33. Untuk masa lalu, selesai.

25 6 0
                                    

Perasaan Adin saat ini benar-benar campur aduk, sebentar lagi dia akan menikah tapi kenapa malah beradu mulut dengan sahabatnya sendiri? Bagaimana kalau di hari pernikahannya Dira tidak datang? Adin takut soal itu.

Adin juga merasa bersalah mungkin perkataan Adin benar-benar menyakiti hati Dira. Karena ingin menenangkan diri Adin pergi ke sebuah cafe sendirian, di cafe juga tetap pertengkarannya dengan Dira masih menghantui pikirannya.

Gadis itu duduk sendirian sambil mengaduk-ngaduk minumannya dengan pikiran yang kosong, ia melamun. Tiba-tiba ada seseorang yang duduk disebelahnya.

"Sendirian?" tanya seseorang tersebut.

Adin menoleh ke sumber suara, dia terkejut. Kenapa harus orang ini? Membuat Adin tambah kesal saja.

"Kak Yudhit? Ngapain disini?" tanya Adin.

"Mau nemein kamu," jawab Yudhit dengan senyumannya dan mata yang tak berhenti menatap Adin.

"Lebih baik Kak Yudhit pergi, aku lagi pengen sendiri," pinta Adin sambil menundukkan kepalanya.

Yudhit mengerti, mungkin Adin sedang bersedih. Tetapi lelaki itu enggan pergi dari sisi Adin. Niatnya ia ingin menenangkan Adin kalau Adin mau.

"Lagi sedih? Aku temenin, deh," usul Yudhit.

"Kak, aku lagi pengen sendiri," desak Adin dengan tatapan tegas.

"Kamu gagal nikah?" celetuk Yudhit dengan wajah santai. Adin langsung membelalakkan matanya terkejut, bisa bisanya lelaki lubang buaya ini berkata yang tidak senonoh.

"Astaghfirullahaladzim, naudzubillah min dzalik! Kak, bisa gak, sih, kalo ngomong jangan seenaknya?!" geram Adin dengan mata yang berkaca-kaca.

Gadis itu takut, masalahnya dengan Dira saja membuatnya kepikiran. Bagaimana jika apa yang Yudhit ucapkan itu menjadi do'a? Adin takut kehilangan dua orang yang ia sayangi.

"Maaf, Din, aku gak maksud sumpah. Abisnya kamu sedih gitu padahal bentar lagi nikah," ujar Yudhit dengan wajah bersalah.

"Kalo gak tau apapun Kak Yudhit mending diem aja!"

"Iya, maaf. Kalo gagal pun aku siap kok, Din, gantiin calon suami kamu," ujar Yudhit membuat Adin meneteskan air mata. Yudhit benar-benar membuat Adin semakin kesal, moodnya hari ini sangat tidak baik.

"Kak!!! Stop!" Adin menghela nafas, berusaha menahan tangisnya lalu kembali berkata, "emang nikah itu segampang balikin telapak tangan?! Enggak, Kak, butuh persiapan yang matang. Dengan entengnya Kak Yudhit bilang kayak gitu?! Aku emang lagi sedih, tapi bukan soal pernikahan aku. Kalo Kak Yudhit gak tau apa-apa aku bilang pergi. Pergi, Kak!" Adin sangat geram, tangisnya tak bisa ia tahan lagi.

Terlihat wajah bersalah dari Yudhit, lelaki itu ingin sekali menenangkan Adin tapi ternyata malah membuat gadis itu semakin kacau. Ingin rasanya Yudhit memeluk Adin, tapi dia sudah terikat dengan seseorang.

Yudhit juga tidak bermaksud apapun mengatakan hal yang tidak senonoh tadi, memang lelaki itu bila berbicara tidak dipikirkan terlebih dahulu. Tapi masalahnya perkataan itu adalah do'a. Bagaimana kalau malaikat mencatat? Kan bahaya.

"Din, sumpah aku minta maaf. Aku gak maksud, maafin aku, Din," ujar Yudhit memohon sambil melihat Adin yang sudah meneteskan air matanya sejak tadi.

"Emang ya dari dulu Kak Yudhit selalu bikin aku sakit hati, gak dari omongan gak dari sikap. Kak Yudhit selalu nambahin beban pikiran tau gak! Sekarang aku udah mau nikah pun Kak Yudhit masih aja kayak gini. Cukup, Kak! Kalo seandainya Kak Yudhit datang di kehidupan aku cuman buat ngancurin doang lebih baik kita gak pernah kenal aja."

EUNOIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang