16. Sadar Diri

22 9 0
                                    

"Kak, buatin Ayah kopi, sekalian sama ubi rebusnya."

"Iya, Yah, sebentar."

Dira mengerucutkan bibirnya saat suara tegas Surya terdengar, Ayah dua orang anak itu meminta kopi serta kudapan sore untuk menemaninya bersantai di halaman rumah. Bukan tak mau menuruti keinginan sang Ayah, hanya saja masalahnya Dira ini sedang melakukan pekerjaan lain. Tanggung sekali jika harus ditunda-tunda.

"Udah simpen dulu, nyuci piring bisa ditunda, tapi perintah Ayah kamu pantang ditunda," ujar Anita sambil melirik Dira.

Menghela nafas pasrah, Dira akhirnya menuruti keinginan Ayahnya. Gadis cantik itu nampak cekatan menyeduh kopi, lalu menata beberapa potong ubi rebus ke atas piring. Apalagi penampilannya yang hanya mengenakan daster rumahan khas ibu-ibu rumah tangga, Tinggal mencari kepala rumah tangganya saja.

Dira berjalan pelan sambil membawa nampan berisikan pesanan Surya sambil menggerutu kesal. Walaupun tahu hal itu tidak baik, tapi Dira tetap melakukannya.

"Nih, Yah, kopinya jangan terlalu manis, kan?" kata Dira sambil menyimpan nampan tersebut di atas meja kayu saping Surya.

Ayah dua anak itu tersenyum lebar, bangga sekali rasanya melihat putri sulungnya tumbuh menjadi gadis cantik yang cerdas dan pandai mengurus rumah tangga. Akan sangat beruntung jodoh Dira kelak, batin Surya.

"Iya betul banget, makasih ya, Kak." 

Dira mengangguk semangat, wajahnya kembali ceria. Seolah rasa kesal yang tadi terus berkecokol dalam hatinya hilang entah kemana saat melihat senyum tulus Ayahnya. Sederhana namun sangat bermakna.

"Sama-sama, Yah. Oh iya, kemaren Pak Yanto katanya mau minjem selang air yang panjang banget, tapi pas Kakak cari gak ada," ujar Dira seraya mendudukan tubuhnya di salah satu kursi kayu yang tersedia di sana.

"Oh itu, iya kemaren udah di pinjem duluan," jawab Surya.

"Sama siapa? Kok Kakak gak tau?" tanya Dira heran.

"Sama Jo-'

"Permisi Pak Surya, saya mau balikin selang."

Ucapan Surya terpotong oleh seseorang yang tiba-tiba saja menyembulkan setengah badannya di gerbang rumah Dira. Pria dewasa yang namanya hampir di sebut oleh Surya itu tersenyum sopan lalu masuk ke dalam pekarangan rumah setelah si empunya rumah mempersilahkan.

"Masuk Nak Jordan, ngopi dulu," ajak Surya santai, tanpa canggung sama sekali.

Sedangkan Dira yang entah kenapa merasa sangat terkejut, sontak berdiri dari duduknya lalu memandang Jordan dengan pandangan yang sulit diartikan. Seperti tak percaya sekaligus, risih? Entahlah Dira juga tak paham.

Pandangan keduanya bertemu untuk beberapa detik sebelum Dira dengan cepat mengalihkan pandangannya sambil mengucap istighfar. Sementara Jordan memandangi Dira dari atas sampai bawah, lalu tersenyum tipis.

Bagaimana tidak tersenyum seperti itu, Dira saat ini hanya menggunakan daster di atas lutut dengan potongan dada yang cukup rendah. Belum lagi wajah polos serta rambut hitam panjangnya yang di cepol asal. Singkatnya, Jordan terpesona.

Beberapa detik kemudian Dira segera berlari memasuki rumah, meninggalkan Surya dan Jordan yang mendadak cengo. Merasa bingung dengan tingkah Dira yang tiba-tiba. Lebih-lebih Surya, dia merasa aneh dengan tingkah Dira yang menjadi pemalu seperti sekarang. 

Karena biasanya, gadis itu akan bertingkah caper alias cari perhatian jika ada Jordan. Surya juga tahu bila putrinya menyimpan rasa suka pada tetangganya yang satu ini. Kentara sekali pokoknya.

"Kenapa sih, Kak?" tanya Anita keheranan melihat Dira berlari bak orang dikejar setan. Namun tak ada jawaban, putrinya itu langsung memasuki kamar lalu menutup pintunya keras.

EUNOIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang