18.0. It Has Been Found

1.3K 90 15
                                    

Riuh rendah suara penyambutan Mahasiswa Baru di aula New York University membuat Jovan tersenyum lebar. Penyebabnya adalah, dari ribuan Mahasiswa Baru itu terdapat sahabatnya, siapa lagi kalau bukan Alexandre Devilio Devon. Yang sekarang resmi menjadi mahasiswa pada Spring semester (Maret-April-Mei).

Enam bulan, jarak yang dibutuhkan Devon untuk mendaftar ke NYU. Bila di Indonesia kita harus menunggu Satu Tahun untuk mendaftar lagi jika gagal, maka di Amerika kita hanya perlu menunggu selama Enam Bulan.

Jovan mengejar Devon yang sudah selesai mengikuti penjelasan panitia. Cowok itu bergerak merangkul pundak Devon. “Lo kok, lebih tinggi dari gue, Dev!”

“Olah raga,” balas Devon. Terkurung dalam mansion berbulan-bulan membuat badannya kurus, untuk memulihkan kondisi tubuhnya. Ia sering berolah raga, ternyata bukan hanya berat badannya yang naik, tinggi badannya juga ikutan.

“Kaga terima gue!” protes Jovan, wajahnya merengut. Namun dalam lubuk hatinya ia sangat senang dan terharu melihat sahabatnya seperti hidup kembali.

“Kenapa lo kuliah di sini?” tanya Devon, “gak di Jerman?” sebab, dahulu Jovan pernah bercerita kepadanya tentang keinginan orang tuanya untuk berkuliah di Jerman.

“Batal,” jawab Jovan singkat.

Devon mengangkat alisnya.

“Karena gue pengennya di sini.” Jovan tersenyum. Kini mereka berada di taman, banyak sekali mahasiswa yang berkerumun.

Dua laki-laki itu diam, sibuk dengan pikirannya sendiri.

“Berarti lo sama Kayrani LDR, 'kan, Dev?” tanya Jovan.

“Hm.”

Jovan mengangguk, “untung gue gak punya pacar.”

Seketika Devon menoleh ke arah Jovan, “sana cari cewek! Gue udah lo temuin, jadi gak ada beban apapun yang halangin lo buat lakuin sesuatu. Termasuk pergi ke Jerman dan cari pacar,” celetuk Devon.

Otak Jovan sedang loading, “maksudnya?”

Devon menarik napas pelan. “Selama gue kenal sama lo, gue gak pernah liat lo pentingin diri sendiri.”

Jovan mengernyit, “napa lo bicara kek gitu? Lo mau mati, ye!”

Tangan Devon refleks menempeleng kepala sahabatnya.

“Aw! Kalau gak, kenapa lo bilang begitu?” tuntut Jovan.

“Kayrani cerita, kalau lo kuliah di sini buat cari gue,” tutur Devon.

Jovan cemberut. “Dasar, Kayrani cepu!” ujarnya. “Gini, ya, Dev. Alesan gue ada dua kuliah di sini, yang pertama buat cari keberadaan lo, kedua emang gue pengen di sini. Gak ada beban apapun, ya... awalnya emang ribut sama orang tua. Tapi itu cuma sebentar aja.”

Devon diam.

“Soal pacar, gue belom niat pacaran. Males, ah, entar gue gak bisa bebas kek orang single.” lanjut Jovan.

“Yakin?” selidik Devon.

“Lo sahabat gue dari jaman jamet, Dev. Wajar kalo gue prioritasin sobat gue dari yang lain, dan asal lo tau, lo itu bukan beban seperti yang lo pikirin sekarang.”

“Thanks.” Dalam hati Devon terus berkata, kalau ia beruntung punya orang-orang baik di sekitarnya. Yang pertama Verenita, kedua Jovan, ketiga Kayrani, keempat Ellena, kelima Dirga dan Sofia.

Satu persatu dari mereka punya kedudukan tersendiri dalam hidupnya, masing-masing punya cerita, senantiasa menemani dirinya ketika ia merasa kesepian.

WANTED ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang