Chapter~ 30

326 49 8
                                        

Daniel semakin menenggelamkan wajahnya diceruk leher Jihoon lalu mendengung nyaman setelahnya. Keduanya kini tengah berbaring sambil berpelukan, lebih tepatnya Daniel yang memeluk, karena Jihoon hanya sesekali mengusap lengan atas pria itu.

Jihoon memejamkan matanya. Kilasan kejadian beberapa puluh menit lalu ketika Daniel menjelaskan hubungannya dengan Somi sambil sesenggukan mampir kembali. Jihoon tidak tau jika Daniel bisa menjadi se-cengeng ini. Dia adalah pria kuat dengan karisma luar biasa yang selalu berhasil menarik minat wanita maupun submissive diluar sana, tapi saat ini, Jihoon yakin mereka semua akan terkejut jika mengetahui Daniel memiliki sisi seperti ini.

Jihoon refleks membuka mata ketika secara tiba-tiba Daniel mengangkat kepalanya lalu menatap Jihoon dengan mata monoloidnya yang sedikit bengkak.

"Aku akan segera membawamu bertemu dengan Somi" serunya serak.

Jihoon masih diam, Daniel kembali menenggelamkan wajahnya ketempat sebelumnya. Semakin mengeratkan pelukan mereka dan mendusel manja seperti anak kucing. Lucu. Tapi entah mengapa rasanya masih ada yang mengganjal.

Jihoon tidak lagi mempermasalahkan tentang Somi, tapi tentang kemungkinan terulangnya lagi kejadian semacam ini jika Jihoon kembali memberi Daniel kesempatan.

Kesempatan ketiga, begitukah?

Jihoon tau Daniel sangat mencintainya, ia pun tak bisa menyangkal jika ia masih sangat mencintai Daniel, tapi jujur hubungan mereka terasa rentan.

"Love... Apa kau masih marah?" Daniel menjauhkan kepalanya sedikit agar bisa melihat wajah kekasihnya, menatap penuh harap.

Jihoon menoleh. Membalas tatapan mata Daniel walaupun belum ada suara apapun yang keluar dari mulutnya.

"Apa aku tidak punya kesempatan?" tatapan mata itu menjadi semakin sendu ketika mengatakannya. Jihoon memejamkan matanya erat. Ini sulit. Apa Daniel sadar jika bukan hanya dirinya yang lemah karena Jihoon, tapi Jihoon juga lemah karena pria itu?

"Kumohon. Jangan mengatakan hal yang paling kutakutkan"

Jihoon menggigit bibir bawahnya pelan, ia tentu ingat masih ada luka disana. Pria itu menghela nafas dalam lalu berseru pelan.

"Kau punya... Kesempatan"

Daniel mendongak cepat. Wajahnya berseri-seri.

"Benarkah? Aku berj—"

"Tidak. Jangan berjanji" potong Jihoon cepat.

"Janji akan membuatmu kecewa saat diingkari. Cukup ingat, dan buktikan" lanjutnya. "Aku benci kebohongan. Sekecil apapun, kumohon, katakan yang sebenarnya"

Daniel terdiam sebentar sebelum akhirnya mengangguk yakin.

"Aku akan mengingatnya dengan baik. Aku akan membuktikannya, Love... Aku mencintaimu, sangat" serunya sebelum kemudian mendekap Jihoon erat-erat.

"Terimakasih banyak. Karena sudah memberiku kesempatan lagi" bisiknya penuh haru.

Jihoon membalas pelukan itu.

Ya, akhirnya ia memilih.

Untuk tidak semakin menyakiti perasaan mereka berdua.

.

.

.

.

.

Hampir seminggu berlalu sejak kejadian itu. Mereka masih menjadi sepasang kekasih. Terkadang juga keduanya menghabiskan waktu untuk makan siang bersama. Terdengar baik, tapi sebenarnya tidak sebaik itu.

Daniel tidak begitu yakin apa yang harus dia lakukan setiap bersama Jihoon. Hubungan mereka memang membaik, tapi ada kalanya Daniel merasa Jihoon lebih diam. Pemuda itu seolah lebih berhati-hati dari sebelumnya, Daniel jelas mewajari itu karena ia memang sudah bersikap layaknya bajingan, tapi tak bisa dipungkiri jika ini juga sedikit menyakiti dirinya.

Jika saja dulu ia berkata jujur, apakah hubungan mereka akan tetap berjalan baik seperti sebelumnya?

Daniel menghela nafas gusar. Wajahnya ia sembunyikan dibalik lipatan lengan. Ia terlihat seperti anak kecil yang sedang merajuk. Padahal didepannya ada tumpukan pekerjaan yang harus diselesaikan, tapi orang itu justru malah sibuk berkelana dengan pikirannya sendiri. Jaehwan bahkan hanya bisa mengelus dada setiap kali ia memasuki ruangan atasannya itu. Pekerjaan yang terbengkalai jelas akan menjadi bebannya nanti, padahal bukan pekerjaan asisten, tapi tetap tidak mungkin dibiarkan begitu saja bukan.

Jaehwan meringis ngeri. Ingat tentang Daniel yang menyuruhnya berkencan beberapa waktu lalu? Persetan dengan itu, Jaehwan tidak mau menjadi seperti bossnya yang saat ini tampak seperti anak baru puber dan pertama kali merasakan jatuh cinta. Itu menggelikan.

"Jaehwan-ssi" Daniel berseru tiba-tiba, Jaehwan bersumpah jika saat ini suara panggilan itu terasa seperti alarm tanda bahaya.

"Y-yaa boss?"

Pria besar itu mendongak, memperlihatkan wajah melasnya.

"Bisakah kau menungging? Kurasa aku ingin menendang bokong seseorang sekarang"

Oh, lihatlah mata anak anjing yang sama sekali tak cocok dengan apa yang ia katakan. Daniel memang psikopat sejati.

Pada titik ini Jaehwan bahkan sudah tidak peduli jika manusia itu adalah boss-nya. Pria itu mendengus keras lalu mengacungkan jari tengahnya tinggi-tinggi sebelum keluar darisana dengan setumpuk berkas digenggaman.

"Yaa... Aku boss-mu bodoh" rutuk Daniel. Sebenarnya ia ingin marah, tapi sedang tidak mood. Sialan sekali memang, mood swing-nya akhir akhir ini bahkan lebih parah dari remaja.

Akhirnya tanpa mengatakan apapun lagi ia kembali meringkuk diatas meja. Kemarahannya disimpan untuk nanti saja. Ck, ck, ck..

.
.
.
.
.

"Kau kembali lagi dengannya?"

Jihoon mendongak menatap seniornya itu sejenak sebelum kemudian mengangguk samar sebagai jawaban. Younghoon menghela nafas pendek.

"Kau yakin itu pilihan yang tepat?" wajahnya semakin menunjukkan keraguan ketika melihat juniornya terdiam sejenak.

"Aku tidak tau, hyung. Tapi yang aku tau, tidak ada bedanya antara memilih memberi kesempatan ataupun mengakhirinya. Kedua pilihan itu mungkin akan sama-sama membuat luka nantinya. Aku hanya memilih untuk tidak menyakiti kami lebih dalam"

"Dan untuk saat ini, bisakah aku meminta bantuanmu? Tolong jangan bilang dulu ke Jisung hyung tentang hal ini" pemuda itu menunjukkan mata bulatnya dengan raut memohon. Younghoon mau tak mau akhirnya tersenyum juga.

Walaupun dalam hatinya ia masih merasa tak rela, tapi mau bagaimana lagi. Younghoon masih mengingat kejadian hari itu dengan jelas, ia bahkan hampir menonjok orang itu juga jika Jisung tidak buru-buru keluar dari cafe untuk mengejar Jihoon. Entah bagaimana pria manis ini masih mempertahankan hubungan mereka.

"Semuanya terserah padamu... Kau yang akan menjalaninya" Younghoon mengelus sayang rambut Jihoon.

"Hyung tidak akan ikut campur pada hubungan kalian, tapi berjanjilah untuk tidak terluka. Karena itu juga menyakitiku Ji..." itu adalah kalimat terakhir sebelum Younghoon beranjak keluar dari ruangan Jihoon. Meninggalkan pemuda manis yang tengah tercenung.

Kalimat terakhir Younghoon, bukankah terdengar agak aneh?

.

.

.

.

.

Tbc

Verloofde [NIELWINK] ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang