Riznan berjalan cepat keluar dari kawasan kantor tempatnya bekerja. Pemuda tampan itu, sudah tidak sabar untuk sampai di restoran tempat biasa dia dan Arkan makan siang. Namun kali ini tanpa kehadiran Arkan, dikarenakan pemuda berlesung pipi yang satu itu masih ingin menyelesaikan pekerjaannya yang dirasa nanggung.
Di tengah perjalanan, tanpa sengaja pandangan Riznan bertemu dengan tatapan polos seorang gadis berhijab yang juga sedang berjalan ke arahnya.
Di detik berikutnya, Riznan yang tersadar langsung mengalihkan pandangannya dari si gadis itu. Entah kenapa, jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Apalagi saat menyadari jika gadis tersebut berjalan semakin mendekat.
"H-hai, assalamu'alaikum," sapa gadis berhijab yang ternyata adalah Anindira.
Ini adalah pertemuan pertama keduanya setelah mengetahui jika masing-masing dari mereka memiliki perasaan yang sama. Dira maupun Riznan, sama-sama dilingkupi rasa gugup. Namun, keduanya berhasil menyembunyikan hal itu.
Riznan terkesiap, tubuhnya menegang untuk beberapa saat sebelum kembali tersadar. Dengan gugup, Riznan menjawab salam dari Dira.
"Waalaikumsalam, mau kemana, Dira? Tumben sendirian, gak sama Adin?" tanya Riznan tanpa menoleh ke arah Dira, pandangannya dibuat menunduk memandang trotoar jalan.
Dira tersenyum malu-malu, dapat dilihat dengan jelas semburat merona di pipinya. Dira sedang menahan malu. Lagian siapa, sih, yang tidak malu saat bertemu dengan seseorang yang kita suka dan telah terverifikasi bahwa orang tersebut juga menyukai kita.
"Mau nganterin berkas Ayah yang ketinggalan, nih, Kak. Aku sama Adin itu emang sahabatan, tapi gak setiap waktu aku sama dia juga kali."
Riznan tersenyum tipis saat menyadari panggilan Dira untuknya berubah. Dan entah kenapa, panggilan tersebut terdengar sangat menggemaskan di telinganya.
"Oh gitu? Kenapa jalan kaki? Biasanya juga naik motor atau mobil?"
Dira tersenyum lalu menggeleng pelan. "Si tambun lagi di bengkel, kalo mobil aku bosen, apalagi sendirian kayak gini, berasa hampa banget." Anindira menjawab dengan nada menggemaskan.
"Kamu ngode minta saya temenin?"
Untuk kali ini giliran Dira yang menegang, kalimat yang dilontarkan oleh Riznan membuatnya sangat malu. Takut Riznan berpikir jika dia adalah perempuan centil yang suka menggoda laki-laki.
Dira menggeleng ribut, telapak tangannya terangkat untuk memberi gesture bahwa apa yang disebutkan Riznan tidaklah benar.
"Ng-nggak, kok, siapa bilang? Kak Riznan aja yang ke geeran," elaknya cepat.
Riznan terkekeh, lagi-lagi dia dibuat gemas oleh tingkah Dira yang menurutnya sangat polos. Apalagi saat matanya tak sengaja melihat wajah memerah itu panik.
"Bisa aja ngelesnya, jujur aja kali."
Dira mencebik kesal. "Apaan, sih? Udah, ah, Ayah aku udah nungguin. Aku pamit, ya, assalamu'alaikum."
"Waalaikumsalam, hati-hati dijalan ya."
Dira tak menjawab, gadis itu hanya tersenyum lalu berjalan melewati Riznan. Setelahnya Riznan pun melanjutkan perjalanannya menuju restoran. Pemuda itu bahkan baru ingat jika dirinya sedang kelaparan.
Kehadiran Dira sangat mempengaruhi dirinya, ah ternyata efeknya sekuat ini.
– – –
Dira memarkirkan mobilnya di dalam garasi, gadis itu baru pulang sekolah. Terbukti dari wajah kelelahan serta seragam yang sudah tak lagi rapi di tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EUNOIA
Teen Fiction(n.) beautiful thinking ; a well mind. Seperti makna dari kata 'eunoia' yang bermakna niat baik. Pertemuan tak sengaja mengundang perasaan. Menumbuhkan niat baik dari dua pemuda paham agama yang atas dasar ingin membimbing wanita yang mereka temui...