22. Kali Ini Dira Maksa pt 2

24 6 0
                                    

Hari sudah akan berganti malam, matahari sudah bersiap tenggelam berganti tugas dengan sang bulan. Namun Bima sepertinya masih betah berada di rumah Adin, buktinya pemuda itu belum juga pamit pulang padahal teman-temannya yang lain sudah pulang sejak beberapa menit yang lalu.

Adin dan Bima saat ini berada di ruang tamu, bukan lagi di gazebo seperti saat mereka mengerjakan tugas. Adin mengajak Bima untuk masuk ke dalam rumah setelah temannya itu berbicara bahwa ada yang ingin dia katakan.

"Din, maksud omongan Dira tadi apaan?" tanya Bima seraya menatap Adin serius. Sedangkan yang ditanya justru mengernyitkan dahi bingung.

"Omongan yang mana? Si Dira, kan, banyak omong," jawabnya balik bertanya.

"Pas ngomong, 'tuh jawab calon suami' sambil ngeliat dua cowok tadi. Emang diantara mereka ada calon suami lo? Lo mau nikah, Din?"

Adin mematung di tempatnya, amat sangat terkejut dengan perkataan Bima barusan.

"H-hah? Si Dira asal nyeletuk aja tadi. Apaan, sih, lo nikah-nikah, lulus aja belum," sela Adin gugup.

"Bohong! Adin yang tadi bukan Adin yang gue kenal. Lo tadi malu-malu, kan biasanya lo kalo ada cowok suka nantangin atau bahkan caper. Pasti ada apa-apa," pungkas Bima tegas, yang berhasil membuat Adin semakin gugup.

"Aduh gimana, nih? Gara-gara si Dira nih, mulutnya lemes banget heran. Apa gue ngaku aja kali ya?" batin Adin dalam hati.

Membayangkan bagaimana reaksi Bima jika mendengar yang sebenarnya. Tak lama gadis itu tersentak kaget saat Bima melempar kacang yang ada di atas meja ke arahnya. Berhasil menyadarkan Adin dari lamunannya.

"Heh! Ditanya malah bengong, jadi bener ya? Jujur aja sama gue."

Adin diam untuk beberapa saat, lalu dengan perlahan mulai menatap Bima dengan wajah serius. Matanya bergulir cemas dengan tangan yang saling bertaut.

"Oke, gue bakal ngomong sejujur jujurnya. Tapi please banget, lo jangan ngetawain gue apalagi jadi cepu. Gue yakin lo orang baik, jadi cukup Dira sama lo aja yang tau," pintanya sambil menatap Bima memohon.

Bima mengernyitkan dahi bingung, "jadi bener omongan Dira? Satu diantara mereka calon suami lo?" todong Bima yang langsung dibalas anggukan canggung Adin.

Untuk kali ini Bima terdiam untuk beberapa saat, pemuda itu mencoba memahami kenyataan yang baru saja dia tahu. Sedangkan Adin menatap Bima aneh, ada apa dengan temannya ini?

"Din? Yang mana?" tanya Bima dengan tatapan yang sulit diartikan.

Adin langsung menatap wajah Bima. Gadis itu melihat sebuah kesedihan yang tak dapat terungkapkan. Apa benar bima menyukainya seperti yang dikatakan Dira tempo hari?

"Yang si Harsa bilang dia orang pinter."

"Oh itu? Emang ganteng sih, keliatannya juga orang sholeh. Cocok lah sama lo. Tapi kalo boleh tau, kenapa bisa tiba-tiba dia jadi calon suami lo?" tanya Bima penuh selidik.

"Jangan bilang... Lo... Gak mungkin kan, Din?"

Adin langsung menoyor kepala Bima dengan kekuatan super yang entah dia dapat dari mana. Gadis itu bahkan rela beranjak dari duduknya agar bisa menjangkau kepala Bima.

"Astaghfirullahalazim, pikiran lo, kok, jelek banget si, Bim. Gak mungkin lah orang se-sholeh calon suami gue ngelakuin hal menjijikkan kayak gitu. Emang lo pikir gue cewek apaan, hah? Berapa lama, sih, kita temenan?" sungut Adin tak terima. Wajahnya cemberut dengan tangan yang dilipat di dada.

"Ya aneh aja, Din, kan biasanya umuran segini kalo tiba-tiba nikah itu gara-gara itu lah," kelit Bima sambil menghela nafas lega.

Adin mendelik tajam. "Tapi gue gak gitu ya. Awalnya tuh gue dijodohin sama Papa, nah gue belum tau nih siapa cowoknya, tapi ternyata pas gue liat cowoknya tuh cowok yang gue suka. Jadi mana mungkin gue bisa nolak, kalo ternyata cowok itu adalah cowok yang selalu gue sebut namanya di sepertiga malam."

EUNOIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang