Pembunuhan yang diakibatkan karena masalah dendam mungkin sudah sering terjadi. Namun, apa jadinya jika suatu kasus pembunuhan dilakukan hanya karena ingin menjadikannya sebuah ajang permainan oleh si pelaku?!
Target peserta dalam ajang permainan in...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jaemin dan Renjun sudah sampai di tempat tujuan. Jaemin menghentikan mobilnya tepat di tempat mobil taksi yang sebelumnya membawa Jeno berhenti.
"Kita jalan kaki dari sini?" Tanya Renjun. Jaemin menganggukkan kepalanya.
Mereka berdua keluar dari mobil lalu berjalan menuju ke suatu jalan sempit yang berjarak sekitar 100 meter dari tempat Jaemin memarkirkan mobilnya.
"Ini masih sore hari, tapi kenapa di sini sepi sekali?!" Ucap Renjun saat ia merasa tempat itu terlalu sunyi.
"Entah kenapa aku merasa ada yang tidak beres di sini." Ucap Jaemin setengah berbisik.
Mereka berdua mulai berjalan menyusuri jalan sempit yang terhimpit oleh pagar tembok rumah-rumah di kedua sisinya.
Saat mereka sudah berjalan sekitar 300 meter, langkah mereka terhenti karena bertemu dua persimpangan jalan.
"Haechan, tolong arahkan jalan kami?" Pinta Jaemin melalui earpiece bluetooth yang terpasang di telinga kanannya.
"Arahkan? Arahkan ke mana? Kalian tinggal jalan ke kiri." Ucap Haechan.
Haechan mengetahui posisi mereka dari nomor ponsel Jaemin dan Renjun yang ia lacak melalui GoogleMaps.
"Ke kiri? Kau yakin? Di sini ada persimpangan jalan." Ucap Renjun.
"Dua? Tapi yang aku lihat di peta hanya ada satu dan itu jalan ke arah kiri." Ucap Haechan dengan nada bingung.
"Berarti kita harus ke kanan." Ucap Jaemin.
Mereka berdua melihat ke arah jalan sebelah kanan. Jalan itu di lapisi batu batako berwarna abu, berbeda dengan jalan sebelah kiri yang dilapisi semen cor.
"Berhati-hatilah kalian. Aku tidak bisa mengarahkan kalian dari sini." Ucap Haechan.
"Tak apa." Ucap Jaemin.
Jaemin dan Renjun mulai berjalan perlahan sambil melihat keadaan sekitar.
Jalanan itu berkelok-kelok tetapi tidak memiliki persimpangan.
Setelah mereka berjalan cukup jauh, kini akhirnya mereka sampai di ujung jalan. Di sana mereka melihat gudang besar yang terlihat sudah lama ditinggalkan.
Mereka mengintip keadaan sekitar untuk memastikan bahwa tidak ada siapa pun yang melihat mereka. Lalu mereka berjalan menuju gudang besar itu.
"Apa kita akan masuk ke dalam?" Tanya Renjun saat mereka sudah sampai di depan pintu besar gudang.
"Kita memang harus masuk ke dalam. Tapi pintu ini terkunci. Kita harus cari jalan lain." Ucap Jaemin.
Mereka berjalan menyusuri sisi-sisi gudang untuk menemukan jalan masuk.
Drrrtttt . . . Drrrtttt . . .
Ponsel milik Jaemin bergetar. Ada panggilan telepon masuk dari Mark.