14. Friendzone?

28 8 0
                                    

Adin dan Dira sangat bersyukur karena mereka sudah berhasil memperbaiki beberapa kebiasaan buruk mereka sedikit demi sedikit. Di mulai dari kebiasaan melakukan kontak fisik dengan lawan jenis yang bahkan hampir setiap hari mereka lakukan. Namun kali ini keduanya bisa lebih menjaga jarak. Lalu kebiasaan berkata kasar alias mengumpat, perlahan Adin dan Dira sudah bisa mengendalikan diri mereka dengan senan tiasa mengucapkan istighfar setiap kali mulut mereka hampir saja mengatakan hal tersebut.

Ya walaupun terkadang Dira harus mendapatkan teguran berupa toyoran atau geplakan dari Adin, setiap kali gadis itu keceplosan mengumpat.

Dan yang paling utama adalah, Dira yang berhasil menekan egonya untuk tidak langsung berlari ke kantin saat bel istirahat kedua berbunyi. Gadis dengan pipi tembam itu justru dengan semangat mengajak adin untuk melaksanakan sholat dzuhur berjamaah. Total tak acuh pada teriakan Mark, Bima dan Harsa yang mengajaknya untuk ke kantin.

Dan di sinilah mereka sekarang, di teras masjid yang terasa sangat sejuk dan tentram kendati banyak juga siswi yang memilih mengistirahatkan diri mereka di sini, persis seperti apa yang dilakukan Adin dan Dira.

"Din, kemaren waktu gue duluan masuk ke masjid, lo sama duo suci ngomongin apa?" tanya Dira sambil sibuk mebetulkan pucuk kerudungnya yang dirasa tak nyaman.

"Oh iya gue lupa ngasih tau, mereka itu namanya Arkan sama Riznan." Hampir saja Adin melupakan informasi penting yang seharusnya sudah dia infokan kepada Dira kemarin malam. 

"Yang mana Arkan? Yang mana Riznan?" 

"Arkan, tuh, yang ganteng, yang pu-"

"Heh! Dua-duanya juga ganteng, Adin." Sela Dira cepat. Hal itu sontak saja membuat Adin berdecak kesal.

"Ya makanya dengerin dulu dong sayang, jangan maen potong-potong omongan orang!" protes Adin dengan nada sinis, sedangkan Dira hanya tersenyum lebar tanpa dosa.

"Arkan, tuh, yang ada lesung pipinya, kalo Riznan tuh yang sering pake hoodie." 

"Oh namanya Riznan," gumam Dira pelan, hampir tak terdengar.

"Apa? Lo ngomong apa barusan?" tanya Adin penasaran, ya walaupun sebetulnya dia juga tahu. Tapi sedikit menggoda Dira sepertinya bukan ide yang buruk

Dira mendadak gugup, gadis itu merutuki mulutnya sendiri yang lemes sekali asal berbicara.

"G-gak, gue gak ngomong apa-apa kok!"

"Ngeles mulu lo kayak bajaj, gue denger kali lo ngomong-ngomong Riznan."

Mendengar hal itu, sontak saja Dira membulatkan matanya. Terkejut setengah mati, malu sekali rasanya ke-gep menggumamkan nama si cowok julid. 

"Bisa diam tidak? lo dari tadi bacot banget, deh, Din. Gue curiga lo sering ngemil jangkrik, gacor banget soalnya," ujar Dira sewot sambil berusaha menutupi pipinya yang mendadak bersemu merah.

"Lagian ya, Ra, gue kepikiran kalo misalnya jodoh gue ternyata Arkan dan jodoh lo tuh Riznan," celetuk Adin sambil menatap langit-langit masjid, kentara sekali jika gadis itu sedang halu.

"DIH! GUE SAMA RIZNAN? OGAH MAKSIMAL!" teriak Dira tak terima, bahkan dia mengedikkan bahu seolah jijik. Tak tahu saja hatinya berteriak mengaminkan ucapan Adin.

"Shut! istighfar lo, Ra, gak boleh kayak gitu," sungut Adin sambil memmukul pelan bibir Dira hingga membuat sahabat"nya itu memekik kesakitan.

"Ya lagian, lo ngapain sih pake segala mikirin kek gituan. Apa jangan-jangan lo hijrah cuma buat cari muka sama si Arkan?!" tuduh Dira sambil mendelik tajam. Namun lagi-lagi Adin melayangkan geplakan mautnya pada mulut lemes Dira.

EUNOIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang