10. Ukhti?

42 13 0
                                    

"MasyaAllah, ternyata Dira cantik banget ya kalo pake gamis begini," gumam Dira sambil memandangi pantulan dirinya di cermin. Dia mengenakan gamis berwarna mustard dan kerudung hitam.

Gadis dengan pipi tembam itu sedang bersiap untuk ikut mengaji bersama Mama Adin dan tentunya Adin juga. Entah kenapa, perkataan Riznan kemarin seolah menampar hatinya yang selama ini selalu menutup diri dari kenyataan bahwa apa yang selama ini ia jalani tidaklah baik. Terlebih caranya dalam berpakaian. Dira harus berubah, perlahan tapi pasti lebih baik dari pada tidak sama sekali.

Merasa sudah rapi, Dira segera keluar dari kamarnya lalu menghampiri Mamanya yang sedang menyuapi Kenzie-adik Dira, di ruang keluarga.

"Jadi ikut ngaji ke Mamanya Adin?" tanya Anita — Mama Dira, saat melihat putrinya datang dengan gamis.

Dira mengangguk semangat, gadis itu mendekat lalu duduk di samping Kenzie yang asik mengunyah sambil menonton kartun kesukaanya.

"Laporin Ayah, ah, kalo Ken makannya sambil nonton. Mana belum ngerjain tugas lagi, ini mah udah pasti sepedanya di sita," ujar Dira menggoda adiknya sambil menjawil pipi tembam Kenzie.

"Bundaaa, Kak Dira nya, tuh!" rengek Kenzie hampir menangis, membuat Dira tertawa puas sambil terus mengejek.

"Apa? Emang iya kan Ken belum ngerjain tugas, tapi udah nonton tv."

"Sekali doang ih, kata Bunda juga gapapa tau," sungut Kenzie tak terima.

"Udah biarin aja, Kak, sesekali gapapa. Asal gak sering dan yang paling penting Ayah gak tau," lerai Anita sambil kembali menyuapi Kenzie agar si bungsu tidak kembali berbicara. Dira mengangguk saja, toh dia juga hanya bercanda. Kasihan Kenzie masih terlalu kecil untuk memikul ekspektasi tinggi Surya yang selalu ingin anak-anaknya menjadi yang terbaik.

"Ya udah kalo gitu, Dira berangkat," pamit Dira sambil mencium punggung tangan Bundanya lalu kembali menjawil pipi Kenzie yang bergerak lucu saat mengunyah.

"Iya, hati-hati di jalan. Titip salam juga buat Mamanya Adin."

Dira mengacungkan kedua jempol tangannya lalu meninggalkan rumah setelah mengucap salam. Kali ini Dira tidak menggunakan si tambun, alias motor matic kesayangannya karena jarak rumah dirinya dan Adin tidaklah jauh. Kompleks keduanya tepat bersebelahan, sehingga Dira hanya perlu melewati jalan tikus untuk memasuki kompleks perumahan Adin.

Sampai di rumah Adin, Dira tanpa ragu langsung masuk. Sudah tidak aneh memang, mengingat kedua gadis cantik itu sudah bersahabat lebih dari lima tahun. Sehingga Dira maupun Adin, sudah tidak canggung lagi dengan keluarga masing-masing.

"Assalamualaikum, Dira comeback, nih!" pekik Dira sesaat setelah melewati pintu utama. Senyum manisnya mengembang saat mendapati Adin dan Mamanya di ruang keluarga.

"Waalaikumussalam," jawab Adin dan Yasmin bersamaan.

Dira mencium punggung tangan Yasmin, lalu menyampaikan salam dari sang Bunda.

"Kebiasaan banget, sih, masuk rumah teriak-teriak!" protes Adin sambil menepuk paha sahabatnya yang sudah duduk di sebelahnya.

"Ya karna udah terbiasa, jadi kalo gak teriak tuh kek ada yang kurang, Din." Adin mendengus mendengar jawaban Dira, sedangkan Yasmin hanya terkekeh saja.

"Udah siap? kita langsung berangkat aja," tanya Yasmin, beranjak dari duduknya.

Adin dan Dira mengangguk semangat. Apalagi Dira, gadis itu sudah tidak sabar mengaji bersama ibu-ibu komplek karena ini menjadi kali pertamanya. Tidak seperti Mama Adin yang aktif mengikuti berbagai kegiatan bersama tetangga, Bunda Dira justru cenderung membatasi diri dengan tetangga. Dira juga tidak tahu apa alasannya, yang pasti Bundanya lebih suka menyendiri sambil memasak atau membuat barang-barang hand made dari barang-barang tak terpakai.

EUNOIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang