8.0. Are You Okay?

1.2K 106 19
                                    

📣Part ini di dedikasikan untuk kurir yang gagal nganterin paket ke rumah aku // bisa-bisanya salah alamat, padahal aku cantumin alamat ku udah bener 💯% Aku kecewa, tapi ya sudahlah tak apa. I'm fine.
____



Devon melempar tatapan permusuhan kepada Nalta, yang menyeret kursinya ke depan meja Kayrani. Mengesalkan sekali, melihat dua orang itu berbicara satu sama lain dalam jarak dekat

Ia telah memperingati Kayrani untuk tidak terlalu dekat dengan Nalta Si Pemakai Narkoba. Namun, apa jawaban Kayrani?

“Kasus kamu, bisa dibilang lebih parah dari Nalta.”

Perkataan Kayrani berhasil menyentil lubuk hatinya.

“Jadi, kamu harus gambar kerangkanya juga. Bu Biologi suka marah kalau gak ada gambar di samping penjelasan,” tutur Kayrani.

“O, galak juga guru sekolah ini.” Nalta berbicara sambil mulai menggambar apa yang ditunjukkan Kayrani.

“Woy.”

Dua orang yang tengah fokus belajar itu menoleh ke arah Devon.

“Udah belajarnya, sana balik ke bangku lo sendiri!” usir Devon kepada Nalta.

“Tapi gue belum paham sama materinya,” balas Nalta diangguki Kayrani.

“Kalau gitu pindah ke depan sini, gue juga bisa ngajarin lo.” Devon menunjuk depan mejanya.

“Sama Kayrani udah cukup, gak usah repot-repot.”

“Kayrani udah pusing mikirin tugasnya sendiri. Lo jangan tambahin beban dia,” ujar Devon.

Kayrani yang melihat perseteruan itupun menengahi, “aku gak papa, kok, Dev.” jawabnya membuat Nalta tersenyum mengejek ke arah Devon. Sedangkan Devon, cowok itu bersedekap seraya berdecak kesal.

Devon merebut buku yang dipegang Kayrani, lalu tangannya bergerak menandai sesuatu yang penting dengan pensil agar bisa dihapue.

“Yang gue kasih garis, itu yang harus lo tulis! Balik sana!” sengit Devon.

Nalta menatap Devon jengkel, cowok itu selalu mengganggunya kalau ia berdekatan dengan Kayrani.

“Udah sana,” desak Devon, sebab Nalta tak kunjung pergi.

“Kamu apaan, sih, Dev! Gak baik, tau. Nalta ’kan temen kita, harusnya kita tolong dia.” sergah Kayrani.

“Jangan terlalu baik sama dia.”

“Aku cuma membantu....”

“Kalau gitu, kamu jangan sering-sering bantuin dia.”

Sering? “Ini baru dua kali,” jelas gadis itu.

“Udah banyak itu,” balas Devon tak mau kalah. “Dia orang asing.” Matanya berkilat melihat ke belakang, tempat di mana Nalta berada.

Kayrani memicingkan mata, menusuk pipi Devon menggunakan telunjuknya, “kamu cemburu?”

-o0o-

BRAKK!

Badan Nalta terlempar, menghantam lemari di belakangnya. Tidak lama dirinya bangkit, kemudian mengembalikan pukulan Devon.

Nalta menonjok bagian tengah perut Devon dengan keras berkali-kali, mengakibatkan Devon mengeluarkan batuk darah.

Perkelahian itu terlihat sengit. Devon membalikkan keadaan, kini Nalta yang berada di bawahnya. Gudang sekolah menjadi sangat kacau akibat dua remaja itu. Bangku bekas tak tertata lagi, lemari roboh.

“Oit, oit, oit... berhenti, weh!” Jovan memasuki gudang dengan grusa-grusu. Pantas sahabatnya susah dihubungi, ternyata sibuk berduel dengan murid baru.

“Jangan sok kuat, lo!” Devon menunjuk lawannya, mengingatkan kejadian kala ia mengancam Nalta malam itu.

“Lo, yang jangan sok hebat!” Nalta balas membentak. Seraya mengelap hidungnya yang mengeluarkan darah.

“Jangan bentak-bentakan, ntar yang di luar pada denger, terus lapor guru bisa tewas kalian!” nasihat Jovan.

“Temen lo, nih! Minta digantung!” Nalta maju ingin menonjok Devon lagi, tetapi dihalangi oleh Jovan. Namun, Devon menyingkirkan badannya, mereka bergelut kembali.

Sabar... tarik napas, Anjing, Ayam, Babi, Kambing! Teriak Jovan dalam hati. Oke, sepertinya tidak ada cara lain. “Arrgg! Sick, pe'ak!” selain bergabung adu jotos dengan mereka.

Pukulan Devon mengenai pipi Nalta. Imbas dari pukulan pada pipinya membuat tangannya refleks memukul orang di dekatnya.

“ARRGGGHH!” Jovan berlutut, matanya memejam, bibirnya meringis kesakitan. Sahabat Devon itu menempelkan dahinya di ubin kotor gudang. Tonjokan yang sangat kuat dari Nalta tadi, berhasil mengenai aset berharganya.

Devon dan Nalta yang melihat Jovan meringkuk pun ikut merasa ngilu. Mereka kompak memegang pundak Jovan.

“Are you okay?” tanya Nalta pelan.

-o0o-

Petugas PMR terkejut, ketika tiga cowok tampan yang penampilannya tidak karuan meminta diobati. Dua orang yang sangat kacau, dengan darah mengalir di wajah tengah membopong satu orang yang menurut mereka sedang tidak sakit apa-apa.

“Kalian kenapa, Kak?”

“Loh, kalian kenapa?” tanya teman satu kelas Jovan. Yang kebetulan giliran berjaga di UKS.

“Eh, itu Devon sama siapa itu? Tolong kalian obatin, ya.” suruh teman Jovan kepada adik kelasnya, “lo kenapa, Jov? Baik-baik aja gini, sana balik ke kelas. Mau bolos, ya, lo!” serbunya pada Jovan yang tepar di ranjang.

Jovan menunjuk area bawahnya. Temannya mengikuti arah pergerakannya. Mata perempuan itu mendelik, spontan menggeplak tangan Jovan yang masih menunjuk area-nya. Sayang, geplakan itu meleset.

“ASTAGA! GAK SENGAJA!”

“My God! Bukannya sembuh, gue malah nambah sakit!” pekik Jovan. Kedua tangannya menutupi pangkal pahanya dengan hati-hati.

“Anu, lo... sakit?” tanya temannya malu.

“Lo pikir dari tadi gue kenapa!” cecar Jovan.

“Ya, salah lo sendiri. Keliatan gak sakit, ngapain ke UKS.”

“Asal lo tau, ya! Sakitnya gue ini, lebih parah dari dua orang tadi.” nyut-nyutan luar biasa euy.

“Terus gimana ngobatinnya? Lo mau minum obat pereda nyeri, biasanya dipakek anak cewek buat ngeredain sakit pas datang bulan.”

Jovan bengong. “Mana ku tahu!”

TBC.

WANTED ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang