2.6. Don't Go, Honey

2K 168 2
                                    

Happy Reading, don't forget to vote, comment, and follow namecodes thank you❤️

Kayrani melepaskan ponsel Devon begitu cowok itu menyerukan namanya. “Ponsel kamu….” Jeda Kayrani saat Devon dengan cepat menyambar ponselnya.

Cowok itu langsung mengotak-atik ponselnya, “kamu buka pesannya?” tanyanya saat tidak mendapati tanda hijau pada pesan Jovan yang berada paling atas.

Kayrani menatap Devon takut, tanpa bersuara, dirinya mengangguk.

Devon kembali melihat layar ponselnya, potret kiriman Jovan berupa dua mayat pasti sudah dilihat oleh gadis itu.

“Aku mau bicarain sesuatu.” tegas Devon.

-o0o-

Jovan mengerjakan soal matematika bersama kelompoknya yang harus dikumpulkan besok, sejak tadi ia terus mengeluarkan keringat dingin. Penyebabnya adalah teman kelompoknya tengah membicarakan hilangnya dua orang siswi SMA Jaya.

“Nomor tujuh udah belum, Jov?”

Jovan yang melamun kaget sampai mengelus dada.

“Gue manggilnya biasa aja, lok, kok, jantungan,” celetuk temannya.

“Eh, anu, gue tadi lagi mikirin kucing,” jawab Jovan kikuk.

“Lo punya kucing? Kapan belinya? Waktu kita ke rumah lo gak ada, tuh.” temannya yang lain bertanya.

Siapa juga yang punya kucing. Batin Jovan, “kucing punya saudara gue, tadi malam dititipin ke gue, soalnya dia mau ke luar kota.” Jovan gelagapan mencari alasan itu. “Oh, ya, tadi siapa temen kita yang ngilang?”

Tiga teman kelompoknya memandangi Jovan dengan serius, cowok itu jadi salah tingkah.

“Lo belum tau, serius?”

“Kalau gue tau, gak bakal tanya kalian,” decak Jovan.

“Dua cewek kelas 12 MIPA 1, kabarnya mereka belum pulang sejak tadi pulang sekolah. Ada yang bilang, kalau mereka pasti diculik, anehnya, nih, ya, mobil mereka masih ada di parkiran.”

“Keluarga mereka udah lapor ke polisi, sekarang lagi dalam proses penyelidikan.”

Detak jantung sahabat Devilio makin tak terkendali.

Asal kalian tau! Mereka udah tewas di tangan sahabat gue.

“Anehnya lagi, entah udah direncanain atau kebetulan. Cctv sekolah kita mati semua.” 

Hah…syukurlah, eh! Dasar mulut biadab! Jovan menabok bibirnya pelan.

“Kenapa lo, Jov?”

“Ah, enggak.” Jovan memikirkan sampai kapan dirinya harus menyembunyikan semua kejahatan akibat penyakit Devilio itu. Bisa saja sekarang juga dirinya berangkat ke kantor polisi dan menceritakan semuanya, tetapi…ia tidak tega.

Kenapa cuma gue yang ada di posisi sulit  ini! Tangis Jovan dalam hati.

-o0o-

“Dev, kamu bawa aku kemana?” gadis itu mencoba melepas cengkraman Devon di tangannya.

Devon keluar dari mobil, lalu membuka pintu di samping Kayrani.

“Ikut aku!” dengan kasar, Devon menarik tangan Kayrani keluar mobilnya.

“Dev, lepasin! Kamu kenapa jadi kasar, sih? Apa karena aku buka chat dari Jovan, iya!” bentak Kayrani yang makin menyulut emosi Devon.

“Kamu berani naikin suara ke aku?” tangan Devon mencekik leher jenjang Kayrani. 

“Dev, lepas!” Kayrani merasa sesak. “Devon!” air matanya mulai menetes.

“JANGAN NANGIS!” bentak Devon. Kemudian, menampar pipi Kayrani dengan sekuat tenaga.

Seketika kepala gadis itu tertoleh akibat kerasnya tamparan Devon, telinganya sampai berdengung dan pandangannya buram.

“Dev, kamu barusan tampar aku?”

“Diam!” cowok itu membawa Kayrani memasuki rumahnya.

“Kamu mau ngapain?” panik Kayrani.

“Gak usah berisik.”

Pintu rumah dibuka kasar oleh Devon, saat memasuki rumah besar itu bulu kuduk Kayrani berdiri. Apalagi ada bau anyir dan amis, selain itu, rumah Devon juga terlalu sepi. Hal itu makin membuatnya ketakutan luar biasa.

Memasuki ruangan luas dengan televisi lebar yang menyala membuat napas gadis itu tercekat. Di lantai terdapat darah, sepatu, tas yang sepertinya milik perempuan, sebuah balok kayu, dan ada manusia tertutupi selimut duduk di sofa hanya menampakkan kaki.

Kayrani terduduk di lantai yang dingin.

“Dev, i-ini….” Suaranya seperti dirampas hingga Kayrani tidak bisa meneruskan kalimatnya. “Akh!” jerit Kayrani, ia menutup mukanya ketika Devon membuka selimut itu.
“Ini yang kamu liat tadi di ponsel aku, kenapa sekarang takut, hm?” cowok itu tertawa melihat Kayrani beringsut ketakutan.

“Kamu bukan Devon!” teriak Kayrani sambil berusaha berdiri.

“Mau kemana?” Devon dengan gesit memerangkap badan Kayrani dari belakang, saat kekasihnya itu akan melarikan diri.

Kayrani merinding saat Devon mencium pipinya, “jangan pergi, Sayang. Seorang pembunuh akan semakn tertarik melihat itu,” bisik Devon.

Devon, seorang pembunuh! Otak Kayrani dengan cepat menangkap perkataan Devon.

“A-aku.”

“Pembunuh itu akan kejar mangsanya sampai dapat, hidup atau mati, dia gak akan pernah lepasin mangsanya.” Devon mengelus surai Kayrani.

“Lepas,” ujar gadis itu.

Sosiopat itu membalikkan tubuh Kayrani menghadap dirinya, lalu ia menempelkan dahinya ke dahi gadis itu.

“Jangan mencoba melarikan diri, Sayang.” Devon kemudian memeluk erat Kayrani yang menangis tersedu.

Tanpa lelaki itu tahu, gadis itu sama sekali belum melihat gambar apa yang dikirimkan Jovan.

TBC.

WANTED ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang