23. Seamin Tak Seiman

24 5 0
                                    

Pagi ini wajah Adin terlihat murung. Gadis itu sibuk memikirkan percakapan antara dirinya dan Bima kemarin. Dia takut jika pertemanan keduanya akan terasa canggung. Padahal intensitas keduanya untuk bertemu sangat banyak, Adin khawatir akan hal itu.

Yasmin melirik putri tunggalnya. Wanita paruh baya itu mengernyitkan kening saat menyadari cara makan Adin tidak seperti biasanya. Terlihat tidak nafsu makan, padahal gadis selalu semangat saat sarapan.

Melihat itu, Yasmin jadi khawatir. Dia takut putrinya merasa terbebani akan lamaran Arkan. Apa jangan-jangan Adin merasa terpaksa menerima Arkan? Padahal Adin tidak seperti itu, gadis itu justru sangat tidak sabar untuk segera dinikahi Arkan.

"Sayang, kamu kenapa? Kok makan rotinya gak lahap gitu?" tanya Yasmin khawatir.

Adin menyimpan roti yang dia pegang lalu menatap Yasmin serius.

"Ma, masa Adin kepikiran soal Bima," ujar Adin to the point. Rasanya percuma saja jika dia berbohong, lama-lama Mamanya juga pasti akan tahu.

Yasmin memandang bingung. "Bima? Bima yang temen sekelas kamu itu? Emang dia ngomong apa, Nak?"

"Dia ngomong dia suka sama Adin, Ma. Kita kan temenan ya masa dia suka sama Adin, sih? Terus dia juga udah tau kalo Adin mau nikah sama Kak Arkan eh dia malah langsung ngomong kayak gitu," jawab Adin.

"Gini ya, Din. Gak ada pertemanan antara cowok sama cewek. Pasti salah satunya nyimpen rasa, atau ada yang pernah suka tapi tiba tiba ilang sendiri, atau ada yang masih suka gak mau bilang, atau juga ada yang udah gak kuat mendem termasuk mungkin Bima temen kamu itu," ujar Yasmin.

Adin dibuat mikir. Kenapa bisa Bima menyukai Adin? Padahal Adin selama ini berpikir perhatian Bima kepadanya hanya teman biasa.

"Emang dia suka sama Adin karena apa, sih?" tanya Adin penasaran.

"Ya mana Mama tau, mungkin kamu bikin dia nyaman. Suka itu berawal dari nyaman, kan? Tapi untung aja kamu udah mau nikah, kalo nggak ntar kamu diajak pacaran, deh," ujar Yasmin.

Adin langsung menggeleng cepat. "Nggak lah, Ma! Bima juga tau Adin lagi memperbaiki diri kemarin juga dia bilang katanya cuman pengen Adin tau perasaan dia meski dia tau Adin udah gak mau pacaran."

Yasmin tertegun. "MasyaAllah kayaknya dia tulus sama kamu, Din. Udah suka dari lama ya?"

Adin memukul tangan mamanya pelan. "Mama ih! Kan Adin udah mau nikah jangan ngomong gitu dong gimana kalo Adin jadi baper sama Bima?"

"Gak gitu maksud Mama, Mama cuman berkomentar. Kayaknya, ini ujian biar kamu gak kegoda, tuh, sama cowok selain Arkan. Udah ya kamu fokus aja sekolah sama mempersiapkan diri jangan mikirin yang lain tau tau pas lulus kamu udah jadi istri orang kan," ujar Yasmin membuat Adin merinding saat mendengar kalimat terakhir.

"Iya, Adin bakal-"

Titttt... Titttt...

"ADIIINNNN BERANGKAT, YOK!" teriak seseorang dari luar sambil membunyikan klakson.

Adin langsung berdiri dari duduknya lalu menggigit 1 gigitan roti yang belum ia habiskan.

"Nah, taksi online Adin udah dateng. Berangkat dulu ya, Ma, assalamu'alaikum!" pamit Adin mencium tangan Yasmin.

- - -

Beberapa menit kedua gadis itu bisa sampai ke sekolah. Sekarang ini mereka sudah berada di parkiran sekolah, Adin turun lebih dulu. Saat Adin turun dia bertemu dengan Mark yang sama sudah memarkir kan mobilnya tepat disamping mobil Dira.

