Chapter 21: Bukit dan Gitar

20 7 0
                                    

Sean masih duduk di bangku tadi sambil melipat kedua tangannya, sedangkan Alea sudah pergi sejak 15 menit yang lalu. Sean masih memikirkan soal pernyataan Alea tadi. Ia tidak menyangka kalau Alea, sahabat masa kecilnya itu menyukainya, bahkan sudah lama.

Sean menghela nafas, perasaannya tak karuan. Perkataan Alea masih terngiang-ngiang di telinganya. Perasaannya bercampur aduk sekarang.

"Sean"

Anna datang dengan senyum manisnya. Sean membalas senyuman Anna, Anna pun duduk di samping Sean.

"Aku lama ya? Maaf tadi agak macet di jalan"

"Gapapa kok. Anna aku.."

Dari kejauhan Alea melihat Anna dan Sean. Ia belum pergi dari taman, ia hanya tidak ingin menganggu Anna dan Sean. Sedikit rasa sesak Alea rasakan, tapi ia lega akhirnya bisa mengungkapkan perasaannya pada Sean.

Lalu tiba-tiba seseorang menutup kedua matanya. Alea bisa merasakan wangi dari seseorang yang tak asing baginya.

"Andrean?"

"Yah kenapa bisa bener si?"

Andrean melepas tangannya, ia memasang wajah cemberut yang membuat Alea tertawa.

"Jadi Sean lagi ngungkapin cinta ya?"

"Iya. Ehh.." Alea baru teringat kalau Andrean menyukai Anna. Jika Andrean melihat Sean yang sedang mengungkapkan cinta pada Anna, takutnya Andrean cemburu.

"Ohh" ujar Andrean datar.

"Lo gak marah atau kesel gitu?"

"Enggak untuk apa juga. Lagian gue udah sadar kalo perasaan gue ke Anna itu cuma perasaan terimakasih aja. Selama gue sekolah di sekolah gue dulu, cuma Anna yang baik sama gue. Awalnya gue pikir emang gue suka sama dia, tapi lama-kelamaan gue ngejalanin misi sama lo, gue sama sekali udah gak ngerasain apa-apa ke Anna"

"Kalo lo tau lo udah gak punya perasaan sama Anna, kenapa lo masih mau ikut misi sama gue?"

"Karna gue mau bantu lo. Itu aja si. Ohh ya, daripada lo ngeliatin mereka berdua gimana kalo lo ikut gue"

"Kemana?"

Andrean membawa Alea ke bukit yang sama saat sore itu. Namun bukit itu sudah berubah, kini di setiap pohon berisi lampu tumblr dan juga ada sebuah pondok kecil disana.

"Wahh" Alea terpesona melihat bukit tersebut, bukit yang awalnya gelap dan tidak ada penerangan kini dipenuhi dengan banyak lampu yang menyinari bukit tersebut.

"Lo yang masang?" Andrean mengangguk.

"Sendirian?"

"Ya enggak lah! Yakali gue masang semua lampu ini sendiri. Gue di bantuin sama Haikal dan Jeffri. Dan juga bapak-bapak di sekitar sini. Bapak-bapak itu mau bantuin gue karna mereka juga mau bukit ini sedikit terang, biar jadi tempat wisata juga sih"

"Jadi seharian ini lo gak ngangkat telfon dan juga chat dari gue karna masang lampu-lampu ini?"

"Nelfon? Lo dapet nelfon gue?" Kemudian Andrean memeriksa ponselnya, terdapat banyak chat dan juga panggilan telfon tak terjawab sebanyak 50 kali dari Alea.

"Sorry gue gatau lo nelfon gue, soalnya ponsel gue mode silent. Tapi kenapa lo nelfon gue sampek sebanyak itu?"

"Gue khawatir sama lo, soalnya lo gak ada kabar sejak pulang sekolah!"

Andrean tersenyum jahil ke arah Alea "Ohh jadi lo khawatir sama gue?". Wajah Alea seketika merona, kenapa ia harus terang-terangan jika ia khawatir pada Andrean.

"Ihh Apaan sih lo Dean!!" Alea memukul pundak Andrean pelan.

"Dean?" Andrean agak bingung, kenapa Alea memanggilnya Dean.

"Boleh gak gue manggil lo Dean? Bukan apa-apa si, cuma nama 'Dean' cocok sama lo. Andrean disingkat jadi Dean"

"Boleh kok, manggil sayang juga boleh sih" Alea kembali memukul pundak Andrean, tapi kini lebih agak keras.

"Dean!!" Andrean tertawa, wajah Alea yang memerah membuatnya semakin imut. Andrean mencubit kedua pipi Alea gemas, ia begitu gemas melihat Alea.

"Lepas Dean! Sakit!" Andrean melepas dan tertawa puas.

"Oke oke sorry hahaha.. Jadi lo mau manggil gue Dean gitu?" Alea mengangguk.

"Boleh kok. Lo adalah orang kedua yang manggil gue Dean"

"Orang pertamanya siapa?"

"Rahasia"

Andrean membuat Alea penasaran, ia sangat ingin tau siapa orang pertama yang memanggil Andrean dengan sebutan Dean. Alea kini berpikir apakah orang itu adalah cinta pertama Andrean? Atau mungkin mantan pacarnya?

Kemudian mereka berdua duduk di pondok, disana sudah ada sebuah gitar, mungkin milik Andrean.

"Mau dengerin gue main gitar gak?"

Alea langsung mengangguk, ia sudah lama ingin sekali mendengar Andrean bermain gitar. Andrean pun mulai memainkan gitarnya, ia benar-benar sangat ahli bermain gitar. Ia memainkan beberapa nada lagu yang indah. Alea memperhatikan Andrean, ia benar-benar sangat tampan saat memainkan gitarnya.

Mereka berdua menikmati suasana di bukit dengan nada lagu dari gitar Andrean. Malam itu benar-benar malam yang Perfect untuk Alea.

A L E ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang