Tok.. Tok.. Tok..
"Adiiinnnn! Assalamualaikum!!" teriak Dira dari luar pintu rumah Adin. Dengan rambut acak-acakan karena baru saja bangun tidur, Adin membuka pintu sambil mengucek-ngucek matanya.
"Waalaikumussalam, ada apaan? Gue baru bangun tau gak, udah disamperin sama nenek sihir!" kesal Adin dan langsung terkena sentilan didahinya. "Awhh!!"
"Mata lo nenek sihir. Gue mau minta anter sama lo daftar ngaji di Masjid Baiturrahman disuruh emak," ujar Dira membuat mata Adin membulat.
"WHAT?! ARE YOU KIDDING ME, RA?! LO MAU NGAJI?! Buseeeettt dapet hidayah dari mana, dah," ujar Adin dengan gelengan kepala dan telapak tangannya ditepuk-tepuk.
"SIAPA YANG MAU NGAJI!" protes Dira menoyor kepala Adin. "Emak gue suruh daftarin adek gue, si Kenzie. Katanya disana lagi banyak yang daftar ngaji terus yang ngajarnya ganteng. Emang iya? Udah liat belom gurunya?"
Adin mengedikkan bahu. "Gak tau, belom. Masa, sih, gurunya ganteng? Setau gue guru-guru disana bapak-bapak. Maksud mereka sugar daddy kali, ya?"
"OTAK LO KOSLET SUGAR DADDY! KATANYA MASIH MUDA!"
"Lo ngomong gak bisa nyantai apa? Gue masih ngumpulin nyawa udah dibentak-bentak daritadi, dasar nenek sihir lo emang!" cibir Adin.
"Lagian lo lemot," timpal Dira.
"KAN BARU BANGUUUUNNN!!" Kini Adin yang ngegas. Dira akhirnya mematung.
"Nah, gitu kalem," ujar Adin.
"Yaudah iya, cepet sana pake kerudung dulu lo. Masa ke masjid kek begini, mana rambut udah kek orang gila yang suka keliling," ledek Adin disertai kekehan.
"Sialan!" umpar Adin lalu berlari ke kamarnya untuk memakai kerudung dan baju yang pantas dipakai ke masjid.
Adin menunggu Dira beberapa saat, lumayan lama. Karena Adin adalah tipe cewek yang tidak bisa keluar kalau bibirnya tidak memakai gincu, meski dia memakai tipis-tipis, sih. Tapi, kalau sama sekali tidak memakainya dia merasa tidak nyaman.
Gincu is my life, katanya.
"Yuk!" ujar Adin yang sudah datang Dira hanya mengangguk dan bangkit dari duduknya.
Selama perjalanan mereka membahas sebenarnya siapa, sih, guru yang mengajar disana. Apa benar mereka tampan? Sampai-sampai para ibu-ibu mendaftarkan anak mereka untuk mengaji disana.
Saat sampai ditujuan, Adin dan Dira melihat banyak ibu-ibu yang mendaftarkan anak mereka. Ada yang bersama anaknya, ada yang tidak juga.
Adin dan Dira mengernyitkan dahi, ternyata seramai ini. Ada yang sudah pulang, ada yang sedang mendaftar, ada juga yang baru datang seperti halnya Adin dan Dira.
"Buseeetttt, rame bet udah kek mau ngantri sembako," ujar Adin sambil matanya melihat sekeliling masjid.
Namun, berbeda dengan Dira dia malah terlihat kaget. Matanya fokus terhadap satu titik, dimana terlihat dua pemuda yang sedang duduk berbicara dengan para ibu yang sedang mendaftarkan anak mereka.
"WOI! DIN!" panggil Dira sambil menyenggol-nyenggol Adin. Gadis pendek yang tidak tahu apa maksud Dira itu langsung melihat kemana sudut mata Dira melihat.
"Itu si duo suci bukan, sih?!" tanya Dira memastikan.
"Lah! Iya itu mereka. Jadi gurunya mereka, toh? Ya.. emang ganteng..."
Mendengar Adin mengatakan hal tersebut membuat dia terkena toyoran lagi dari Dira. "Ganteng dari mana!"
Tidak terasa, langkah mereka semakin dekat dengan keberadaan Arkan dan Riznan. Dira langsung menghentikan langkahnya, namun Adin terus berjalan saja meninggalkan Dira, padahal sebenarnya dia juga malu karena beberapa hari ini pembicaraannya dengan Arkan terlalu pribadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
EUNOIA
Teen Fiction(n.) beautiful thinking ; a well mind. Seperti makna dari kata 'eunoia' yang bermakna niat baik. Pertemuan tak sengaja mengundang perasaan. Menumbuhkan niat baik dari dua pemuda paham agama yang atas dasar ingin membimbing wanita yang mereka temui...