2.5. Psychopath = His Friend Devon

1.5K 144 1
                                    

Happy reading ❤️
Vote dulu, ya^^
Komen kemudian.

Kayrani memeluk tangan Devon yang duduk di sampingnya, mereka menonton film bertema Horror-Psychopath di bioskop pilihan Kayrani dan Devon hanya mengiyakan saja karena mengetahui gadis ini ingin modus, memeluknya kala adegan seramnya muncul.

“Akh!” Kayrani refleks menyembunyikan wajahnya di lengan kekasihnya.

Devon menyingkirkan wajah Kayrani, lalu memnghadapkan kearah layar di depan, “lihat tuh, adegannya bagus.” Saat melihat bibir Kayrani mencebik, cowok itu malah tersenyum. “Kamu yang pilih filmnya padahal.”

“Ih, aku kira gak semenakutkan ini tau,” dumel gadis itu.

“Namanya film horror sama pembunuhan ya, mestinya bikin takut.”

Begitulah seterusnya, film berdurasi dua jam itu tidak menjadi fokus dua muda-mudi itu. Yang satu ketakutan, yang lain sibuk menenangkan.

“Gila, Dev, badan aku merinding liat psikopat tadi potong kaki korbannya kayak motong ayam,” cerocos Kayrani saat mereka keluar dari bioskop.

“Tapi pemeran psikopat tadi kurang mendalami perannya.” Devon memberikan pendapat.

“Eh, dia kejam banget, loh, tadi. Lagi pula, kita ‘kan, manusia yang punya belas kasih,” jelas Kayrani.

Pasangan itu berbincang sembari mencari tempat makan di mall.

“Asal kamu tau, Kay. Psikopat itu enggak punya rasa welas asih, walapun sesama manusia dia gak akan perduli.”

Kayrani mengrenyit, “kok, begitu, sih? Manusia diciptakan lengkap dengan hati supaya bisa merasakan senang, sedih, dan empati.”

“Rasa senang itu ada banyak macamnya, ada yang memilih rasa senangnya lewat menyakiti orang lain.” Sama seperti dirinya, yang akan puas begitu mendapatkan mangsa. Namun bedanya ia dengan psikopat adalah, dia akan membunuh korbanya tanpa terlalu lama memberikan luka fisik kepada korban.

Ada lagi perbedaannya, jika temannya, Si Psikopat akan mengalami kesulitan bergaul dengan lingkungan, maka ia justru sebaliknya.

“Tapi ada psikopat yang membunuh korbannya secara perlahan tanpa menyentuh,” ungkap Kayrani. “Duduk di sana, yuk, Dev.” Ia menunjuk kursi restoran yang berada di pojokan.

“Oh, ya? Gimana caranya?” tanya Devon.

“Dia pakai mulut tajamnya untuk memberikan luka mental, korbannya bisa stress lalu membunuh dirinya sendiri.” Kayrani membalikkan buku menu, “itu namanya Psikopat Lisan.”

“O, jadi begitu…em, jus jeruk dua, steak dua. Itu aja, Mas.” Pesan Kayrani kepada pelayan yang menghampiri mereka begitu duduk.

“Aku rasa bukan psikopat aja yang lakuin hal itu.” ujar Devon.

“Iya, hampir delapan puluh persen manusia pernah menjadi Psikopat Lisan, kamu jangan begitu, ya, Dev.”

Devon perlahan mendengkus, “barusan kamu jadi Psikopat Lisan.”

Kayrani menunjuk dirinya sendiri, “aku?”

“Tanpa sadar kamu ngejelekin psikopat, kamu juga termasuk Psikopat Lisan.”

Gadis itu lantas tertawa lebar, tangannya memukul lengan Devon berulang kali hingga cowok itu mendesis jengkel.

Mau gue patahin tangannya, ucap Devon dalam hati.

“Mereka ‘kan, emang jahat, Dev…bunuh nyawa orang yang gak salah apa-apa. Kok, tega, ya, psikopat itu.”

“Udah dibilangin mereka gak punya hati.” Devon nyolot.

“Ih, kok, kamu jadi emosi?” Kayrani ikut menaikkan suaranya.

“Kamu jelekin temen aku, Kay. Ah, maksudnya kamu gak boleh ejek orang lain, gak baik!”

Mata Kayrani menyipit curiga, ada yang aneh dari ucapak kekasihnya tadi, tapi, ya sudahlah, ia juga malas mengingat kembali.

“Kamu hari ini agak sensitif, kamu sakit?” Kayrani mengarahkan telapak tangannya ke dahi Devon.

“Gak.”

Kayrani mengangguk, “mari kita makan!” pekiknya gembira saat seorang pelayan mengantarkan pesanan mereka.

Devon menjauhkan tangan gadisnya, matanya yang jeli jelas menangkap sebuah bekas goresan di jempol tangan Kayrani.

“Tangan kamu pernah kegores sesuatu?” tanya cowok itu.

“Pernahlah, beberapa hari lalu jempol aku kegores pisau waktu ngiris bawang,” jelas Kayrani seraya memotong daging steaknya.

Pisau ditambah bawang, perpaduan yang bagus untuk menciptakan rasa perih di kulit. Pikir Devon. Ia membayangkan bagaimana darah itu keluar dari tangan Kayrani.

“Ngelus jempol aku nanti, ya, Dev. Aku mau makan,” tutur Kayrani menatap Devon kesal.

Devon segera melepaskan tangan Kayrani agar gadis itu bisa makan, cowok itu mengenyahkan pikiran buruknya dan segera menyantap hidangannya.

Setelah mereka selesai makan, Devilio beranjak untuk membayar makanan mereka. Kayrani yang ditinggal mengetukkan tangannya ke meja.

Ponsel milik kekasihnya berbunyi, gadis itu menghentikan tingkahnya lalu mengintip layar hp Devon.

Karena penasaran yang berlebihan, Kayrani memberanikan diri membuka ponsel Devon yang tidak di password.

“Kok, dia gak kunci layar ponselnya,” gumam Kayrani. Kemudian, membuka aplikasi chating.

 
Jovan sahabat lo:

• Sampai kapan lo begini, Dev?
• Mengirim sebuah foto.
• Coba lo pikir kemungkinan selanjutnya.

 
Gadis itu mengrenyit, maksud pesan dari Jovan apa? Kayrani berdecak kesal karena gambar yang dikirimkan Jovan tidak segera terunduh.

“Kay!”

 TBC.

WANTED ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang