Jovan melotot tak percaya, dirinya kira Devon hanya bercanda saja. Nyatanya kini sahabatnya tengah mencekik lehernya kuat.
“Gue cuma main-main, elah.” Devon mengelus leher Jovan. “Panik amat, lo!”
Main-main matamu! Ujar Jovan dalam hati.
“Lo itu, sahabat yang udah gue anggap kaya keluarga sendiri. Jadi mana mungkin gue habisi nyawa lo,” terang Devon.
Jovan merinding melihat senyuman manis Devon. “Lo bikin gue takut, gue curiga lo juga perlakuin Kayrani kaya tadi.”
“Belum.”
“Belum? Berarti lo ada niat!” pekik Jovan. Cowok ini menarik napas panjang karena tidak mendapat jawaban, rupanya napsu Devon untuk menyakiti orang masih ada, termasuk menyakiti orang di dekatnya.
“Gue tidur sini,” ucap Devon.
Jovan mengangguk, mengizinkan sahabatnya menginap di apartemennya. Nanti, dirinya harus waspada dalam tidurnya. Ia ngeri kalau tiba-tiba Devon menggorok lehernya menggunakan pisau hingga arwahnya keluar. Sebenarnya ada dua kamar, tetapi kamar lainnya ia gunakan untuk menyimpan barang.
-o0o-
Jam kosong lagi-lagi membuat para murid bahagia, banyak manfaat yang siswa-siswi dapatkan dari kosongnya jam pelajaran itu. Sebut saja menggosip bagi para murid perempuan.
“Devon ganteng, sih, tapi hawanya nyeremin.”
“Hawa apaan, deh?”
“Iya ada yang aneh kalau dia lewat.”
“Nah, lo setuju ‘kan, sama pendapat gue?”
“Gue suka deg-degan kalau papasan sama Devon, bawaannya mau gue peluk.”
“Ye! Bukan itu, Maemunah!”
Kepala Devon mengangguk-angguk, mata cowok itu terpejam menikmati musik lewat earphone dengan volume kecil. Diam-diam ia mendengarkan obrolan para gadis tadi.
“Satu, dua…” jari Devon menghitung orang yang membicarakannya, calon korban gue ada lima.
Bagi Devon, menggaet mangsa sangatlah muda. Apalagi jika korbannya menyukai dirinya, maka jalannya akan semakin mulus.
“Ya ampun! Kenapa fisika harus ada di dunia, sih! Bikin pusing aja, kenapa juga bola jatuh pakek dihitung segala?” keluh Kayrani.
Devon yang mendengar langsung melepaskan earphonenya.
“Enggak usah ngeluh, kalau gak ada fisika ponsel gak bakalan ada,” jelas Devon.
“Orang pinter selalu punya jawaban.” Gadis itu bersungut.
Devon menghela napas, “padahal kamu tinggal salin punya aku.” Ia menunjuk bukunya yang terbuka di meja Kayrani. “Yang mikir sama pusing jelas aku.”
Kayrani cengengesan. “Iya-iya, maaf, ya, Devon….” Katanya kemudian menekuni aktifitasnya kembali yakni mencontek.
Melihat itu Devon tersenyum, gadis itu agak bandel dan cerewet. Namun, di sisi lain, Kayrani ialah gadis yang penurut. Dan dirinya suka orang yang seperti itu.
“Nanti malam mau jalan-jalan?”
Wajah Kayrani yang suntuk langsung berubah cerah, ”mau, dong!” ujar Kayrani semangat.
“Jam tujuh, ya.”
Gadis itu mengangguk senang.
Bel pulang berbunyi. Devon tengah menemani pacarnya menunggu taksi online yang dipesannya di depan gerbang sekolah.
“Maaf, ya. Aku gak bisa anter kamu. Ada urusan penting soalnya,” tutur Devon.
“Iya, gak apa-apa Lio. Aku pulang duluan ya.”
Mata tajam Devon memandang taksi yang ditumpangi Kayrani. “Hati-hati bawa taksinya, ya, Pak. Saya gak mau pacar saya kenapa-napa.” Pesannya kepada sopir taksi sebelum pria paruh baya itu menjalankan taksinya.
Devon sayup-sayup mendengar obrolan perempuan ketika menuju parkiran.
“Kok, bisa mogok? Padahal tadi baik-baik aja.”
“Eh, Dev! Bisa bantuin kita, gak?”
Devon yang akan memasuki mobilnya urung, “mogok?” tanya Devon kepada dua gadis itu, ia ingat sekarang. Kedua siswi itu adalah orang yang membicarakannya tadi.
“Iya, padahal tadi pagi waktu dipakek berangkat sekolah baik-baik aja. Mungkin mobil gue tau kalau lo bakalan lewat, magkannya tiba-tiba rusak biar dibenerin kamu.”
Cowok itu hanya mengulas senyum tipas dan mulai memeriksa mesin mobil gadis itu.
“Sumpah, ya, Dev! Lo kalau senyum gantengnya nambah berkali-kali lipat.”
“Ho’oh, tapi sayangnya lo jarang umbar senyum ke anak lain kecuali Kayrani.”
“Kayrani pacar gue,” balas Devon.
Merasa belum puas, gadis bernama Mawar dan Stevi kemudian berbicara lagi.
“Kok, lo mau sih, pacaran sama dia?”
“Iya, padahal dia biasa aja masih banyak cewek yang lebih dari Kayrani di sekolah kita, contohnya kita.” Tawa kedua siswi itu meledak.
Devon menutup kap mobil dengan kuat, kemudian membereskan peralatan yang memang sudah ada sebelum dirinya menghamipiri dua gadis ini. Devon menduga kalau sebelumnya gadis ini hanya mengeluarkan peralatan saja, dan melihat mesin tanpa tahu letak masalahnya dimana.
“Mesin mobilnya ada yang minta diganti baru, kalian pulang pakek taksi atau ojek,” saran Devon.
“Kita nebeng lo, boleh?” tanya Stevi, kesempatan ini tidak boleh disia-siakan.
“Boleh.” Jawaban Devon membuat dua gadis itu senang gembira.
Devon berjalan menuju mobilnya diikuti dua gadis itu di belakangnya. Senyum miring tercetak jelas dibibirnya begitu Stevi dan Mawar sudah duduk dikursi mobil, sebentar lagi, rindunya kepada hal yang tertuda beberapa hari lalu akan segera terobati.
Tanpa Devon tahu, semua Cctv di sekolah ini mati. Sekolah sudah sepi, keadaan ini seperti mendukung Devon untuk bertindak keji.
TBC._____________________________________
Terima kasih untuk kalian yang baca cerita ini, love you ❤️❤️❤️
Makasih banyak lagi, buat kalian yang mau vote dan komen. Double² love you ❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
WANTED ✓
Teen Fiction• PERINGATAN! 16+ • FOLLOW AKUN AKU, DULU, YA^^. WANTED! _________ Kayrani Angeline, baru mengetahui kalau pacarnya, Devilio Devon adalah seorang sosiopat. Ia ingin lepas dari hubungan mereka yang tidak sehat, sebab, cowok itu selalu berlaku kasar k...