Malam itu, tepat saat Reanna genap berusia tujuh belas tahun. Di sebuah taman yang sudah didekorasi sedemikian rupa, seharusnya ia berbahagia di sana. Namun, kini justru sebaliknya.
Ia berdiri di sebelah laki-laki yang sudah hampir satu tahun ini bersamanya. Faraditto Arialana. Laki-laki sederhana yang mampu membuatnya selalu merasa istimewa. Ditto berkata, jika di malam ulang tahunnya ini, dia akan mengatakan sebuah hal paling berharga untuk Reanna. Sebuah hal yang istimewa, tepat di hari yang istimewa juga bagi Reanna.
Tetapi, yang ia dengar dari Ditto malam ini bukanlah sebuah kalimat istimewa atau semacamnya. Melainkan sebuah kalimat yang bahkan Reanna tak mengerti apa maksudnya.
"To?" Reanna menggenggam tangannya, namun Ditto menyingkirkannya.
Laki-laki itu tetap menggeleng. "Enggak bisa, Re."
"Kita nggak bisa bersama, Reanna. Enggak akan pernah bisa." Kepalanya tertunduk, berusaha menghalau sesak yang kini bersarang di dadanya.
Sebelum pergi dari hadapan Reanna, Ditto menoleh dan tersenyum simpul padanya. "Suatu saat nanti, lo bakal ngerti. Dan gue harap, lo udah siap untuk itu."
Setelah mengatakan itu, Ditto pergi. Meninggalkan Reanna dengan semua pertanyaan yang ada dalam benaknya.
Reanna menatap nanar kepergian Ditto. Punggung kokoh itu perlahan menghilang seiring pandangannya yang mengabur. Runtuh sudah pertahanan yang ia bangun susah payah, hanya karena rangkaian kalimat menyesakkan itu.
Jadi, ini yang ingin Ditto katakan padanya?
Reanna bahkan tak tahu apakah setelah ini mereka masih baik-baik saja atau sebaliknya.
Apakah setelah ini, ia masih bisa mengharapkan akhir yang sempurna?
Detik itu juga, Reanna tahu jika kebahagiaan yang ia lukis dalam angannya tak akan pernah menjadi kenyataan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KITA & MESIN KOPI
Novela Juvenil"Katanya ratu sekolah, tapi kok tinggal kelas? Sekolah mana? Tadika mesra?" Begitulah kalimat pada pertemuan pertama dari Ditto untuk Reanna. Reanna Sifabella, gadis dengan berbagai julukan. Mulai dari ratu bullying hingga ratu sekolah. Kecantikann...