Selama beberapa hari ini Andrean selalu belajar bersama teman-temannya. Semua temannya dengan senang hati membantu Andrean. Ujian terakhir yaitu besok, ujian itu juga yang akan menentukan nilai keseluruhan Andrean.
Andrean mengatur nafas, kini di depannya banyak buku pelajaran yang menumpuk. Sejak pulang sekolah tadi, Andrean terus belajar. Tapi kini ia memilih belajar di caffe sembari melanjutkan perkerjaannya. Hari ini yang menemaninya adalah Jeffri.
"Nah gini gue baru suka, lo semangat belajar. Tapi kenapa harus taruhan si?"
"Gue terpaksa. Gue cuma gamau di bilang pengecut"
Jeffri menghela nafas lalu menatap Andrean dengan serius "Lo boleh taruhan, tapi apa lo gak mikirin perasaannya Alea? Kalo misalnya dia tau kalo lo taruhan sama Sean"
"Alea bakal seneng sih kayaknya. Soalnya kan gue ikut taruhan ini buat dia"
"Andrean, itu sama aja lo mempertaruhkan dia. Kalo misalnya lo kalah dalam taruhan ini otomatis lo gaboleh deket lagi sama Alea. Apa lo gak mikirin itu? Dan juga apa lo gak mikirin perasaannya Alea? Dia pasti bakal sedih saat tau lo jadiin dia sebagai bahan taruhan lo sama Sean"
"Lo boleh mau ngalahin Sean, tapi menurut gue lo terlalu gegabah dalam mengambil keputusan. Lo gak mikirin apa yang bakal terjadi ke depannya. Lo cuma mikirin tentang cara ngalahin Sean"
Setelah berbicara begitu, Jeffri bangun dari duduknya lalu pergi. Andrean memang terlalu gegabah, tanpa memikirkan apa yang akan terjadi ke depannya. Bisa saja kan jika dirinya kalah. Tapi Andrean tidak mau ambil pusing, ia yakin kalau dirinya bisa dan dirinya lah yang akan menang.
***
Hari ini adalah hari terakhir ujian, dan hari ini juga yang akan menentukan semua nilai keseluruhan Andrean. Setelah mengerjakan ujian terakhir ini, Andrean pergi dengan Alea dan lainnya ke kantin sekolah.
"Gue deg-degan anjir, mudah-mudahan nilai gue ga turun" ujar Putra lesu.
"Kalau menurut gue nilai lo gabakal turun sih, secara kan lo pinter" jawab Devan
"Tapi gue tetap takut anjir" ujar Putra lagi.
Andrean hanya diam tidak ikut merespon pembicaraan kedua orang itu. Ia memikirkan tentang nilai ujiannya itu, takutnya nilai ujiannya tidak bisa mengalahkan nilai Sean. Kalau sampai itu terjadi, dia harus menjauh dari Alea.
Andrean menatap ke arah Alea yang tengah berbicara sembari tertawa kecil bersama Lena. Andrean langsung berpikir, bagaimana bisa ia menjauh dari Alea? Ia baru sadar kalau ikut taruhan ini bersama Sean adalah hal yang bodoh.
Alea tersadar, sejak tadi Andrean terus menatapnya dengan tatapan gelisah. Alea menggenggam pelan tangan Andrean "Lo baik-baik aja kan?" tanya Alea
Andrean tersenyum "Iya gue baik-baik aja kok. Lea, kalau misalnya nilai gue ga tinggi jangan kecewa ya sama gue, jangan marah sama gue"
"Dean, ngapain gue marah atau kecewa sama lo? Gue yakin kok lo udah berusaha dalam ujian kali ini. Kalau pun nantinya nilainya ga sesuai ekspetasi lo, it's okay Dean"
"Lea, boleh gue jujur?" Alea kini sedikit mengarahkan wajahnya dekat Andrean.
"Jujur soal apa?"
Andrean menatap ke arah Lena, Putra dan Devan yang tengah asik berbicara. Iya tidak enak jika membicarakan hal ini di depan mereka.
"Makan dulu, habis itu baru gue kasi tau. Kita ngomongin ini di rooftop berdua"
Alea mengangguk pelan, lalu kembali memakan makannya.
Setelah makan di kantin tadi, mereka berdua berjalan menuju rooftop. Andrean kembali menatap ke arah Alea, ia benar-benar takut akan taruhannya dengan Sean itu.
Sampai di rooftop, mereka berdua duduk. Alea menunggu Andrean mengatakan sesuatu, sedangkan Andrean agak ragu untuk jujur ke Alea. Andrean mau mengatakan dengan jujur soal taruhan yang ia lakukan dengan Sean, ia sama sekali tidak bisa merahasiakan lagi hal ini kepada Alea.
"Mau ngomong apa sih Dean? Sumpah gue kepo" ujar Alea.
"Lea, mungkin hal ini akan ngebuat lo marah sama gue"
"Emangnya apa? Jangan bertele-tele kayak gitu"
"Lea, gue sama Sean buat taruhan. Dalam ujian kali ini gue harus bisa ngalahin Sean dalam nilainya, kalau gue gagal gue harus ngejauh dari lo dan begitu juga sebaliknya"
Alea terdiam, Andrean tau kalau Alea pasti sangat marah akan hal yang di lakukan olehnya ini.
"Lea?" Andrean memanggil Alea, karena Alea masih saja diam.
'plakk'
Alea memukul dada bidang Andrean, Andrean hanya diam karena ia tau kali ia dirinya salah. Alea memukul Andrean beberapa kali ia sangat marah dengan apa yang di lakukan Andrean.
"Bodoh. Siapa yang nyuruh lo lakuin ini hah? Bodoh" ujar Alea
"Lo ga mikirin konsekuensinya apa? Kenapa lo bodoh banget Dean? Gue marah sama lo" ujar Alea lagi
"Gue tau gue bodoh. Tapi gue mau buktiin sama Sean kalau gue pantes sama lo Lea"
"Nanti kalau lo kalah gimana? Lo bakal bener-bener jauhin gue?"
"Sesuai perjanjiannya"
"Jahat"
Alea ingin menangis, tapi dengan cepat Andrean menangkup wajahnya "Lea, lo harus percaya sama gue ya? Gue yakin gue pasti bakal bisa ngalahin Sean. Gue juga udah berusaha kerasa banget sama ujian ini. Yang harus lo lakuin sekarang adalah ngedukung gue, kalau lo ngedukung gue, hati gue bakal tenang banget"
"Tanpa lo suruh juga gue bakal dukung lo"
Andrean membawa Alea ke dalam pelukannya. Ia benar-benar sangat takut kehilangan gadis yang kini berada di pelukannya itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
A L E A
Roman pour AdolescentsSelama 12 tahun menjalani persahabatan dengan Sean, Alea diam-diam menyukai Sean. Namun Sean malah menyukai seorang murid baru yang bernama Anna. Kemudian Alea bertemu dengan Andrean, ia juga sudah lama menyukai Anna. Mereka pun sepakat bekerja sam...