Mark melihat Adin sambil mengayunkan kunci mobilnya. Mark memandang Adin kebingungan.

"Loh, Din, sama siapa?" tanya Mark menghampiri Adin.

Tak lama sejak Mark melontarkan pertanyaan, Dira keluar dan menghampiri mereka berdua. Lalu Mark terkekeh melihat Dira yang ternyata menyetir mobil.

"Lah, bebeb gue ternyata. Gue kira sugar daddy nya si Adin," ujar Mark enteng.

Adin mendengus. "Sugar daddy pelelo meledak!"

"Jangan manggil gue bebeb kalo harga mobil lo masih dibawah harga mobil gue," ujar Dira menyombongkan diri.

Alhasil Dira langsung Adin pukul. Haduh, sifat julid dan angkuhnya Dira tidak hilang-hilang pikir Adin.

"Jangan sombong, Allah gak suka. Disita Pak Surya tau rasa lo!" ujar Adin.

Dira menganggukkan kepala dengan wajah menyesal. "Iya iya maaf, Ukhti."

"Liat aja nanti kalo gue udah sukses, ntar gue ke rumah lamar lo bawa jet pribadi," ujar Mark dengan entengnya membuat mulut Adin gatal ingin menasehati.

"Emang kalian bisa nikah? Kan kalian beda agama?" sindir Adin.

Alhasil Dira dan Mark diam menunduk, mereka kena mental mendengar ucapan Adin. Memang benar, kan? Pernikahan beda agama itu haram hukumnya.

Apalagi Dira seorang wanita muslim, tidak boleh ia menikah dengan pria yang berbeda agama dengannya. Wanita butuh nahkoda untuk menuju surga-Nya. Tentu saja pilihlah suami yang pemahaman agamanya lebih dari kita sebagai calon istri.

Adin merasa bingung, kenapa malah jadi diam dua-duanya?

"Kok malah pada diem, sih?" tanya Adin.

Mark langsung buka suara. "Ya abisnya lo pake nanya bisa nikah gak kita. Kan gue kena mental sadar diri kita beda iman."

Dira yang sejak tadi diam nyatanya tidak benar-benar diam, ia memikirkan ucapan Mark. Ini candaan atau bukan, sih? Namun, karena tidak mau terlalu percaya diri dan menjadikan canggung diakhir, maka Dira mencairkan suasana.

"Halah kek yang punya iman aja!" sindirnya.

"Gini gini juga gue religius ya, lo gak liat gue gak pernah lepas kalung salib?" timpal Mark sambil memperlihatkan kalung salib yang selalu ia pakai.

Memang, Mark itu sangat religius. Mungkin yang versi seiman adalah Riznan, dan versi tidak seiman itu Mark dan... Jordan? Itu menurut pemikiran Dira.

Seketika Dira mengingat kisah cintanya yang begitu rumit dengan Jordan terngiang-ngiang lagi. Dira mencintai Jordan, sudah lama juga memendam. Tapi... semesta tidak menyetujui. Dira ke masjid, Jordan ke gereja. Tasbih ditangan Dira, kalung salib dileher Jordan. Sangat berbeda bukan?

Dira tidak ingin larut lagi dalam kesedihan mencintai seseorang yang berbeda keyakinan dengannya. Sekarang pun Dira tahu betul bahwa mencintai seseorang yang berbeda keyakinan itu membawa dirinya ke dalam dosa.

Dira langsung menarik tangan Adin. Gadis yang ditarik tangannya itu mengernyitkan dahinya bingung karena begitu keras cengkraman Dira.

"Sakit woi!" adu Adin.

"Udah ah ayo pergi! Gue jadi inget Kak Jordan kalo bahas yang kayak gini," jujur Dira.

Adin menghela napas. "Makanya lo jangan suka sama yang beda iman mulu, cape kan lo?"

Mendengar ucapan Adin lagi dan lagi Mark kena mental. Mark sejak tadi diam saja nyimak padahal di dalam hatinya juga dia nyesek sendiri.


- tbc -

jangan lupa pencet bintangnya temen-temen, makasi <3

EUNOIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang