2. Kakak Ganteng

58 16 3
                                    

"Tinggal bagian mana, Din? Gue baru nemu bagian ketiga, yang kedua belum nemu. Nih, ketik dulu."

Saat ini Adin dan Dira sedang berada di rumah Adin, tepatnya di kamar gadis cantik itu. Keduanya sedang mengerjakan tugas kelompok. Adin bertugas mengetik, sedangkan Dira bertugas merangkum materi dari buku paket.

"Adin?" panggil Dira sekali lagi.

Merasa tak mendapat balasan, Dira mendongakkan kepalanya lalu menoleh ke arah Adin.

"Din? Adinda? Heh, bangsat!" Tanpa belas kasihan Dira yang emosi langsung melayangkan geplakan maut ke kepala Adin. Hal itu sontak saja membuat Adin meringis kesakitan.

"Awhh! Lo kenapa, sih, Ra?" protes Adin sambil memegangi kepalanya yang dilanda pening. Geplakan Dira memang tak main-main.

Dira berdecak. "Heh! Harusnya gue yang nanya lo kenapa? Dari tadi gue mangap-mangap bacain materi buat lo ketik, eh lo nya malah ngelamun. Sehat lo, hah?!"

Seakan tersadar kembali, Adin membulatkan matanya. Ia terkejut saat mendapati laptop yang ia pangku hanya memperlihatkan beberapa baris kalimat.

"Sialan, jadi lo dari tadi gak ngedengerin gue? Lo pikir materi yang tadi gue sebutin bisa masuk sendiri ke dalem file?"

Adin tersenyum lebar sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Melirik Dira dengan pandangan was-was, takut jika tiba-tiba sahabatnya itu kembali melayangkan geplakan.

"Maaf, Ra, gue gak sadar tadi," ujarnya penuh sesal.

"Lo tau? Gue capek-capek ngerangkum materi, merelakan waktu berharga gue yang seharusnya gue pake buat caper sama Mas Jordan tersayang. Lo pikir hati gue tidak merasa tersakiti, hah?!" Teriak Dira sambil mendramatisir keadaan. Gadis itu bahkan sudah menjatuhkan tubuhnya dengan lemas ke atas tempat tidur.

"Jordan teroos! Udah gue bilang lo gak usah ngedeketin dia! Batu banget sih heran," sungut Adin tak santai. Saat mendengar nama Jordan, entah kenapa ia merasa kesal.

"Kenapa, sih, Din? Benci banget lo sama bebeb gue."

Adin memutar bola matanya malas, ia ikut menjatuhkan tubuhnya di samping Dira. Ternyata melamun juga melelahkan.

"Dia bukan buat lo, Ra."

"Tau ahh, lo gak asik! Lagian lo ngelamunin apaan, sih?" tanya Dira mengalihkan pembicaraan. Mendebatkan Jordan bersama Andin tak akan ada habisnya.

Tubuh Adin menegang, ia tak mungkin mengatakan apa yang sejak tadi terus memenuhi pikirannya. Bisa heboh satu komplek kalau sampai Dira tahu.

"Gak mikirin apa-apa, kok," jawabnya sedikit gugup.

"Bohong! Lo pasti miki-"

"Jajan seblak yok!"

"Ayok!"

Adin menghembuskan napas lega saat ajakannya membeli seblak mampu mengalihkan perhatian Dira. Sahabatnya yang satu itu memang sangat cinta mati pada makanan pedas tersebut. Di keadaan apapun, seblak selalu bisa mengalihkan perhatian Dira.

- - -


Arkan dan Riznan menatap miris masjid megah yang tampak sepi. Padahal tak jauh dari pelataran masjid, banyak sekali anak-anak kecil sedang bermain, belum lagi anak-anak remaja yang berkumpul di pos sambil memainkan game di ponsel masing-masing.

Anak-anak kecil itu tampak bahagia bercanda dan tertawa. Ada yang berlarian saling mengejar satu sama lain, ada yang bersembunyi lalu menunggu temannya yang lain menemukannya. Anak laki-laki yang sudah agak besar tampak bersemangat berlomba-lomba memasukkan bola ke dalam gawang. Jangan lewatkan anak-anak perempuan yang duduk berjejer di pinggiran trotoar sambil bermain masak-masakan dari tanah dan tumbuhan di sekitarnya.

EUNOIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang