Terhitung sudah seminggu lamanya Riznan berada di rumah keluarga besarnya yang terletak di Yogyakarta. Membantu acara pernikahan salah satu sepupunya yang sudah dilaksanakan dua hari yang lalu. Karena itu pula lah, Riznan tidak bisa menemani Arkan untuk melamar Adin tempo hari.
Riznan sudah berulang kali meminta maaf, begitu juga Arkan yang berulang kali mengatakan bahwa dia tidak keberatan. Karena keluarga Riznan lebih membutuhkan sahabatnya itu daripada dirinya. Mengingat Riznan adalah cucu laki-laki pertama, dan hanya Riznan yang bisa diandalkan.
Seperti sekarang ini, Riznan yang baru selesai sarapan ikut berkumpul bersama anggota keluarganya yang lain di gazebo belakang rumah. Tak banyak memang karena beberapa anggota keluarga yang lain sudah kembali pulang ke kediaman masing-masing. Begitu juga Riznan yang berencana untuk kembali ke Jakarta esok hari.
"Mas Igham beneran mau pulang besok? Ndak mau minggu depan aja?" tanya seorang gadis kecil berusia lima tahun yang sejak tadi tak mau turun dari pangkuan Riznan.
Igham sendiri merupakan nama panggilan Riznan yang hanya digunakan oleh keluarganya saja. Berasal dari nama tengah Riznan yaitu Zaigham.
"Iya, Mas Igham pulang besok," jawab Riznan sambil mengelus kerudung berwarna merah muda yang dikenakan oleh adik sepupunya itu.
"Yaahhh, padahal lusa Alisha mau tes hapalan di sekolah. Alisha mau Mas Igham yang anter biar semangat..." lirih gadis itu sambil menundukkan kepalanya sedih.
Mendengar penuturan Alisha, Riznan pun terkekeh lalu membalik posisi duduk si gadis kecil agar berhadapan dengan dirinya. Memandang wajah bulat Alisha yang nampak sangat cantik, belum lagi kerudung berwarna merah muda yang memilik pita di beberapa bagian. Sangat cocok untuk anak kecil, terlihat semakin menggemaskan.
"Jangan sedih dong, maafin Mas Igham, ya," bujuk Riznan sambil mencium pipi tembam Alisha. Riznan jadi merasa bersalah karena tak bisa mengabulkan keinginan sepupu kesayangannya ini.
Namun gadis kecil itu tak menjawab, memilih untuk turun dari pangkuan Riznan lalu berlari memasuki rumah. Melihat itu Riznan pun berdiri, dia harus menyusul Alisha sebelum gadis kecil itu semakin ngambek.
"Biar Mbak aja yang nyusul Alisha, kamu di sini aja, Gham," tahan Syifa yang merupakan ibu dari Alisha. Riznan hanya mengangguk lalu kembali duduk bersila di atas gazebo.
"Papa liat-liat kamu udah cocok jadi seorang ayah, Gham. Umur kamu juga sudah cukup matang, sudah waktunya kamu membangun rumah tangga," celetuk Malik — Papa Riznan yang sejak tadi tak melepaskan pandangnya dari sang anak tunggal.
Riznan menoleh ke arah Papanya lalu menggeleng. "Igham belum siap, Pa, Igham belum punya pekerjaan," terangnya sambil tersenyum tipis.
"Kamu gak usah kerja, Gham, cukup bantu Papa kamu ngurusin cabang-cabang toko beras kita. Atau kalo kamu mau, kamu langsung gantikan Papa saja. Papa sudah tua, Nak, sudah tidak sekuat dulu," jelas Sinta yang merupakan Mama Riznan.
Namun Riznan kembali menggelengkan kepalanya membuat kedua orangtuanya bingung.
"Igham mau kerja yang gajinya tetap, Ma, biar masa depan Igham terjamin. Ya walaupun kita gak tau kedepannya gimana, tapi Igham mau lebih tenang aja." Riznan memaparkan keinginannya yang langsung diangguki oleh Malik.
"Bagus kalo memang begitu, tapi ingat, Gham, kita tidak boleh terlalu mengejar harta duniawi. Gusti Allah sudah menentukan rezeki setiap umatnya. Kamu gak perlu terlalu memikirkan itu," pungkas Malik sembari menepuk pundak putra semata wayangnya yang kini sudah dewasa.
"Iya, Pa, Igham akan selalu ingat perkataan Pa-"
Kalimat Riznan terpotong begitu saja saat tiba-tiba ponselnya bergetar tanda bahwa dirinya mendapatkan panggilan telepon.
KAMU SEDANG MEMBACA
EUNOIA
Teen Fiction(n.) beautiful thinking ; a well mind. Seperti makna dari kata 'eunoia' yang bermakna niat baik. Pertemuan tak sengaja mengundang perasaan. Menumbuhkan niat baik dari dua pemuda paham agama yang atas dasar ingin membimbing wanita yang mereka temui...