa kali, ya? Asal jangan keluar aja, tuh, rambut-rambut gue. Tapi... atasnya tetep keliatan dong? Ih! Gue sebenernya malu kalo aurat gue diliat banyak cowok yang bukan mahram, tapi gue belom siap kalo tertutup banget..."

"Ya Allah kasih Adin hidayah lagi, kalo bisa pertemukan Adin dengan seseorang yang bisa bikin Adin lebih taat kepada-Mu dan istiqomah menjalankan perintah-perintah-Mu ya Allah." Adin menundukkan kepalanya, memejamkan mata dan merasa menyesal atas dirinya sendiri.

- - -

Di kediaman orang tua Arkan, semuanya sedang berkumpul di ruang keluarga. Disana ada Riznan juga karena dia sering menginap dirumah orang tua Arkan bersama Arkan tentunya. Sebenarnya mereka tinggal di pesantren milik abinya Arkan karena mereka juga lulusan pesantren itu, mereka baru saja lulus S1 tahun ini di universitas terbaik di Jakarta.

Arkan sebenarnya sudah disuruh untuk memegang pesantren sebagai anak laki-laki satu-satunya, namun si anak tunggal kaya raya itu memilih ingin bekerja di sebuah perusahaan tapi untuk setahun ini dia akan mencoba mengelola pesantren terlebih dahulu sebagai pemanasan dan sedikit-sedikit membantu abinya.

Selain memiliki pesantren, Ustadz Shaka ─ ayahanda dari Arkan juga memiliki masjid yang dia bangun di komplek tempat dia tinggal dahulunya, yaitu di komplek tempat Adin tinggal. Makanya Arkan akhir-akhir ini sering ke komplek tersebut karena dia dan Riznan tertarik untuk mengelola bangunan tempat ibadah yang bernama Masjid Baiturrahman itu.

"Abi," panggil Arkan kepada Ustadz Shaka.

Ustadz Shaka menoleh, "kenapa, Kak?"

"Kakak sama Riznan ada keinginan buat ngadain pengajian anak-anak di masjid Abi, kita yang ngajar, Bi. Abi izinin, gak? Soalnya diliat-liat sayang aja di masjid Abi kalo pengajian cuman ada pengajian ibu-ibu aja," ujar Arkan.

"Betul kata Arkan, Bi," timpal Riznan. Kenapa Riznan memanggil Ustadz Shaka Abi? Karena dia dikeluarga Arkan sudah dianggap sebagai anak sendiri. Apalagi abi dan ummi Arkan hanya memiliki satu anak, yaitu Arkan sendiri.

"Tadi kita liat banyak anak kecil yang lagi main, banyaaaak banget jadi rame keliatannya. Kayak lebih baik kita ajarin ngaji aja biar mereka bisa lebih menghargai waktu dan memakainya dengan cara mengaji. Terus kita juga berniat buat membersihkan sekitaran masjid yang keliatannya agak kotor, Bi," lanjut lelaki yang menyukai hoodie itu.

Ustadz Shaka tersenyum. "MasyaAllah, bagus sekali niat kalian. Tentu Abi izinkan, apa alasannya kalau Abi tidak mengizinkan? Abi sangat setuju atas niat baik kalian. Ajak juga para remajanya, kalian ini remaja akhir zaman sudah seharusnya mengingat akhirat bukan cuman sibuk kepada dunia yang bahkan tidak kekal. Seperti kata Allah dalam Al-Qur'an surat Al-Ghafir ayat 39, yang bagaimana artinya?"

"Wahai kaumku! Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan sementara dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal," jawab Arkan dan Riznan serentak.

"Jadi yang mana yang kekal?"

"Akhirat, Bi," jawab dua pemuda yang sudah seperti Upin dan Ipin itu serentak

"Betul, tentu saja akhirat. Kalau begitu kalian mau mulai mengajar kapan?"

"Niatnya, sih, kita mau beres-beres dulu aja. Kita nunggu anak-anak nya sudah siap apa belum aja, Bi," jawab Arkan.

"Baik, bagus. Semangat menyebarkan kebaikkannya pemuda akhir zaman!" ujar Ustadz Shaka sambil menepuk bahu kedua pemuda itu.

-tbc-

written by lindaazhr nymsafrl

jangan lupa bintangnya temen-temen! makasii <3

EUNOIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang