Suasana langit siang ini begitu cerah, terlihat wajah wajah ceria dari santri- santri yang berada di pesantren yang bernama Baitul Qur'an itu sedang melakukan berbagai kegiatan membuat Arkan dan Riznan mengingat bagaimana mereka saat mondok.
Mereka sama-sama tertawa mengingat hal-hal konyol dan membuat gelak tawa saat menjadi santri. Tapi disisi lain Riznan sedih, tidak terasa umur mereka sudah tua juga. Dan seharusnya sudah siap untuk meminang seseorang, Riznan teringat akan obrolan saat dirumah Arkan.
Orangtua Arkan menyuruh lelaki itu agar cepat-cepat menikah, disatu sisi Riznan sedih karena mungkin dirinya akan segera ditinggal menikah oleh sang sahabat karibnya dari awal mondok sampai sekarang ini.
"Dulu kita bocah banget mana ada mikirin jodoh, yang dipikirin hafalan. Eh, sekarang udah harus mikirin jodoh karena umur udah segini pasti butuh pendamping," celetuk Riznan yang matanya kini memandang indahnya langit.
Arkan mengangguk dia tersenyum simpul. "Yaiyalah, dulu pake sarung sama kopiah miring aja bodo amat ana, sekarang beda."
"Iya, sekarang antum jadi tebar pesona," sindir Riznan membuat Arkan langsung menyentil kopiah yang Riznan gunakan.
"Lambemu!" protes Arkan.
Riznan tidak menggubris lelaki disebelahnya itu, dia menoleh ke samping. Menatap Arkan dengan tatapan sedih namun disertai senyuman yang terlihat seperti ikhlas yang tak sungguh. Dia mengepalkan tangan kirinya lalu dipukul lah bahu Arkan pelan.
"Kalo antum udah nikah, doain semoga ana cepet nyusul, Ar!" ujar Riznan.
Arkan menoleh, dia terkekeh. "Ya Allah nikahnya aja belom, bisa jadi antum dulu gimana, tuh?"
"Gak, lah, ana yakin antum dulu, sih. Soalnya antum udah ada calonnya."
"Takdir Allah unik, Riz. Kan katanya gini, bukan bertemu lalu berjodoh, tapi karena berjodoh lalu bertemu," ujar Arkan.
"Tapi, Ar, gak tau kenapa ana malah berharap sama cewek yang hobinya marah-marah. Ana tau ini aneh dan terkesan memaksa, tapi ana mau banget dia jadi lebih baik."
Mendengar ucapan Riznan seakan-akan Arkan sudah dapat membayangi siapa perempuan itu, tapi Arkan belum yakin dia perempuan yang Riznan bicarakan. Kalaupun benar, Arkan sangat setuju.
"Hadeh, hobi kau marah-marah terus nanti bininya hobi marah-marah juga begimana ceritanya, tuh," ledek Arkan.
"Ya kalo sama bini ana gak akan marah-marah, lah, ana tuntun dia sampe ke surga," timpal Riznan sambil menaik-naikkan alisnya.
"MasyaAllah aamiin, Riz. Ana juga lagi pengen bantu merubah seseorang, nih. Merubah cewek yang belum lama ini kita temuin biar jadi lebih baik lagi dengan bimbingan ana," ujar Arkan membuat Riznan membulatkan matanya.
"YANG MANA?!"
Dengan tak santai Riznan bertanya kepada Arkan membuat Arkan tertawa kencang. Lelaki berlesung pipi itu sudah yakin kalau perempuan yang Riznan maksud adalah teman dari wanita yang Arkan sukai.
"Hahaha! Santai kali, Bro. Ana yang satunya lagi, yang agak kaleman dikit. Antum yang sering protes, kan? Yang marah-marah mulu, 11 12 kayak kau, sih," ledek Arkan dengan gelak tawanya.
Riznan menggaruk tengkuknya yang bahkan tidak gatal, namun tetap dengan wajah juteknya. "Diem, lah! Bukan dia. Kaget aja, kok bisa antum suka sama salah satu dari mereka? Terus kenapa pengen rubah dia?"
Penuh elakan dari Riznan yang tetap saja ingin menutupi perasaannya itu, mungkin dia benar-benar ingin mengikuti kisah cinta Ali dan Fatimah yang mencintai dalam diam. Arkan tidak berlanjut meledeki sahabatnya itu karena pasti sebentar lagi sapu akan melayang kepada dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EUNOIA
Teen Fiction(n.) beautiful thinking ; a well mind. Seperti makna dari kata 'eunoia' yang bermakna niat baik. Pertemuan tak sengaja mengundang perasaan. Menumbuhkan niat baik dari dua pemuda paham agama yang atas dasar ingin membimbing wanita yang mereka temui...