Keluarga Arkan beserta Riznan sedang makan malam dirumah kedua orangtua Arkan. Seperti biasa, jika sudah selesai makan keluarga mereka sering sharing-sharing kepada Ustdaz Shaka sang kepala keluarga. Namun kali ini berbeda, Fatimah malah membahas soal gadis yang dia temui saat mengaji kepada Arkan.
"Kakak, waktu Ummi ngaji Ummi ketemu anak gadis. Cantiiiikk banget, dia anaknya temen ngaji Ummi," ujar Fatimah kepada Arkan.
Wajah yang kini Fatimah tatap dengan penuh harap itu menegang. Arkan tahu apa maksud umminya ini, pasti ingin menjodoh-jodohkannya dengan wanita yang umminya temui.
"Terus kenapa bilang ke aku, Mi?" tanya Arkan pura-pura tidak peka dan tidak peduli.
"Masa gak peka kamu. Cantik lho, Kak, mana jarang-jarang anak gadis zaman sekarang ikut pengajian Ibu-Ibu," ujar Fatimah meyakinkan.
Riznan tersenyum menyeringai. "Iya, Mi, disini ceweknya cantik-cantik tapi sayang akhlaknya pada minus."
"Astagfhirullah, kenapa bilang begitu, Riznan? Jangan seperti itu," protes Ustadz Shaka.
Wajah lelaki berhoodie itu langsung terlihat menyesal. "Maaf, Bi..." sesalnya.
"Ummi, anak gadis itu cantiknya cantik seperti apa? Apa cantik akhlak dan fisiknya seimbang?" tanya Ustadz Shaka dengan serius.
Disisi lain Arkan semakin menegang, ini bahaya menurutnya karena sudah membahas soal perempuan. Riznan yang duduk disamping Arkan sudut mulutnya muncul, dia ingin tertawa kencang melihat wajah Arkan yang menegang.
Riznan tahu Arkan pasti terkejut jika membahas hal seperti ini, karena selama mereka berteman Arkan tidak pernah menceritakan lawan jenis yang dikagumi kepada Riznan. Paling saat mereka mondok Arkan mengagumi salah satu santri disana, namun makin lama perasaan itu memudar dan Arkan tahu kalau itu pertanda dari Allah bahwa bukan wanita itu orangnya.
"Fisiknya memang cantik, akhlaknya insyaAllah cantik juga," jawab Fatimah meyakinkan.
"Kakak umurnya udah mateng, gak ada niatan buat mengkhitbah seseorang, Kak? Abi sama Ummi tidak memaksa harus sekarang-sekarang Kakak berumah tangga, tapi Abi sama Ummi berharap secepatnya kalau Kakak sekarang ada seseorang yang Kakak sukai. Halalkan sebelum perasaan itu semakin dalam. Kakak lagi menyukai seseorang gak?" ujar Ustadz Shaka yang membuat wajah Arkan semakin menengang, Riznan mengulum bibirnya menahan tawa melihat wajah Arkan yang benar-benar tegang.
"Aduh, gimana ya," ujar Arkan gugup sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Kalau boleh jujur, Kakak emang ada niatain, Bi."
Mendengar ucapan dari mulut Arkan, Riznan melebarkan matanya. Sejak kapan pria jangkung itu mempunya seseorang yang dia sukai?!
"Tapi Kakak belum yakin sama calonnya," lanjut Arkan.
"Siapa, Kak, perempuannya? Kapan kamu mulai suka sama dia?" tanya Fatimah yang merasa sedih sekaligus senang, nyatanya niat Fatimah menjodohkan anak laki-lakinya dengan anak gadis yang dia temui baru-baru ini akan gagal.
"Belum lama ini," jawab Arkan singkat. Riznan langsung berpikir keras siapa wanita yang Arkan maksud. Dia hanya bisa diam dan menyimak.
"Maksud Kakak belum yakin sama calonnya itu gimana, Kak? Apa Kakak masih mempertimbangkan?" tanya Ustadz Shaka.
"Iya, Bi. Kakak juga belum yakin soal dia mau atau tidaknya Kakak khitbah."
"Kamu sebagai laki-laki harus yakin terlebih dahulu. Soal perempuan itu mau tidaknya itu urusan belakangan, Kak. Intinya kalau dia menerima berarti dia memang untuk Kakak dan semoga Allah memperlancar sampai kalian akad, tapi kalau dia tidak menerima... Kakak harus ikhlas. Bagaimana pun kalau kalian jodoh Allah akan mendekatkan kalian dengan cara apapun."
KAMU SEDANG MEMBACA
EUNOIA
Teen Fiction(n.) beautiful thinking ; a well mind. Seperti makna dari kata 'eunoia' yang bermakna niat baik. Pertemuan tak sengaja mengundang perasaan. Menumbuhkan niat baik dari dua pemuda paham agama yang atas dasar ingin membimbing wanita yang mereka temui...