Arkan dan Riznan tak pernah menyangka jika keinginan mereka untuk menyelidiki tujuan dana gelap beberapa minggu ini bisa membuat mereka mendapat penghargaan dari perusahaan. Bahkan keduanya dipanggil oleh pemilik perusahaan, katanya, sih, hanya ingin bertukar pikiran saja, sekaligus berterima kasih karena berhasil menghentikan tindakan korupsi yang dilakukan oleh kepala divisi keuangan.Iya, jadi dari hasil penyelidikan dua pria tampan itu, menunjukan jika dana tersebut langsung masuk ke rekening pribadi milik istri kepala divisi keuangan yang namanya disamarkan. Bahkan Arkan dan Riznan sempat ditegur oleh si tersangka, dia berkilah jika penyelidikan yang dilakukan Arkan dan Riznan tidaklah penting, dan hanya membuang waktu.
Namun bukan Arkan dan Riznan namanya jika menyerah begitu saja saat mendapatkan gertakan tak seberapa. Karena kebenaran lebih penting dari apapun, persetan dengan risiko yang akan mereka dapatkan.
"Ar, kok, ana deg-degan gini ya. Padahal, kan, kita udah tau kalo kita dipanggil buat diajak ngobrol doang, tapi kenapa ana gugup banget," ujar Riznan sambil memegangi dadanya. Jantung pemuda itu berdetak cepat, rasanya sudah seperti saat dia melaksanakan sidang skripsi.
Arkan terkekeh sambil menoleh ke arah Riznan. "Yang deg-dengan, kan, antum, kenapa nanya sama ana? lagian kenapa harus gugup kayak gitu, sih? kayak mau ngekhitbah anak orang aja."
Mendengar ejekan Arkan, Riznan sontak saja berdecak kesal. Memangnya siapa yang mau seperti ini, Riznan mana bisa mengatur bagaimana keadaanya sekarang. Semua terjadi di luar kendallinya.
"Bukannya nenangin, antum malah ngejekin. Sahabat macam apa, sih, manusia sejenis antum ini?" sungutnya kesal.
Arkan si tampan hanya bisa tersenyum lebar menanggapi Riznan. Bukan tak mau menanggapi, tapi waktunya lebih baik digunakan untuk hal-hal penting lain. Dari pada berdebat dengan Riznan, lebih baik dia merapikan penampilannya agar terlihat rapi di depan Bos.
Beberapa menit kemudian seorang wanita datang ke meja kerja Arkan dan Riznan. Wanita itu adalah sekretaris pemilik perusahan, alias bapak CEO. Dia mengatakan jika Arkan dan Riznan sudah ditunggu di ruang pribadi sang CEO.
Tanpa menunggu lama, Arkan dan Riznan pun segera memasuki ruangan paling besar yang ada di kantor ini. Ruangan yang terletak di lantai paling atas gedung, dengan interior yang tentunya cukup megah. Tak heran memang, mengingat perusahaan ini merupakan perusahan besar yang bergerak dibidang properti.
"Assalamualaikum," salam Arkan dan Riznan bersamaan begitu keduanya memasuki ruangan.
"Waalaikumsalam," jawab seorang pria paruh baya yang nampak masih bugar diusianya yang tidak lagi muda. Kendati demikian, guratan khas pria dewasa tak bisa hilang dari wajahnya.
Arkan dan Riznan masuk lalu duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan kursi sang pemilik perusahaan, hanya terhalang meja kerja berbahan kayu unggulan yang elegan.
"Sebelumnya saya ingin berterima kasih kepada kalian berdua karena berhasil membongkar tindakan korupsi kepala divisi keuangan, kalian menyelamatkan uang perusahaan sehingga perusahaan tidak lagi merugi."
"Tidak perlu berterima kasih, Pak. Itu sudah menjadi tugas kami. Cepat atau lambat sebuah kebohongan pasti akan terungkap." Arkan menjawab dengan sopan.
"Betul Pak, rasanya akan sangat keterlaluan jika kami berdua hanya berdiam diri jika sudah menyadari ada yang janggal," sambung Riznan tak kalah sopan.
Surya tersenyum bangga. Entah kenapa, mendengar dua pemuda ini berbicara membuat hatinya tenang. Apalagi pandangan tulus serta tutur kata lugas mereka sangat sopan dimatanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EUNOIA
Teen Fiction(n.) beautiful thinking ; a well mind. Seperti makna dari kata 'eunoia' yang bermakna niat baik. Pertemuan tak sengaja mengundang perasaan. Menumbuhkan niat baik dari dua pemuda paham agama yang atas dasar ingin membimbing wanita yang mereka temui...