Adin dan Dira sedang berjalan menuju masjid, kedua gadis cantik tersebut nampak anggun dengan gamis yg melekat pada tubuh masing-masing. Adin dengan gamis berwarna hitam dipadukan dengan kerudung pashmina dengan warna yang sama dengan gamis yang ia pakai, sedangkan Dira tampil lebih anggun dengan gamis berwarna navy dan kerudung abu abu yang digerai menutup dada.
Arkan dari kejauhan menyadari kedatangan Adin beserta Dira dan Yasmin. Arkan mencoba mencuri atensi Adin namun usahanya tak membuahkan hasil, Adin dan Dira keduanya tidak melihat Arkan.
Kebetulan disana ada anak-anak kecil yang sedang bermain dilapangan dekat masjid. Arkan pun langsung memanggil salah satu anak kecil disana yang ia percayai bisa membantunya. Bombom? Itu mustahil.
Arkan memanggil Naufal untuk membantunya memanggil Adin. Arkan mengisyaratkan dari kejauhan agar Naufal bisa membuat Adin melirik Arkan. Naufal langsung menarik tangan Adin dan menyuruh gadis itu melihat kemana arah jari telunjuk Naufal tertuju.
Akhirnya Adin melihat keberadaan Arkan, lelaki berlesung pipi itu langsung melambaikan tangannya menyuruh Adin menghampirinya. Sebelum menghampiri Arkan Adin meminta izin terlebih dahulu kepada Mamanya tapi dengan alasan bukan untuk nemuin Arkan.
"Ma, Adin kesana bentar ya?"
"Mau kemana lo? Jangan bilang mau kabur gara-gara gak mau ngaji?" celetuk Dira membuat Adin langsung menyentil dahinya dengan kesal.
"Hus! Suudzon mulu kerjaan. Udah sana duluan aja, nanti nyusul, bentar kok."
"Emang mau kemana? Mau beli permen kopiko? Kan udah ada di Mama," ujar Yasmin. Kenapa harus permen kopiko? Karena kata Yasmin agar nanti mendengarkan ceramahnya tidak ngantuk.
Adin menggeleng sambil mendorong-dorong Dira dan Yasmin. "Bukan, udah sana duluan."
Akhirnya mereka menuruti apa yang Adin katakan. Setelah mereka masuk masjid, Adin dengan perlahan menghampiri Arkan. Ketika sudah di depan Arkan Adin bertanya dengan jaim padahal dirinya salah tingkah. "Ada apa, Mas?"
"Ini, Din, saya mau nyampein sesuatu. tapi bukan tentang kita," jawab Arkan.
Adin bingung mengernyitkan dahinya. "Terus? Tentang siapa?"
"Tentang Riznan sama temen kamu," jawab Arkan.
Seketika pikiran Adin langsung mengarah ke Dira, karena siapa teman Adin yang Arkan dan Riznan kenal? Harsa, Bima, Mark? Kan tidak mungkin.
"Hah? Dira?"
Arkan mengangguk, Adin penasaran dan pikirannya langsung tertuju kepada pembicaraan Adin dan Dira saat mereka di puncak, soal Dira yang sudah menyerah memperjuangkan Riznan.
"Kenapa, nih? Mereka mau nikah juga? Kok Dira gak bilang sama Adin," tanya Adin sewot.
Arkan tertawa kecil. "Nggak, bukan. Saya jadi perantara sebenernya, Riznan minta saya buat menyampaikan kalo dia tertarik sama temen kamu, yaitu Dira. Riznan juga dengan maksud ingin menikahi, kalo kata kamu Dira suka juga gak sama Riznan?"
Adin membulatkan matanya terkejut mendengar apa yang keluar dari mulut Arkan. Menurut Adin ini kesempatannya untuk tidak membiarkan Dira menyerah begitu saja. Mereka harus bersatu.
"Mas, Dira juga suka loh sama Kak Riznan. Kalo Kak Riznan bener bener serius sama Dira bilangin ya, Mas, suruh cepet lamar Dira, pokoknya cepet, deh!" paksa Adin.
Arkan terkekeh melihat cara bicara Adin yang terkesan buru-buru.
"Ngebet banget kayaknya, biar jarak nikahnya deketan sama kita ya?" goda Arkan.
Adin menggeleng cepat. "Nggak, bukan gitu."
"Yaudah yang penting saya udah menyampaikan maksud Riznan ke Dira melalui kamu. Keputusan selanjutnya saya serahin ke Riznan soal kapan niat dia mau melamar," ujar Arkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
EUNOIA
Teen Fiction(n.) beautiful thinking ; a well mind. Seperti makna dari kata 'eunoia' yang bermakna niat baik. Pertemuan tak sengaja mengundang perasaan. Menumbuhkan niat baik dari dua pemuda paham agama yang atas dasar ingin membimbing wanita yang mereka temui...