Setelah selesai acara resepsi yang diadakan begitu megah tersebut, Adin merasa badannya sangat pegal. Adin dan Arkan saat ini sedang berada di sebuah kamar hotel yang telah dipesan dari jauh hari untuk mereka bermalam.
Sekarang gadis yang mungkin malam ini akan melepas statusnya gadisnya itu sedang menghapus make up dan akan segera melaksanakan shalat yang sempat tertinggal tadi.
Arkan yang melihat sang istri tengah sibuk membersihkan make up, ia menghampiri Adin sambil terkekeh.
"Tebel banget kayaknya," ujar Arkan dengan mata yang melihat ke tempat dimana banyak kapas yang sudah kotor.
"Banget! Berapa lapisan ini, pantesan lama make up nya," sambung Adin yang masih sibuk menghapus make up sambil melihat pantulan dirinya di cermin.
"Mau saya bantu gak?" tawar Arkan.
Deggg!
Jantung Adin langsung berdetak kencang saat Arkan mulai mengambil kapas lalu diarahkan kapas tersebut ke wajah Adin.
Padahal Adin belum meng-iyakan tapi lelaki berlesung pipi itu sudah main ambil kapas saja, Arkan nekat.
Tapi Adin pikir apa salahnya? Mereka juga sudah halal, tidak ada dinding pemisah lagi diantara mereka untuk melakukan kontak fisik.
"Jujur, Din, saya gugup ini," jujur Arkan.
"Saya belum pernah nyentuh kamu soalnya, kaku ya?" lanjutnya dengan tangan gemetar memegang kapas yang ia usap di wajah Adin.
Adin terdiam kaku juga sama halnya dengan Arkan. "E-emangnya Mas doang yang gugup."
Arkan tersenyum canggung sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ya memang mereka sama-sama gugup, jika tidak ada yang mau memulai kapan mereka jadi tidak kakunya? Itulah yang ada dipikiran Arkan saat ini, dirinya adalah lelaki maka dirinya lah yang harus memulai.
"Kamu duduk aja, biar saya yang bersihin sisanya," pinta Arkan.
Alhasil Adin meng-iyakan. Gadis itu duduk di bangku di depan meja rias, Arkan sedikit membungkukkan badannya untuk lebih nyaman menghapus sisa-sia make up di wajah Adin.
Dengan keadaan yang masih gugup dan gemetar, Arkan memperhatikan satu persatu hal yang menarik dari wajah Adin. Dari mulai mata, hidung, lalu ke bibir.
"Sungguh indah ciptaan-Mu ini ya Allah..." batin Arkan memuji.
Arkan terdiam, sudut mulutnya muncul. Gadis yang ada di depannya itu merasa malu terus menerus di tatap dengan jarak yang dekat oleh Arkan.
"Mas?"
"Mas???"
"Mas Arkan?" Tangan Adin melambai-lambai di depan wajah Arkan hingga lelaki itu tersadar.
"Astaghfirullahaladzim! K-kenapa, Din?"
"Mas yang kenapa, kok malah diem terus senyam-senyum gitu?"
"Abisnya kamu cantik, sih," ujar Arkan dengan entengnya tanpa memikirkan bagaimana nasib jantung Adin yang mungkin saat ini dirinya menderita lemah jantung akibat 3 kalimat yang Arkan lontarkan barusan.
"Mas itu gak baik ya buat kesehatan jantung aku kayaknya," papar Adin.
"Loh, kenapa???" panik Arkan.
"Karena baru aja terbukti barusan 3 kalimat yang keluar dari mulut Mas Arkan bikin jantung aku lemah tau gak. Terus di perut aku tiba-tiba ada banyak kupu-kupu lagi terbang, nih," ujar Adin.
"Kamu ternak kupu-kupu dalem perut?"
Adin tepuk jidat, manusia memang tidaklah sempurna. "Bukan gitu! Cara ternak kupu-kupu dalem perut gimana coba? Aneh-aneh aja!"
KAMU SEDANG MEMBACA
EUNOIA
Teen Fiction(n.) beautiful thinking ; a well mind. Seperti makna dari kata 'eunoia' yang bermakna niat baik. Pertemuan tak sengaja mengundang perasaan. Menumbuhkan niat baik dari dua pemuda paham agama yang atas dasar ingin membimbing wanita yang mereka temui...