Devon berlari mengejar perempuan yang sempat menggodanya tadi di Indoapril, ia mengejar perempuan itu dengan seringaian pada bibirnya.
Dapat! Satu mangsa untuk malam ini. Ia mencekik leher perempuan tersebut dari belakang hingga tidak sadarkan diri. Kemudian Devon menggendongnya ala bridal style. Sebelum itu, ia mengarahkan rambut panjang perempuan itu untuk menutupi wajahnya sendiri.
“Wah, ceweknya kenapa tuh Mas?” tanya anak remaja yang lewat.
“Tidur.” see, sudah dirinya perhitungkan. Kalau suatu saat nanti ada keluarga yang mencari dan memasang foto perempuan ini di manapun, mereka akan kesulitan. Kenapa? Sebab wajah perempuan yang berada dalam gendongannya kini wajahnya tertutupi oleh rambut.
Detail kecil seperti ini harus ia perkirakan sebelum membawa mangsanya pergi. Sekecil apapun itu dapat menjadi bukti, kecil tetapi jika ditemukan lalu dikumpulkan pasti akan menimbulkan dampak yang sangat besar.
Devon membaringkan perempuan tersebut dalam kursi tengah mobilnya. Setelah itu meninggalkan daerah ini.
-o0o-
Devon mengelus mata perempuan itu yang masih memejam dengan lembut, lalu turun ke hidung, pipi, kemudian bibir.
“Eungh....”
Devon menjauhkan diri ketika perempuan itu sadar. “Hai.” ia melambaikan tangan di depan wajah perempuan itu.
“Lo siapa?” perempuan itu mengedarkan pandangannya, tempat ini sungguh menyesakkan. “Kenapa badan gue diikat begini, lo mau apa!” ia berusaha melepaskan ikatan pada tangannya. Namun tidak bisa, karena tali yang menjeratnya tebal dan kasar, semakin dirinya bergerak maka kulitnya akan terluka.
Devon mengeluarkan pisau lipat, kemudian mendekatkan ujung tajam itu ke leher jenjang milik perempuan itu.
“A-apa yang lo lakuin?” perempuan tersebut menghindar. Sayang, tangan kekar Devon menahan kepalanya agar tidak bergeser sedikitpun.
“Mengukir sesuatu yang indah.” Dimulai dari pangkal, dirinya menggores kulit leher putih itu. Mengikuti urat yang nampak samar.
Perempuan itu menjerit sejadi-jadinya. Tiap goresan yang ditimbulkan oleh cowok itu sungguh menyiksanya.
Devon meneliti bagian mana lagi yang harus ia ukir menjadi lebih indah.
“Stop!” jerit perempuan itu semampunya.
“Gue belum selesai, ini baru nol koma satu persen dari seratus persen.” jelas Devon. Cowok ini sekali lagi menatap wajah perempuan di hadapannya, seperti familier. “Nama lo siapa?”
Perempuan itu menatapnya takut. “Ellena.”
“Lengkap.”
“Ellena Alexandre.”
Devon mengangguk, ia tidak berbicara. Kemudian meninggalkan perempuan itu sendirian di tempat kosong di rumahnya.
Sosiopat itu berjalan tergesa menuju kamar mamanya, tangannya bergerak membuka satu laci tempat dimana berkas-berkas lama berada. Ada satu album foto yang menarik perhatiannya. Kemudian dirinya berjalan keluar, menuju tempat menonton TV. Devon duduk dengan album foto di pangkuannya.
Ia membuka halaman pertama, ada foto mamanya memakai seragam SMA. Sampai ia menemukan foto mama, dirinya, dan papanya. Devon menajamkan pengelihatannya, kalau dilihat-lihat ia memang mirip dengan pria sialan itu. Selain dirinya, perempuan yang ia sekap tadi juga memiliki struktur rupa yang sama dengan dirinya.
Devon melihat foto ketika dirinya dilahirkan.
Our Baby. Alexandre Devilio Devon.
“Alexandre, huh?” gumam Devon.
Alexandre Devilio Devon.
Ellena Alexandre.
Dan... Alexandre Dirga Devilio.
Cowok itu terkekeh pelan seraya melemparkan asal foto album itu. Ia membaringkan badannya di sofa, memejamkan matanya menikmati jeritan Ellena meminta tolong dikeluarkan.
Devon tersenyum miring. Baguslah, dirinya juga telah menghilangkan nama marga pria itu dari namanya. Hanya ada Devilio Devon dan tidak ada yang namanya Alexandre.
Cowok itu menggoyang kaki seraya berpikir. Bagaimana kalau dirinya menyekap anak pria itu di sini, menyiksanya hingga mati. Seperti apa ekspresi Dirga nanti, ketika tahu anak perempuannya mati di tangan anak laki-lakinya dulu?
“Kalau gak dicoba, lo nggak akan tau, Dev.” lirih Devon. Ia lantas beranjak dari sofa, kembali menemui Ellena yang berhenti menjerit.
“Ah, aku kira kau mati tadi,” ucap Devon.
Ellena memalingkan mukanya.
“Dengar ini Alexandre. Gue akan bebasin lo, tapi lo jangan harap bisa keluar dari rumah ini.” Devon mengiris tali yang membelenggu tangan serta kaki Ellena menggunakan pisau lipat.
“Jalan depan gue!” perintah Devon. Kalau dirinya yang berada di depan, bisa saja perempuan itu memukulnya dari belakang. Kemudian memanfaatkan situasi untuk kabur.
Devon mengambil beberapa obat, kapas, dan lainnya yang diperlukan untuk mengobati leher Ellena.
“Obatin luka itu sendiri,” ujar Devon.
Seakan membaca raut wajah Ellena yang mengatakan 'mana bisa' ia dengan segera menunjuk kaca yang berada di dekat obat-obatan.
“Lo bisa tidur di situ.” Devon menunjuk satu kamar dilantai bawah. “Dan jangan sekali-kali lo naik ke lantai atas!”
Ellena mengangguk, ia tidak bisa berpikir sekarang. Kecemasan terlalu memenuhi otaknya, mungkin nanti ia akan mencari cara untuk kabur dari jeratan cowok itu. Meskipun harapan untuk keluar dari sini sangat minim.
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
WANTED ✓
Teen Fiction• PERINGATAN! 16+ • FOLLOW AKUN AKU, DULU, YA^^. WANTED! _________ Kayrani Angeline, baru mengetahui kalau pacarnya, Devilio Devon adalah seorang sosiopat. Ia ingin lepas dari hubungan mereka yang tidak sehat, sebab, cowok itu selalu berlaku kasar k...